Hal pertama yang perlu Sampean ketahui sebelum melanjutkan membaca artikel ini adalah, bahwa tulisan ini mengandung (18+) alias berbau dewasa dan tidak direkomendasikan bagi para pemikir cekak yang kurang lentur menggunakan akal, guna mengetahui hal-hal yang seharusnya diketahui.
Lazim diketahui bahwa di dunia ini manusia hanya diciptakan dalam dua jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan (untuk makhluk lain saya kurang tahu). Jika ada yang mengaku memiliki kelamin yang tidak sesuai dengan fisik serta kepribadiannya, perlu dipertanyakan jenis kelaminnya. Tapi ingat, hemaprodit hanya ada pada cacing, dan cacing bukan manusia!
Karena hanya ada dua jenis kelamin, maka supaya tulisan ini lebih fokus, saya khususkan untuk membahas perempuan. Lebih khusus lagi, artikel ini membahas tentang “bagaimana lelaki membahagiakan perempuan melalui anu-nya itu.”Nah, jadi ini bukan tulisan jorok, karena ada kata kunci “membahagiakan”, sedang membahagiakan seseorang biasanya berorientasi baik.
Dalam adat ketimuran, kebahagiaan antara laki-laki dan perempuan perlu melalui akad nikah. Supaya sah secara agama dan adat. Kedua insan juga harus berjenis kelamin beda, untuk bisa mendapatkan surat nikah dan bisa ber-ijab kabul. Nah jika ini sudah dilalui, maka pertemuan antara kelamin laki-laki dan kelamin perempuan tidak akan membawa bahaya dan mudharat lagi.
Dalam dunia pernikahan, untuk mencapai kebahagiaan tidak melulu hanya berurusan dengan senggama, karena itu hanya sebagian kecil urusan yang harus dipenuhi. Nah, karena saya termasuk lelaki yang sudah lebih dahulu menikah ketimbang misalnya editor media nggalek.co ini, maka dengan percaya diri saya bisa berkata bahwa, menikah itu kuncinya saling memahami dan melengkapi.
Seorang lelaki memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga, baik kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Dalam bahasa yang lebih sederhana dikatakan sebagai kebutuhan fisik dan kebutuhan batin. Nah supaya artikel ini lebih fokus lagi, maka saya ajak pembaca sekalian untuk membahas kebutuhan fisik sebagai sarana menuju kebutuhan batin itu. Maksudnya begini, kalau suami istri itu bisa sama-sama terpuaskan saat di ranjang, pastinya kebutuhan batin mereka juga ikut terpenuhi hehehe. Setuju?
“Ada band” jauh-jauh hari sudah menciptakan lagu berjudul “karena wanita ingin dimengerti”. Bait ini sarujuk dengan perkataan Nyai lindri (Goo Hwang Lin) dalam novel fiksi karangan Budi Sardjono (saya kutip keterangan ini dari resensi novel berjudul “Nyai Gowok” oleh Dion Yulianto di dionyulianto.blogspot.co.id), Nyai lindir bertutur kepada Den Mas Bagus “Menjadi seorang lelaki yang bisa disebut sebagai lelanangin jagad itu kalau dia bisa mengendalikan hawa nafsunya. Ingat itu ya, Mas. Hargailah wanita, jangan sekali-kali memandang bahwa mereka hanya sekadar objek pemuas nafsu. Jangan. Bagaimanapun Mas Bagus lahir dari rahim seorang wanita, bukan lahir dari batu gunung.” (hlm 323).
Saya berasumsi bahwa sebelum Donnie Sibarani CS merangkai lirik lagu “kerena wanita ingin dimengerti”, mereka terlebih dahulu mendatangi Nyai Gowok untuk konsultasi apa sebenarnya yang bisa membahagiakan wanita. Hasilnya, mereka jadi tahu bahwa wanita hanya ingin dimengerti. Dimengerti saat gincunya habis; dimengerti saat ingin beli baju baru; dan dimengerti saat ingin “ditemani”. Jan muanteb surantep.
Oh ya, memangnya siapa Nyai Gowok itu? Jadi begini Lur, dalam imajinasi saya, sebenarnya ia adalah Dewi Aphrodite (aphrodisiac berarti zat perangsang berahi, dalam bahasa Yunani) yang menjelma menjadi perempuan bernama Goo Wook Lin, kalau saya kutip dari tulisan Mas Petrik Matanasi dalam tulisan berjudul “Belajar Menghadapi Malam Pertama Bersama Gowok” di Tirto.id, ia adalah perempuan asal tiongkok keturunan dari Goo Wok Niang, yang dibawa oleh Laksamana Cheng Ho ke Jawa. Goo Wok Niang digambarkannya sebagai pembawa tradisi gowok asal Tiongkok ke Jawa.
Dasar lidah orang Jawa yang tidak mau sulit-sulit menyebut sesuatu sesuai dengan kata sebenarnya, Goo Wok Niang berubah menjadi Gowok. Lalu ungkapan ini digunakan untuk menyebut wanita yang berprofesi sebagai guru bagi lelaki remaja baru sunat untuk mempelajari segala hal tentang wanita, termasuk segala lekuk tubuh wanita. Profesi gowok, terlepas dari sisi imajiner si Om Budi, masih menurut Mas Petrik memang pernah ada di Jawa. Seperti dalam catatan buku “Sastera Melayu dan Tradisi Kosmopolitan (1987)” banyak menyebut kata Gowok, bahkan si om Ahmad Tohari dalam Novel kondang Ronggeng Dukuh Paruk (1982) juga menyebut kata Gowok (catatan Petrik). Tanpa harus melalui sidang isbat, mereka menyepakati profesi Gowok sebagai wanita yang telah saya tuliskan di atas.
Nyai Gowok memerankan dirinya sebagai pengajar lelaki remaja supaya mereka memiliki ilmu dan pengetahuan tentang perempuan, sehingga ketika mereka menikah suatu saat nanti, langsung bisa memuaskan perempuan, baik secara lahir dan batin. Lelaki semacam ini pasti digandrungi istrinya, karena menjadi lelanange jagad yang linuih dalam persetubuhan.
Perkataan erotis Nyai Lindri dalam novel Om Budi yang kudu diketahui oleh semua lelaki adalah seperti ini “Wanita itu Mas, dari ujung jari kaki sampai ubun-ubun ibaratnya mudah kena setrum. Tetapi, ada bagian-bagian tertentu yang setrumnya lemah, ada juga yang setrumnya menyengat, membuat wanita kaget mak jenggirat.” (hlm 129). Bayangkan Lur, perkataan ini adalah perkataan ilmiah. Kalau lelaki yang hendak menikah tahu titik-titik sensitif pada wanita, maka bisa dipastikan ia akan membuat sang wanita jenggiratan setiap malam. Betapa bahagianya sang wanita.
Kalau pengetahuan ini banyak diketahui oleh para suami, mungkin bisa menekan angka perselingkuhan di Trenggalek, karena semua wanita berbahagia. Mereka tidak mau jika hanya diselingkuhi, tapi maunya dinikahi.
Andai profesi Gowok ada di Trenggalek, mungkin bisa bekerja sama dengan KUA (kantor Urusan Agama) dan dikaryakan dalam program pembinaan calon pengantin menuju keluarga sakinah mawadah dan wa rahmah. Prosesinya tidak perlu berbau vulgar seperti dalam novelnya Om Budi supaya tidak menuai kontroversi kalangan Islam gares keras. Lelaki butuh ilmu ini supaya tidak kaku dan gas-gasan saat malam pertama yang berimbas pada “bencana”. Profesi Gowok ini jauh lebih mulia bagi kaum adam, ketimbang pengetahuan mereka dalam persetubuhan banyak dirujuk dari film-film jav dan 3gp yang sama sekali tidak mengindahkan etika.
Jika Nyai gowok ada di Trenggalek, teman-teman yang hendak menikah akan saya rekomendasikan ini untuk kalian-kalian, bahkan jika perlu saya buatkan surat permintaan bantuan konsultasi malam pertama yang biayanya dibebankan kepada portal nggalek.co. Mengingat jika saya yang harus menggurui kalian perkara malam pertama, saya takut ditanyai, misalnya oleh editor, dari mana literasi yang kamu peroleh? Bisa repot, kan! Kira-kira ada yang tahu, apakah profesi semacam Nyai Gowok ini ada di Trenggalek?