Awal tahun 2016 di pendopo Kabupaten Trenggalek pernah dilaksanakan upacara pelantikan pengurus paguyuban pasar daerah se-Kabupaten Trenggalek. Setiap pasar diwakili oleh pengurus paguyuban yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara beserta masing-masing wakilnya.
Dengan pasar daerah yang berjumlah 22, maka kurang lebih terdapat 132 orang pengurus yang hadir dan dilantik pada acara tersebut. Selain para undangan dan pejabat dari dinas terkait, acara ini juga dihadiri oleh seorang narasumber dari Universitas Gajah Mada yang memberi tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai pengelolaan pasar tradisional bagi para pengurus paguyuban.
Pembangunan yang tanpa mengenal kondisi pasar terlebih dahulu, dirasakan sangat tidak tepat sasaran. Setidaknya seperti itulah latar belakang dibentuknya paguyuban pasar yang disampaikan oleh pemerintah kabupaten.
Dari apa yang dikemukakan saat itu, tujuan dibentuknya paguyuban pasar adalah menjadi ujung tombak pembangunan pasar-pasar tradisional yang ada di Kabupaten Trenggalek. Diharapkan pembangunan pasar-pasar daerah ke depan terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan paguyuban pasar yang merupakan wakil dari seluruh warga masing-masing pasar yang ada di Kabupaten Trenggalek. Sehingga pembangunan pasar bisa tepat sasaran sesuai kebutuhan warga pasar.
Kedua, paguyuban pasar menjadi suatu wadah bagi warga pasar dalam menjalin komunikasi dan kekuatan. Setiap permasalahan yang timbul di lingkungan pasar dapat dibicarakan oleh warga pasar dalam wadah tersebut, juga berbagai kebutuhan yang dirasa perlu untuk dibicarakan dan ditindaklanjuti.
Paguyuban pasar juga diharapkan menjadi pusat dan sumber kekuatan bagi para pedagang yang ada di pasar dalam menghadapi berbagai masalah yang bersinggungan langsung dengan para pedagang, semisal oknum yang memonopoli suatu barang ataupun mereka yang memiliki kuasa untuk mengatur harga barang seenak udel–nya.
Ketiga, diharapkan paguyuban ini ke depan tidak sekadar menjadi suatu komunitas atau kelompok persatuan pedagang, namun diharapkan juga mampu menjadi suatu lembaga resmi yang mandiri dan dapat mengelola pasar secara lebih baik dan profesional.
***
Berdasarkan data dispenda.trenggalekkab.go.id, Pasar Sebo memiliki lahan seluas 1892 m2 dan luas bangunan 891 m2. Meski di situs tersebut tertulis bahwa Pasar Sebo berdiri pada tahun 1990, tapi saya yakin tahun tersebut adalah tahun di mana Pasar Sebo ditetapkan sebagai pasar daerah Watulimo. Sejak kapan Pasar Sebo ada, saya belum mengetahui. Dari informasi yang saya dapat, bahwa sejak tahun 70-an Pasar Sebo sudah ada dan menjadi pusat perekonomian warga Watulimo.
Setelah Kabupaten Trenggalek memiliki bupati dan wakil bupati baru, pembangunan di sektor ekonomi juga menjadi salah satu prioritas. Dengan Watulimo yang digadang-gadang menjadi point of view-nya Trenggalek, maka pembangunan pasar di Watulimo—baik pasar daerah maupun pasar desa—yang menjadi pusat perekonomian warga adalah sesuatu yang mutlak dilakukan. Selain memajukan perekonomian, juga mempercantik tampilan wajah Watulimo guna mendukung Kabupaten Trenggalek menjadi Southern Paradise.
Belum genap satu tahun bupati dan wakil bupati menjabat, terdengar kabar bahwa Pasar Sebo di Desa Slawe akan direnovasi. Warga Pasar Sebo girang tak kepalang, karena mereka merasa selama ini kondisi Pasar Sebo kalah “kelas” dalam hal infrastruktur dengan pasar-pasar milik desa yang ada di Watulimo, sebut saja Pasar Tawang dan Pasar Prigi yang memiliki infrastruktur lebih mentereng dari Pasar Sebo.
Akhir tahun 2016, pengurus Pasar Sebo sudah memberi kabar kepada warga pasar bahwa renovasi akan dilaksanakan awal tahun 2017. Untuk tahap pertama, renovasi diterapkan terhadap bangunan muka pasar yang menghadap ke timur. Penghuni kios-kios di bagian tersebut juga sudah mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu bangunan yang mereka tempati akan dirobohkan untuk didirikan bangunan baru.
Awal tahun 2017 kabar tak kunjung menjadi realita. Kabar menyusul kemudian bahwa pembangunan ada pada bulan Maret. Tak jadi. Lalu menyusul lagi kabar yang menyebutkan bahwa pertengahan tahun pelaksanaannya. Tak jadi pula. Warga pasar pun akhirnya tak banyak berharap, apalagi tak lama kemudian memasuki bulan Ramadan dan lebaran. Jika jadi pasti setelah lebaran. Jika tak jadi, “Ah, sudah biasa”. Begitu kata mereka.
Pertengahan Juli, tak disangka ada kabar mendadak bahwa pemilik kios-kios di sebelah timur diharapkan segera mengosongkan kiosnya karena sebentar lagi akan ada pembangunan kios-kios baru bagi warga Pasar Sebo. Tiga hari kemudian, para ahli bangunan datang dan melaksanakan tugasnya.
Awalnya, warga Pasar Sebo merasa baik-baik saja dan merasa senang dengan adanya perbaikan ini. Namun setelah melihat pondasi bangunan yang ada, warga Pasar Sebo mulai mengeluh dengan pembangunan yang akan dilaksanakan. Ketinggian bangunan, luas kios, dan posisi kios menjadi gerundelan bagi warga pasar.
Seperti yang sudah saya tulis di muka, salah satu fungsi dari paguyuban pasar adalah menjadi ujung tombak dari pembangunan pasar. Mereka (se)harus(nya) menjadi konsultan utama bagi dinas yang bertanggung jawab terhadap pasar. Apa saja kebutuhan warga pasar yang mesti mendapat prioritas utama dan bagaimana teknis pelaksanaannya.
Apakah paguyuban pasar tersebut terlibat dalam pembangunan di Pasar Sebo ini? Sepertinya tidak.
Salam Lestari!