Pengalaman Terciduk Polisi pada Operasi Zebra 2017

Aksi ciduk-menciduk pengguna jalan raya oleh polisi Republik Indonesia dalam Operasi Zebra 2017 telah usai. Operasi lalu lintas tersebut dimulai sejak tanggal 1 November hingga 14 November kemarin. Bukan hanya di Trenggalek, operasi yang dapat menimbulkan perasaan nervous ini digelar di seluruh Indonesia atas perintah langsung Kapolri.

Jadi tidak perlu heran jika di grup-grup Facebook Info Seputar Cegatan dari berbagai daerah, selama 2 minggu kemarin lebih ramai dari biasanya. Info pelanggar lalu lintas yang terciduk hampir setiap hari menghiasi beranda FB maupun Twitter. Meski imbauan-imbauan keselamatan berkendaraan sudah digalakkan, tetap saja banyak yang terciduk dalam dalam Operasi Zebra tersebut.

Saya sendiri juga terciduk oleh satuan polantas Trenggalek dikarenakan sejak 2012, SIM (bukan Surat Izin Menikah) yang saya miliki telah wafat. Jadi bukan karena tidak punya SIM, tapi SIM-nya sudah dianggap tidak hidup. Situ harus paham betapa hal ini sangat berbeda.

Hari itu saya benar-benar apes. Setelah melewati belokan di sekitar Gua Lawa, tiba-tiba dari arah depan terdapat belasan polisi berseragam lengkap siap menghadang laju motor Vario butut (STNK ada, BPKPB di bank) yang saya miliki. Mau lari ke mana coba? Hampir di setiap gang jalan, pak polisi sudah menunggu dengan mesra. Tidak ada jalan lain selain menyerahkan diri saja.

“Selamat siang, mohon maaf kami sedang melaksanakan Operasi Zebra. Mohon bapak menunjukkan surat-surat kendaraannya?” (kalimat ini sudah saya perhalus lho).

Siap, Ndan” Jawab saya, sambil merogoh dompet dan mengeluarkan STNK. Sampai di sini saya lolos dari dakwaan.

Mohon maaf bapak, mohon menunjukkan SIM-nya juga” tambah petugas (kalimatnya saya perhalus lagi lho).

Siap, Ndan” SIM saya keluarkan dari dalam dompet yang masih saya pegang dan menyerahkannya kepada petugas.

Loh Mas, SIM-nya sudah mati, sudah lama lagi. Ikut saya, Mas” dakwanya.

Hehe memang, Pak” Jawab saya sambil nyengir ke arah petugas. Semoga cengiran saya ini tidak menambah dakwaan nanti. Saat itulah perasaan buruk muncul “Saya telah terciduk”.

Mari ikut saya” ajaknya.

Saya mengikuti petugas tersebut dari belakang sambil menuntun motor, dia mengarahkan saya pada petugas pencatat pelanggaran.

Tanpa banyak tanya petugas tersebut langsung memasukkan nama saya pada surat cinta tilang berwarna biru. Bapaknya ini mengira saya telah mengakui kesalahan dan siap dijadikan terdakwa. Dan faktanya memang begitu, mana berani saya sama para petugas pengayom dan pelindung masyarakat yang bersih dari korupsi dan pungli ini. Mereka adalah kebanggaan masyarakat Indonesia.

Alhasil, karena didakwa melanggar pasal 281 (tidak memiliki SIM) STNK saya dibawa dan diganti dengan surat tilang berwarna biru. Tapi saya tidak semudah itu menyerah.

Mohon maaf pak, saya memilih untuk bayar melalui e-tilang saja” berharap saya bisa mengambil STNK tanpa harus melalui sidang.

Sampean ambil STNK ini dikejaksaan saja, Mas. Rumah Sampean kan dekat dengan kejaksaan” Petugas yang masih muda tersebut mengetahui alamat rumah saya atas penjelasan saya sebelumnya. Ia mencoba meyakinkan saya untuk ke kejaksaan.

Tidak pak, saya akan bayar di sini, menurut aturannya kan boleh pak, jadi saya tidak perlu ke kejaksaan” jawab saya dengan senyum penuh arti.

Setelah ngeyel, akhirnya petugas mengiyakan permintaan saya. Selanjutnya ia meminta no HP untuk dikirimi no briva e-tilang. Sesaat kemudian “klunting”, bunyi notifikasi hand phone. Saya cek, dan nomor briva e-tilang sudah tertera di sana.

“Saya boleh mengirim lewat e-banking, Pak”?

Tidak Mas, saya butuh bukti berupa print out transfer, e-bangking tidak ada print out-nya. Saya tidak mau kalau hanya ditunjukkan sms bukti transfer” jawab petugas yang mungkin mulai anyel dengan kengeyelan saya.

Baiklah, saya akan tetap mengirimkannya melalui e-banking, Pak. Nanti buktinya saya print.” Bergegas saya mencari tukang print. Tapi sebelum itu, saya menanyakan satu pertanyaan kepada petugas.

Pak, sebenarnya kenapa SIM harus diperpanjang, kalau orang sudah mengurus SIM dan dinyatakan lulus tes dan memperoleh SIM. Kan sudah selesai dan tidak perlu diperpajang” tanya saya pada petugas, dan pertanyaan ini ternyata mengubah suasan menjadi lain.

Lha itu kan karepmu, Mas. Kalau ingin kejelasan tanya saja sama negara” jawabnya dengan nada oktaf yang dinaikkan. Beberapa polisi yang lebih tua menghampiri kami.

Setidaknya bapak bisa memberi jawaban. Karena bapak adalah polisi dan polisi adalah penegak hukum, penegak hukum pasti lebih tahu mengenai hukum” jawab saya mendesaknya. Sebenarnya sudah beberapa kali saya menanyakan perihal ini kepada oknum polisi, namun belum ada jawaban yang pas menurut saya.

Mas, mohon maaf, saya tidak bisa memberikan jawaban. Saya ini hanya wayang, yang ditugaskan untuk melakukan misi operasi. Mohon maaf Mas, kami akan melanjutkan tugas” Percakapan ini didengar oleh beberapa petugas, dan sebenarnya hati saya mulai trenyuh. Benar mereka hanya menjalankan tugas, dan ini setidaknya harus dijawab oleh Kapolri melalui bidang hukum.

Siap pak terima kasih. Saya akan mencari tukang printer.” Saya berlalu, namun sebelum saya melangkah, seorang petugas yang sudah berumur menyalami saya dengan antusias. Saya pun akhirnya menyalami petugas pencatat pelanggaran dan beberapa polisi lainnya. “Selamat bertugas, Ndan” sapa saya.

Saya berkeliling mencari tukang printer, agak sulit memang menemukan mereka. Saya harus berkeliling di sekitar Desa Watuagung dan Nglampir. Seperempat jam baru menemukan tukang print dan saya bergegas untuk kembali kepada petugas. Namun siapa sangka, ternyata rombongan petugas cegatan sudah tidak lagi di tempat. Saya coba mengejar siapa tahu mereka beralih tempat di spot-spot yang biasa mereka gunakan, namun nihil. Petugas sudah pergi, pergi jauh meninggalkan saya seorang diri dengan membawa STNK. Dalam hati saya berbisik, “saya sudah membayarnya, Pak” Dan dengan ini saya memang benar-benar harus mengunjungi kejaksaan.

Sekitar 700 Pelanggar Lalu Lintas Selama 1 Minggu

antri sidang pelanggaran lalu lintas

Tanggal 16 November 2017, sidang gelar perkara pelanggaran lalu lintas di gelar, saya pun menuju ke kejaksaan. Sesampainya di sana ternyata ramai orang berduyun-duyun mendatangi kantor kejaksaan. Untuk parkir disediakan di pengadilan negeri Trenggalek, karena lokasi pengadilan dan kejaksaan berdekatan. Orang-orang berkumpul di depan papan pengumuman, mereka sedang mencari daftar pelanggar lalu lintas dani nomor urut panggilan sidang. Dengan berdesak-desakan saya pun mencari tahu berapa nomor urut saya. Di papan pertama nama saya tidak ada, lalu beranjak ke papan kedua, dan nama saya yang keren nongol di urutan 162. Cekrek-cekrek, saya mengambil foto daftar tersebut untuk mengantisapi amnesia singkat menjelang sidang. Bergegas saya berjalan menuju kejaksaan.

Di loket itu, kami para pelanggar lalu lintas menunggu panggilan sidang. Nomor urut 1-100 sudah menyerahkan kertas biru untuk didaftarkan, saya mencoba melihat-lihat papan informasi yang ternyata juga menyediakan list pelanggar lalu lintas. Di sana saya bisa melihat ada 700 terdakwa pelanggar lalu lintas dengan macam-macam dakwaan.

Nomor urut 100-200 dipanggil, kami menyerahkan kertas biru dan menunggu panggilan berikutnya. Saya melanjutkan mengamati papan pengumuman dan mengambil foto darinya, cekrek-cekrek. Data sudah saya dapatkan.

Nomor 162 atas nama Trigus Dodik silakan menuju loket” bergegas saya menuju loket dan mengambil bukti transfer yang sudah saya print semenjak beberapa minggu lalu saat terciduk petugas. Saya serahkan bukti transfer tersebut kepada petugas loket, ia memeriksa dengan seksama. Setelah itu ia menyerahkan STNK dan merekomendasikan untuk mengecek apakah STNK-nya benar. Ya ini STNK saya, sudah begitu saja dan saya berlalu dari kejaksaan.

Saya menganalogikakan kejadian-kejadian ini seperti ini “kamu melanggar, kami sita STNK Anda, kalau mau ambil silakan bayar dahulu.” Sebenarnya kasus Operasi Zebra sedemikian sederhananya. Menyoal apakah orang yang pernah ditilang tersebut jera dan melengkapi perlengkapan berkendaraan sesuai petunjuk polantas, saya tidak tahu.

Dari hasil perhitungan melalui data yang terpampang di papan pengumuman, selama 7 hari ini, ada beberapa hal yang bisa kita tahu:

Dari 700 pelanggar lalu lintas, ada sekitar 848 dakwaan yang diberikan dan uang yang masuk ke khas negara diperkirakan kurang lebih Rp. 131.733.000. Jumlah rupiah yang fantastis untuk ukuran Kabupaten Trenggalek. Dari beberapa pasal di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 5 di antaranya paling banyak pasal yang dilanggar yaitu:

  1. Pasal 281 (tidak memiliki SIM),
  2. Pasal 285 (tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan dan knalpot),
  3. Pasal 287 (melanggar rambu lalu-lintas)
  4. Pasal 288 (tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor)
  5. Pasal 291 (tak mengenakan helm standar nasional)

Kelima pasal ini paling banyak menjerat manusia-manusia tidak patuh berlalu-lintas di jalan raya (termasuk saya).

Melunasi Hutang Negara dari Denda Tilang

Selama seminggu dilakukannya Operasi Zebra, kejaksaan Kabupaten Trenggalek telah mengantongi uang denda sebesar Rp. 131.733.000. Anggaplah rata-rata per kabupaten mendapatkan uang denda sebesar Rp. 120.000.000, maka jika dikalikan dengan jumlah kabupaten dan kota di Indonesia akan ditemukan angka berikut:

Rp. 120.000.000 x 515 (wikipedia) = 61.800.000.000 (angka perkiraan pendapatan negara dari unsur non pajak selama 1 minggu). Berarti dalam seminggu negara diperkirakan mendapat kurang lebih Rp. 30.900.000.000

Jika operasi zebra ini dilakukan selama setahun penuh maka akan diperoleh pendapatan negara sebesar: Jika 1 bulan ada 4 minggu, 1 tahun ada 12 bulan, itu berarti dalam satu tahun ada 48 minggu, jadi:

48 x 30.900.000.000 = Rp. 1.483.200.000.000 dibulatkan menjadi 1.49 trilyun)

Nah, dari perkiraan yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan tersebut, saya menawarkan usulan kepada Pak Jokowi untuk memerintahkan kepada Kapolri supaya menggelar operasi zebra selama 1 tahun penuh tanpa jeda. Dengan begitu negara akan mendapatkan pemasukan murni dari para pelanggar yang jelas-jelas salah.

Dengan begitu diharapkan Menteri BUMN tidak lagi berpikir untuk mengubah harga tarif listrik (jangan bilang tarifnya naik, haram) yang mungkin saja telah mencekik masyarakat Indonesia. Dan lagi, ketimbang terus nguber-uber Papa Setnov yang diduga korupsi proyek E-KTP, lebih baik menangkapi para pengendara sepeda motor. Karena itu jauh lebih mudah dilakukan. Mengingat masyarakat kita tidak sebrengsek para koruptor. Terpujilah tiang listrik.

Artikel Baru

Artikel Terkait