(Tak) Merayakan Tiga Tahun Nggalek.co

Dua ribu sembilan belas merupakan tahun ketiga bagi nggalek.co untuk memberi kabar dan melakukan pendidikan literasi. Dimulai dari tahun dua ribu enam belas dan mem-posting tulisan perdana dan menggunakan simbol manggis di header websitenya. Lahir bukan tanpa alasan, selama tiga tahun ini sudah banyak yang dilakukan oleh nggalek.co kepada masyarakat Trenggalek. Nggalek.co juga melakukan pendidikan literasi—pelatihan ke sekolah-sekolah, bekerja sama dengan BBJT (Balai Bahasa Jawa Timur) mengadakan pembinaan Komunitas Baca Trenggalek. Yang terbaru adalah kegiatan Mangobar (Mari Ngobrol Bareng). Sebelumnya di tahuan-tahun awal juga sempat membikin hajat Trenggalek Ngumplne Balung Pisah.

Selain itu, lahirnya nggalek.co bukan serta merta elon-elon (ikut-kutan)—gumun karo duwe-ne kancane; akhir e mati sak karep e dewe?—dan eksis berliterasi secara online. Tidak! Ia hadir, saya yakin atas keinginan bersama masyarakat Trenggalek tentang sajian informasi dari sudut pandang yang berbeda.

Di lain sisi, saya kira lahirnya nggalek.co juga merupakan buah dari “ngeyel-nya” masyarakat Kota Gaplek ini akan media yang mampu memberikan pendidikan bahkan rujukan, khususnya informasi yang berada atau tentang Trenggalek. Sebagian besar para penulis bukan seorang jurnalis atau wartawan yang terbiasa menulis lepas. Para kontributornya adalah beraneka profesi dan berbeda-beda preferensi (portal ini tidak bisa didikte oleh satu dua orang). Dari sinilah, portal ini jadi menarik. Bahkan ada sebagian orang menganggap bahwa media ini merupakan salah satu media yang kritis terhadap kebijakan pemerintah (control of goverment).

Di awal hingga kini nggalek.co masih berpegang teguh pada pendiriannya. Yakni bekerja dalam jalur independen dan menunjang kerja swadaya, baik tulisan maupun finansial. Meski di-sangga dengan swadaya, akan tetapi nggalek.co telah menelurkan karya secara utuh dalam waktu dua tahun kemarin. Yakni dua buah buku, Menunggu Kepunahan Desa-Desa; dialektika & nggalek.co, 2017 (merupakan buku hasil keroyokan para penulis nggalek.co), serta buku yang diterbit di Akademia Pustaka & Tuhalas Biblioteca, 2017, dengan judul Trenggalek pada Suatu Pagi, merupakan buah lelah editor sekaligus tukang maido, tukang oprak-oprak, tukang ndandan-ndandan (kata) selama dua tahun, 2016-2017.

Meski demikian, merawat nggalek.co ini tidak mudah. Banyak problem dan dinamika yang berada di kamar redaktur. Dari perkara memperpanjang masa aktif website, bayar domain dan hosting juga mengajegkan menulis—dulu ada kesepakatan; lek ra nulis didenda Rp. 50.000—tidak mudah. Di tahun kedua, nggalek.co jadi perbincangan di group whatsApp di kalangan founder atas kejelasan nasib website tersebut. Hingga akhirnya, di tahun itu ada tiga tulisan yang tayang tentang nasib nggalek.co?

Tulisan pertama Menanti Nggalek.co Gulung Tikar oleh editornya, Misbahus Surur. Di penghujung perayaan-nya, tanggal 31 bulan Maret, saya turut menyumbang tulisan remah-remah rengginang tentang Hidup Segan, Mati pun Tak Mau. Seolah tak ridho, si penjaga gawang nggalek.co—sebenarnya Gawang adalah sebenar-benarnya nama anak biologis dari Trigus Dodik Susilo—menarasikan tulisan Menunda Nggalek.co Bubar dengan bernas dan ilustrasi yang emosional.

Saya merasakan betul memperhatikan dan mengikuti perjalanan nggalek.co selama tiga tahun—kurang satu bulan di November 2018, karena pikiran down dan berada di Kota Surabaya—membutuhkan energi yang lebih. Di mana saya harus meluangkan satu sampai tiga hari untuk memikirkan dan mencari inspirasi tentang tulisan yang berbau lokalitas kedaerahan, baik tentang ke-Trenggalek-an hingga tema keseharian lingkungan saya maupun kegiatan yang saya lihat dan saya alami.

Selain itu, saya juga memiliki keinginan dalam menyegarkan nggalek.co dengan cara menawari teman luar Trenggalek untuk turut menyumbangkan ide menulis Trenggalek. Saya telah berulang kali menawari, Muksin Kota orang NTT, Dini Novi orang Nganjuk, serta Elvan De Porres orang NTT pula. Namun saat saya menawari mereka untuk menulis di nggalek.co, saya seolah merem dipet saat melontarkan tawaran tersebut. Karena apa? Mereka telah memeras otak berjam-jam, bahkan sehari dua hari, tapi mereka dapat adalah 5 M (Makasih, Maturnuwun, Maturtengkyu, sudah Mau Menulis). Mereka ora dibayar blas.

Terima kasih banyak kepada siapa saja yang telah memperhatikan nama Trenggalek lewat sedekah ide dan gagasan kalian. Meski beberapa hari lalu admin nggalek.co, yang kemudian dijabarkan oleh Trigus Dodik Susilo tentang perkiraan biaya nggalek.co selama 2016-2019, itu merupakan perkiraan saja, bukan sebenarnya yang dikeluarkan membiayai nggalek.co selama 3 tahun ini.

Sekali lagi. Jika di tanggal atau bulan kelahiran biasa kita rayakan dengan potong tumpeng atau makan-makan. Namun bagi portal ini—maaf—saya tak merayakan ulang tahun yang ketiga. Sebab, di tahun tiga ini, bagi saya pribadi, nggalek.co telah gagal membantu saya dalam mengajegkan menulis minimal satu bulan sekali, seperti yang tertulis di biodata saya. Ya, gagal. Saya gagal di nggalek.co. Maka dari itu, saya tak pantas merayakan tiga tahun nggalek.co. Dan bagi nggalek.co sendiri semoga tetap menjaga eksistensinya di jalan yang benar tanpa harus meninggalkan jati diri seperti dalam slogan, “njajah desa milang kori”.

Artikel Baru

Artikel Terkait