Duren Ripto dan Duren Tanpa Nama

Ini cerita mengenai Durian Ripto. Demikianlah memang namanya. Khas Trenggalek. Persisnya berasal dari Kecamatan Watulimo. Saya benar-benar mengenali Durian Ripto ketika berkesempatan jadi salah seorang panelis dalam Festival Gagasan yang digelar oleh Komunitas Bagimu Trenggalek, 2018. Mas Saeroji, yang juga Ketua PP Muhammadiyah Watulimo, menjadi salah seorang peserta festival dengan gagasan Me-ripto-kan Trenggalek.

Dipaparkan semua  kelebihan Durian Ripto sebagai salah satu durian unggul, dari karakter, rasa, dan nilai ekonomisnya. Waktu itu, untuk memperkuat keterangan bahwa Durian Ripto dapat berbuah tiga kali dalam setahun dibawanya pula bunga, bakal buah (pentil) dan buahnya yang sudah siap santap. Semuanya masih dalam bentuk segar. Itulah kali pertama saya mencicipi durian yang legit, manis, harum, khas Ripto.

Gagasannya bagus, deskripsinya jelas, proyeksi capaiannya juga realistis. Seharusnya tidak susah untuk diimplementasikan. Itulah yang membuat gagasan tersebut menjadi salah satu pemenang dalam festival. Tetapi, gagasan yang matang di angan-angan, yang bagus ke atas kertas dituangkan, tak selalu mendapatkan jalan lempang untuk diimplementasikan. Seperti itulah yang terjadi pada gagasan untuk me-Ripto-kan Trenggalek. Untuk lebih jelasnya, berikut ini salinan percakapan antara dua orang, masing-masing membawa durian. Seorang membawa Durian Ripto (PDR) sedangkan kawan bicaranya membawa durian tanpa nama (PDTN).

PDTN: Gagasan untuk program penanaman Durian Ripto di seluruh wilayah Kabupaten Trenggalek itu memang bagus. Tetapi kita juga mesti tahu, bahwa Ripto itu bukan satu-satunya durian unggulan yang ada di Trenggalek. Ada beberapa durian, yang bahkan kualitas buahnya tidak kalah dibandingkan Ripto. Bedanya, durian-durian lain yang berpotensi diunggulkan itu hingga hari ini belum diteliti secara intensif, dan belum pula diberi nama.

PDR: Seperti kabupaten lain, seharusnya Trenggalek itu rak ya punya dinas pertanian? Tinggal meneliti saja, tinggal kasih nama saja, kok ya tidak dilakukan? Gusti-Allah sudah sedemikian welas-asih-Nya terhadap Trenggalek. Telah menganugerahkan kepada Wong Trenggalek durian unggul. Kita tidak perlu bersusah payah melakukan proyek rekayasa genetika atau bereksperiman dengan perkawinan silang dan segala macam. Itu kan bukan lagi sekadar peribahasa, melainkan benar-benar mendapatkan durian runtuh! Kapan itu mau diteliti? Kapan mau diberi nama?

PDTN: Wah, ya, saya kurang tahu! Yang saya tahu, dinas pertanian itu bukan lembaga penelitian. Sementara, sebagian besar warga Trenggalek itu petani. Mereka, para petani, itu kan ya perlu diurusi?

PDR: Setahu saya, mereka bisa mengurusi diri sendiri. Atau, kalau mau mati-ya mati sendiri. Ehm, itu bahasa tinggi. Lebih cetha-nya begini. Siapa yang pernah memasyarakatkan cengkih di Trenggalek? Itu selalu nama bupati yang disebut-sebut. Bukan Dinas Pertanian. Sekarang, siapa yang mengobati, atau setidaknya mengupayakan obatnya, ketika pohon cengkih bertumbangan diserbu hama? Siapa yang memasyarakatkan nilam? Siapa pertama kali membawa janggelan ke Trenggalek? Dinas Pertanian?

PDTN: Sik ta Kang. Ini puasa lho, kok sampeyan tensi tinggi, ta? Mbok sing sareh. Namanya juga diskusi. Kalau sampeyan memang mau tahu apa yang diurusi dinas pertanian, ya sebaiknya sampeyan datang ke kantornya saja. Bahkan, kalau Kepala Dinas Pertanian ikut nimbrung pembicaraan kita ini pun, paling banter rak ya mung omong. Sedang kalau cuma omongan, menilik situasinya pasti juga sampeyan tidak bakal percaya. Dan yang akan terjadi paling ya eyel-eyelan tak ada juntrungnya.

PDR: Loh, ini belum. Saya tinggikan tensi ini justru karena ini puasa. Biar gak ngantuk! Tetapi, sungguh, soal durian unggul tak kunjung diberi nama itu membuat pertanyaan di benak saya makin menumpuk. Kita sudah mendeklarasikan kebun durian terluas di Asia Tenggara. Apakah itu tidak mengandung beban moral untuk mengadakan penelitian sampai ke penamaan durian tanpa nama yang potensial mengalahkan Ripto tadi? Oke, Dinas Pertanian bukan lembaga penelitian. Tetapi, bukankah kita tidak layak bertelanjang bligang-bligung hanya karena kita bukan penjahit? Juga, apakah gagasan untuk penggalakan penanaman Durian Ripto dipandang tidak menarik hanya karena ada beberapa durian lain yang potensial mengalahkan keunggulannya?

PDTN: Masalahnya, ada beberapa durian unggulan lain yang sempat diluncurkan oleh Pak Menteri. Jadi, jangan seolah-olah hanya Ripto.

PDR: Iya. Saya tahu itu. Dan jangan salah paham. Penggalakan penanaman Durian Ripto ini justru seharusnya dilakukan sebagai awalan untuk mengangkat pula varietas lain itu. Praktinya, malahan bisa pula dilakukan penanaman secara masif serentak untuk semua varietas unggulan. Tetapi, kalau kita mau bikin program, nama dan fokus itu menjadi penting. Tampaknya sampeyan perlu belajar dari para EO untuk memahami jalan pikiran ini.

PDTN: kalau penggalakan penanamannya sih sebenarnya kan sudah. Durian Ripto itu sudah memenuhi beberapa desa. Bahkan, ada satu desa yang menolak pemberian bibit sebab seluruh lahannya sudah tertanami.

PDR: Jika niatan untuk menyebarkannya ke seluruh wilayah kabupaten itu ada, sebenarnya ini juga bukan berarti harus dilakukan serentak seperti Bandung Bandawasa menyelesaikan seribu candi. Tetapi, sebagai sebuah program, mesti jelas judulnya. Mesti fokus. Kalau cuma soal menanam, jauh sebelum ada dinas pertanian, bahkan sebelum Kabupaten Trenggalek berdiri, orang-orang sudah menanam. Mungkin, termasuk juga menanam durian. Ayolah kita berpikir strategis. Kita cari alasan untuk dapat menyatakan bahwa Durian Ripto sudah ditanam di seluruh bumi Trenggalek. Mengingat ketersediaan bibitnya, jangan bernafsu memenuhi setiap jengkal tanah di satu, dua, tiga, desa. Sebarkan bibit yang tersedia ke seluruh kecamatan. Lalu ke seluruh desa. Lalu ke seluruh dusun. Lalu ke seluruh RT. Pada gilirannya kelak, setiap keluarga akan memiliki pohon Durian Ripto-nya masing-masing. Dengan demikian, kita tidak perlu menunggu waktu terlalu lama untuk dapat mengatakan bahwa Durian Ripto sudah ditanam secara merata di seluruh kawasan Trenggalek. Jelas? Wis. Jelas karepmu, ora jelas karepmu.

(Demikianlah, sebagai sejenis percakapan imajiner, sebenarnya itu tadi juga tidak usah dianggap terlalu serius).

Cakul, Mei, 2019

Artikel Baru

Artikel Terkait