Pamitan

Musim dingin telah datang, angin bertiup kencang menerpa dedaunan. Rizal duduk di serambi depan rumah sambil menatap langit. Melihat indahnya bulan dan bintang dengan badan menggigil kedinginan. Tiba-tiba Kakek Bonar menghampirinya membawakan secangkir kopi panas dari dalam rumah sambil menenteng kukusan –kukusan ubi jalar dan pisang goreng buatan ibunya.

“Zal… Apa yang sedang kau lakukan di situ?” tanya kakek dari belakang.

Tidak ada kek. Aku hanya rindu dengan suasana di pondok saja.” Jawab Rizal.

“Itu suasana pondok memang menyenangkan Zal. Dulu ketika kakek masih di pondok, begitu banyak kegiatannya, tapi semua itu tidak terasa jika dikerjakan bersama-sama. Ucap kakek sambil duduk di samping Rizal.

“Nah itulah, Kek… Rizal jadi teringat.”

Ini kopi panas untukmu Zal, diminum dulu nanti keburu dingin,” ucap kakek sambil menyodorkan secangkir kopi panas untuk Rizal.

Terima kasih Kek.” ucap Rizal.

“Iya Zal, Ehh… Sudah siap-siap apa belum buat besok?” tanya kakek.

“Belum kek!”

“Kalau begitu masuk dan persiapkan dulu barang-barang yang akan kamu bawa supaya besok bangun tidur tidak terburu-buru.” Ucap kakek menyarankanku.

“Iya, Kek.”

Rizal langsung bergegas melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah untuk mempersiapkannya. Dia mengambil sebagian pakaian yang lengan tangan panjang, kemeja putih, dan sarung. Tak lupa dia juga membawa sajadah, Al-Quran, perlengkapan buku tulis, pulpen, sampo, sikat, odol dll.

“Zal..?” suara Ibu memanggil Rizal dari ruang tamu.

“Ya, Bu..”

“Kamu belum tidur juga..?” Tanya Ibu

“Belum, Bu. Ini masih mengemasi baju-baju.” Jawab Rizal.

Jeglek… suara Ibu Rizal membuka pintu.

“Ini sudah malam lho… cepat tidur takut besok kesiangan bangunnya.” Ucap Ibu Rizal.

“Baik, Bu.”

 Selesai mengemasi baju-baju lalu Rizal mengambil selimut dan segera tidur.

Ayam pun berkokok dengan nyaring yang menandakan waktu mulai pagi, seakan mengingatkan Rizal yang akan pergi. Terdengar suara adzan subuh dari kejauhan .Rizal bernjak dari tempat tidur dan pergi mengambil air wudhu untuk mengerjakan solat subuh. Dia berdoa memohon petunjuk kepada Allah Yang Maha Kuasa semoga diberi jalan yang terbaik dan kelancaran keselamatan untuknya. Setelah itu, Rizal dipanggil ibunya untuk  sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke pondok.

“Zal, sarapan dulu, itu ayah dan kakekmu sudah menunggumu di meja makan.”

Rizal langsung bergegas menuju ke meja makan.

“Ini nasi dan lauknya, jangan lupa dihabiskan.” Ucap ibu sambil mengambilkan nasi dan lauk untuk Rizal.

“Ya, Bu. Terima kasih.”
Selesai sarapan Rizal berpamitan kepada ibu dan kakeknya.

“Bu,,,Kek, Rizal pamit dulu ya.”

“Iya Nak, hati-hati dijalan, nanti biar ayah yang mengantarkanmu.”Ucap ibu dan kakeknya.

“Ayah tunggu di depan ya Zal.” Ucap ayahnya

“Iya, Yah.”

Rizal segera mengambil tas dan barang-barang yang akan dibawanya, lalu berjabat tangan

dengan ibu dan kakeknya sambil mencium tangannya.   

“Zal, sudah semuanya…? Apa ada yang terlewatkan?” tanya ibu

“Tidak, Bu. Aku rasa sudah cukup.”Jawab Rizal.

“Alhamdulillah kalau begitu, ayo Ibu antarkan ke depan. Ayahmu sudah menunggumu di sana.”Ucap Ibunya.

“Iya, Bu.”

Setelah pamitan Rizal diantarkan Ibunya ke depan. Dengan tersenyum Rizal menaiki mobil bersama ayahnya sambil melambaikan tangan. Rizal berkata

“Bu,,,Kek, Rizal berangkat dulu, Asalamualaikum…?”

“Wa’alaikumussalam.”Jawab serentek Ibu dan Kakeknya.

Rizal segera masuk mobil dan duduk dengan menarik sabuk pengaman yang menempel di kursi lalu memasangnya. Setelah rapi, matanya menoleh keluar jendela sambil tersenyum melihat Ibu dan Kakeknya.

Cerpen di atas adalah tulisan dari salah satu peserta workshop literasi berbasis pesantren yang diselenggarakan pada 23-24 Juni 2019 oleh nggalek.co bekerja sama dengan LP2M UIN Maliki, Malang.

Artikel Baru

Artikel Terkait