Sampah merupakan salah satu peninggalan “peradaban” manusia yang sulit diuraikan. Sosialisasi dan seminar terkait solusinya pun butuh waktu yang tak sebentar, bisa ratusan jam.
Pemerintah daerah melalui dinas terkait menjadikan permasalahan sampah sebagai tugas rumah, kadang menjenuhkan lagi membosankan. Karena masalah sampah telah puluhan tahun ada, dan masih saja sulit diselesaikan. Butuh waktu panjang, kadang memusingkan untuk diatasi.
Tapi perkara sampah tidak bisa diserah-terimakan begitu saja kepada pemerintah dan dinas terkait. Sampah adalah pekerjaan bersama. Semua lapisan masyarakat harus ikut terlibat langsung, berpikir dan sadar dengan perkara besar ini. Masyarakat harus sungguh-sungguh perhatian akan bahaya yang ditimbulkan. Bahwa sampah telah mengubur berbagai macam keanekaragaman hayati, ekosistem, merusak keindahan, dan kenyamanan lingkungan.
Sampah menjadi permasalahan manusia. Kita harus membiasakan diri untuk bertanggung jawab dengan apa yang kita lakukan, perang terhadap ego, menjauhi pengacuhan, dan tak peduli terhadap lingkungan. Termasuk membuang sampah yang kita hasilkan pada tempat semestinya: baik sisa makanan maupun barang bekas. Kita harus mematri pikiran kita dan berusaha menahan diri melempar sampah sembarangan sembari menggerakkan diri untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Tidak se-enak udel-e dewe.
Trenggalek, entah karena kebetulan atau hanya hitungan kasar saya sebagai orang awam, bahwa kota yang sedang beranjak ini bakal memproduksi lebih banyak sampah di tempat-tempat yang menarik, khususnya pada even-even kota. Kali ini, saya fokus di sebuah bangunan yang kebetulan dekat tempat tinggal dan tak jauh dari amatan saya, yakni kawasan wisata Pantai Prigi.
Pantai Prigi merupakan salah satu destinasi primadona. Sejak 2018, kawasan pantai ini berniat melakukan peremajaan, berdandan demi tamu wisatawan. Sebuah kawasan yang di tahun 1990-an, menjadi destinasi terindah di Kabupaten Trenggalek. Pada medio tersebut, pantai ini merupakan salah satu aset untuk pemerintah daerah karena telah banyak menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar.
Di tahun kemarin dan tahun ini, kawasan yang didesain khusus dengan konsep panggung yang bisa dinikmati dari berbagai penjuru mata angin, panggung 360, sedang tahap penggarapan, pengembangan, revitalisasi dengan sentuhan dekorasi dan interior yang menarik. Taman ini digadang-gadang bakal mengembalikan kejayaan Pantai Prigi sebagai tempat wisata yang mengesankan.
Kita bisa menikmati pemandangan dengan sudut yang luas sambil bersenda gurau di taman ini. Taman yang terletak di depan panggung 360 didesain secara modern lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung. Sejumlah ornamen dari kayu, serta aneka bunga dan rerumputan menambah asri kawasan. Selain penataan kawasan kuliner, food court bagi para pedagang. Masjid dengan interior yang indah dan gazebo.
Pemerintah sengaja melakukan penataan besar-besaran di Pantai Prigi karena salah satu aset wisata yang potensial bagi daerah. Konsep taman terbuka yang berdampingan langsung dengan laut menjadi daya tarik baru bagi wisatawan untuk berkunjung ke Prigi. Konsep wisata ini juga nyambung dengan pembangunan yang telah dilaksanakan sebelumnya, berupa panggung 360.
“Masyarakat bisa merasakan sensasi taman hijau di pinggir pantai di mana benar-benar dekat sekali dengan bibir pantai sehingga menambah keindahan pengalaman yang berbeda bagi para pengunjung,” ujar M. Nur Arifin, Bupati Trenggalek (detik.com, 26/11/2019)
Perlu Ubah Minset
Oleh karena itu, banyaknya pembangunan harus berbanding lurus dengan tingkat pembangunan watak, perilaku maupun SDM-ya. Kita tak perlu ber-apologi terhadap kebiasaan dan perilaku masyarakat di sekitar kawasan wisata tersebut. Kesadaran, perilaku, kebiasaan serta mental masyarakat di kawasan tersebut memang rendah. Menjadi hal mutlak, mengubah perilaku dan kesadaran masyarakat, dalam hal peduli terhadap lingkungan.
Kita tak perlu bela diri terhadap perilaku buang sampah sembarangan. Karena kita memang sering mengabaikannya. Yang paling banal adalah tindakan kita yang ringan tangan dengan melakukan vandal terhadap benda yang berharga. Kita sering merusak, mematahkan, mencorat-coret benda tersebut.
Kita juga sering cengkre, kere-aktif terhadap benda yang sudah mapan di tempatnya. Contoh yang sepele adalah keberadaan lampu penerangan, baik di taman maupun di jalan. Sering kita rusak, dan kita lempari. Di sekitar kawasan Prigi, kita juga sering menjumpai banyak benda rusak karena di-cengkre-i warga. Perilaku cengkre dan kere-aktif ini merupakan salah satu perilaku yang aneh dan menyebalkan.
Yang terbaru adalah taman depan panggung 360 itu. Taman ini merupakan kawasan baru, indah, menarik sehingga butuh perawatan dan keramahan dari pengunjung. Namun taman ini sudah menuai komentar banyak orang, baik warga dunia maya maupun nyata. Pasalnya kita sering abai, tak mengindahkan papan informasi dan pemberitahuan.
Perilaku tersebut merupakan salah satu perilaku arogansi, bebal dan acuh. Kita bisa saksikan, seperti di posting-an Mas Trigus Dodik Susilo dengan editing meme lucunya: pengendara motor seenaknya mengendarai motornya di lintasan khusus pejalan kaki. Ini merupakan salah satu representasi bahwa perilaku kita yang keras kepala, sering tak mengindahkan papan informasi. Lek jare Mas Trigus efek mendem iwak rengis dan tentu telah menyerobot hak orang lain.
Hal-hal seperti ini harusnya bisa kita kurangi, di-rem, tak dibiasakan dan bisa kita cegah. Kita juga harus berani menjaga taman yang dianggarkan oleh pemerintah sebesar 35 M tersebut. Sudah waktunya kita mengubah pandangan kita tentang public space demi kenyamanan dan ketertiban bersama. Sudah saatnya kita bertanggung jawab dengan apa yang kita lihat dan kita pegang. Artinya di kesempatan tertentu, di situasi dan kondisi tertentu, pastikan diri kita bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita terima dan kita rawat, termasuk membuang sampah pada tempatnya.
Sebenarnya kita sering diingatkan dan di-wanti-wanti oleh buyut kita bahwa membuang sampah harus ditempat yang sudah disediakan, dan supaya merawat benda-benda peninggalan. Sudah seharusnya kita menanamkan pada diri kita rasa berdosa, rasa malu, rasa risih pada diri sendiri ketika sampah tersebut tidak kita buang pada tempat yang tidak semestinya dan tidak cengkre dengan benda termasuk taman dan bangunan.
Lewat tulisan ini saya berpesan pada diri saya sendiri setidaknya, dan masyarakat, untuk meningkatkan kesadaran untuk menjaga dan merawat apa yang seharusnya dirawat. Supaya wisatawan yang berkunjung di kawasan Pantai Prigi berkesan, sebagaimana yang diutarakan oleh Mas Ipin. Sudah waktunya kita mengubah pandangan kita untuk lebih ngugemi apa yang telah kita punya daripada mencari dan membangun hubungan dengan yang baru, seperti para jomblo di luar sana. Lebih baik merawat daripada mencari baru. Ingat itu!