Work From Home dan Keberlanjutan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek 2020

Ketika kebijakan Work From Home (bekerja dari rumah) pertama kali diberlakukan di lingkup KPU, bagi saya merupakan kebijakan yang berat dan sangat tidak sederhana. Berawal dari keikutsertaan saya menghadiri bimbingan teknis di Hotel JW Marriot Kuningan, Jakarta, pada 9-11 Maret 2020 lalu, menjadikan saya sebagai orang yang “agak” diwaspadai ketika pulang ke Trenggalek. Saya merasakan ada yang aneh terhadap sikap beberapa teman, kolega dan bahkan famili. Mereka “seolah” menaruh kecurigaan berlebih terhadap saya. Hal tersebut memang bukan tanpa alasan, dan saya cukup bisa memahami kondisi tersebut.

Penyebabnya, Jakarta merupakan daerah pertama yang ditetapkan sebagai Red Zone Covid-19. Secara kebetulan, sepulang dari Jakarta saya terserang batuk dan flu selama beberapa hari. Berdasar kondisi kesehatan saat itu, untuk meyakinkan diri sendiri dan lingkungan, setidaknya dua kali saya memeriksakan diri ke klinik dokter dan dokter faskes dekat tempat tinggal saya. Hasilnya Alhamdulillah, saya dinyatakan hanya mengalami gejala flu biasa, meski tetap disarankan untuk isolasi mandiri selama beberapa hari.

Ketika itu, karena banyak tahapan Pemilihan 2020 yang harus disiapkan secara maksimal, saya masih beraktivitas dan ngantor seperti biasa, sampai pada akhirnya, terdengar kabar bahwa ada kawan sesama peserta bimtek yang pernah 1 (satu) ruangan dengan saya, asal Kalimantan Barat, dinyatakan positif Corona. (Alhamdullillah saat ini sudah dinyatakan sembuh dan negatif). Sejak itulah, pada akhirnya saya sebagai orang pertama di lingkup KPU Trenggalek yang mendapatkan instruksi untuk WFH dan diwajibkan mengisolasi secara mandiri selama 14 hari di rumah.

Kebijakan WFH tersebut, saya rasakan cukup dilematis. Hal ini disebabkan amanah yang saya emban sebaga Koordinator Divisi Perencanaan Data dan Informasi di KPU Trenggalek. Memang benar bahwa pola kerja di KPU adalah kolektif kolegial, namun sebagai penanggung jawab pada permasalahan data pemilih, menjadikan saya cukup pusing menghadapi situasi tersebut.

 

Perjalanan Pemutakhiran Data Pemilih

Bulan Maret-April adalah titik awal aktivitas berkaitan pemutakhiran data pemilih (Mutarlih) dimulai. Tahapan penyusunan daftar pemilih merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis. Keberhasilan pemutakhiran data pemilih, sangat menentukan kualitas tahapan Pemilihan 2020 selanjutnya. Mulai dari jumah TPS, kebutuhan logistik, sosialisasi pemilihan, kampanye hingga pemungutan suara. Jika penyusunan daftar pemilih bermasalah, maka sudah bisa dipastikan tahapan selanjutnya juga akan terganggu. Oleh sebab itu, untuk memastikan daftar pemilih tersusun dengan baik, maka perlu persiapan maksimal dalam menghadapinya.

Tahapan Mutarlih diawali dengan kegiatan pemetaan Tempat Pemungutan Suara di pertengahan Maret yang akan difinalisasi setelah penerimaan DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan). Sesuai PKPU 2 tahun 2020 tentang jadwal, program dan tahapan pemilihan, bahwa tanggal 23 Maret 2020 adalah jadwal penyerahan DP4 hasil sinkronisasi dari KPU RI kepada KPU kabupaten. Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri menyerahkan DP4 murni kepada KPU RI pada tanggal 23 Januari 2020 lalu. DP4 tersebut oleh KPU RI kemudian disinkronkan dengan DPT pada pelaksanaan pemilu atau pemilihan terakhir.

Selanjutnya DP4 yang telah disinkronkan oleh KPU RI dan telah diserahkan kepada KPU kabupaten harus dianalisa dan dicermati oleh KPU kabupaten untuk dijadikan bahan penyusunan daftar pemilih dan finalisasi pemetaan TPS. Daftar pemilih yang telah tersusun kemudian diproses dalam sistem informasi data pemilih (Sidalih) KPU, dan selanjutnya akan diserahkan kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemiih (PPDP) melalui PPK dan PPS, untuk dimutakhirkan secra faktual melalui kegiatan pencocokan dan penelitian (coklit) secara door to door. Jadwal coklit oleh PPDP adalah tanggal 18 April hingga 17 Mei 2020.

Hasil pemutakhiran data yang dilakukan oleh PPDP akan diserahkan dan direkap oleh PPS dan PPK melalui rapat pleno terbuka yang harus dihadiri oleh panitia pengawas sesuai tingkatan masing-masing serta saksi dari pasangan calon. Kemudian akan diserahkan kepada KPU kabupaten untuk ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS).

Setelah ditetapkan oleh KPU kabupaten, DPS akan diserahkan kepada PPS melalui PPK untuk diumumkan di tempat-tempat strategus guna mendapatkan tanggapan dan masukan dari masyarakat luas dan peserta pemilihan. Jika terdapat masukan dan tanggapan serta perbaikan atas DPS yang diumumkan, harus ditindaklanjuti oleh PPS.

Tahun ini ada satu tahapan yang sangat membedakan proses pemutakhiran data dengan pemilu atau pemilihan yang pernah diselenggarakan sebelumnya oleh KPU. Tahapan yang dimaksud adalah adanya Uji Publik, yang mana teknis kegiatan ini adalah masing-masing desa akan melakukan pencermatan bersama terhadap DPS, dengan menghadirkan stake holder terkait (tokoh masyarakat, pemuda, perempuan, RT, RW, eks PPDP).

Selanjutnya data yang telah diperbaiki akan direkapitulasi pada rapat terbuka di tingkat PPS dan PPK, juga harus dihadiri oleh panwas dan saksi pasangan calon akan diirekap ti tingkat kabupaten untuk ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kemudian DPT tersebut kembali harus diserahkan kepada PPS melalui PPK untuk diumumkan kepada publik sampai pada hari H pemungutan suara.

Semua tahapan tersebut merupakan tahapan normal dan ideal yang telah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 2, tahun 2020. Namun keseluruhan tahapan tersebut akan berubah total menyusul dikeluarkannya kebijakan KPU melalui surat nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19. Kebijakan selanjutnya disusul dengan pengusulan penundaan jadwal hari H pemilihan untuk tidak dilaksanakan pada 23 September 2020, yang kemudian diamini DPR, Pemerintah, serta DKPP dan Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara pemilu lainnya.

 

Nasib Pemutakhiran Data Pasca Penundaan Tahapan

Kebijakan penundaan tersebut juga berkonsekuensi pada penundaan semua aktivitas tahapan pemilihan yang dilaksanakan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilihan Tahun 2020 yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Keputusan penundaan tahapan tak terbatas waktu, akan ditentukan kemudian. Demikian bunyi Keputusan KPU RI. Namun, perkara penyiapan data pemilih, tidak serta merta bisa ditinggalkan begitu saja. Sebab, bisa dibayangkan betapa kacaunya proses pemutakhiran data, jika sewaktu-waktu kebijakan penundaan dicabut, sementara bahan-bahannya sama sekali belum siap. Ratusan ribu data menanti untuk dicermati.

Oleh karena itu selama masa WFH, bersama dengan tim data KPU Trenggalek, dari rumah masing-masing, kami tetap melakukan tugas-tugas penyiapan bahan pemutakhiran data pemilih. Selain itu, kami tetap membangun komunikasi dan koordinasi intensif dengan penyelenggara badan ad hoc di tingkat kecamatan (PPK).

Untuk membangun koordinasi yang baik selama WFH, kami memaksimalkan teknologi informasi berupa fitur grup whatsapp untuk berkomunikasi dan aplikasi e-meeting (video conference) untuk rapat. Sementara untuk lalu lintas pengiriman file-file yang harus ditindaklanjuti, aplikasi telegram yang kami pilih.

Perlu diketahui, bahwa salah satu konsekuensi munculnya kebijakan penundaan tahapan Pemilihan 2020 adalah cut off anggaran hibah Pemilihan. Artinya, KPU tidak diperkenankan melakukan transaksi keuangan untuk keperluan apa pun dari dana hibah pemilihan, terhitung mulai tanggal 31 Maret 2020.

Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional serta Stabilitas Sistem Keuangan dan menindaklanjuti Rapat Kerja atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri RI, KPU RI, Bawaslu RI, DKPP RI pada hari Senin tanggal 30 Maret 2020, yang salah satu poinnya menyebutkan bahwa “Dengan penundaan pelaksanaan Pemilihan Serentak 2020, Komisi II DPR RI meminta Kepala Daerah yang akan melaksanakan Pemilihan Serentak 2020 merealokasi dana Pemilihan Serentak 2020 yang belum terpakai untuk penanganan pandemi Covid-19.

Sehingga kegiatan penyelenggara ad hoc yang terlibat dan membantu dalam penyiapan pemutakhiran data pemilih selama masa penundaan, bersifat gotong-royong, voluntarisme, free, tidak berhonor alias tidak berbasis anggaran. Secara pribadi saya sangat bersyukur, sejauh ini diberikan mitra kerja yang cukup loyal. Walaupun tidak berbasis anggaran, namun mereka tetap siap membantu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.

Kami sampaikan kepada mereka, bahwa mungkin di sinilah hikmah yang bisa dipetik dari WFH akibat mewabahnya covid-19. Ketika pemerintah mengimbau untuk tidak melakukan aktivitas yang berpotensi menimbulkan kerumunan, ketika social dan physical distancing menjadi salah satu ikhtiar untuk mencegah dan memutus rantai penularan virus, ketika para tim medis berjuang di garda terdepan dalam perang melawan corona, tidak berlebihan jika saya sebut dengan cara inilah kita bisa berempati dan berkontribusi, menyiapkan dan menyelesaikan tugas-tugas pemutakhiran data pemilih tanpa harus memikirkan materi.

Yakin, Gusti mboten sare.

Artikel Baru

Artikel Terkait