Bukan hanya Tumpang Pitu ataupun Kalimantan, Kabupaten Trenggalek setidaknya juga pernah merasakan kekacauan yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas penambangan. Meski tidak sekacau di tempat lain, namun kebijakan diizinkannya proses eksplorasi tambang di Trenggalek cukup membuat hubungan masyarakat di sekitar tempat penambangan menjadi memanas.
Demonstrasi masyarakat bertemakan penolakan tambang terakhir kali digelar pada tahun 2017, yang melibatkan banyak warga Dukuh-Watulimo sebagai warga masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas tersebut. Meski pada proses eksplorasi belum banyak membuat perubahan topografi tanah, masyarakat khawatir jika suatu saat nanti, izin eksploitasi tambang benar-benar diteken oleh pemerintah. Kekhawatiran mereka sebenarnya mendasar, sebab sejauh yang saya lihat, tanah-tanah penambangan di tempat saya berkerja dulu di Kalimantan, banyak mengubah alam. Di sisi lain, masyarakat sudah kadung nyaman dengan alam yang tersedia saat ini. Pendapatan hidup masyarakat bergantung pada kebun dan ladang di sekitar area calon tambang.
Cerita tentang penolakan tambang di Trenggalek mungkin bisa berhenti jika pemerintah tidak memberikan izin pada investor. Ini sangat bergantung pada para pemangku kebijakan, baik di level kabupaten, provinsi maupun di level nasional. Sebab, urusan tambang emas masuk dalam kategori pertambangan mineral logam. Untuk melakukan aktivitas penambangan, tidak asal keruk saja.
Peran Pemerintah Daerah berkaitan dengan tambang emas sudah diatur dalam pasal 1 angka 29 Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi: “Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.” Yang menentukan WP adalah Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Lihat saja di dokumen RTRW Kabupaten Trenggalek terbaru hasil revisi, apakah Wilayah Pertambangan ada atau tidak ada? Jika ada, semua yang tidak setuju dengan adanya tambang di Trenggalek patut untuk khawatir.
Namun jika di dalam dokumen RTRW tidak ditentukan titik Wilayah Pertambangan (WP). Tidak perlu khawatir meski IUP (Izin Usaha Pertambangan) operasi produksi telah diterbitkan pemerintah, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, Wilayah Pertambangan harus ditentukan terlebih dahulu. Semoga saja Bupati Trenggalek masih dapat mendengar keinginan rakyatnya dan tidak lebih mendengar ambisi-ambisi para pemilik modal yang bahkan tanpa menambang pun sebenarnya masih bisa beli makanan.
Tambak-Tambak Udang Bermunculan
Tanpa bermaksud menyamakan persoalan tambang dan tambak, namun saya masih berkeyakinan bahwa kedua aktivitas ekonomi ini sama-sama memanfaatkan tanah untuk mendapat untung serta memiliki kemungkinan perusakan alam cukup tinggi. Tambak memiliki efek samping limbah yang dapat mencemari perairan sekitar. Untuk bisa mewujudkan tambak, tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang berpenghasilan rendah. Sudah pasti didanai oleh pemilik modal yang duitnya turah-turah.
Akhir-akhir ini, tepatnya di tahun 2020, banyak bermunculan tambak udang di dekat wilayah pantai, mulai dari garis pantai di Watulimo, Munjungan, sampai garis pantai Panggul. Munculnya tambak-tambak ini tercatat sudah sejak tahun 2018, namun masif di tahun 2020.
Munculnya tambak bukan sesuatu yang langsung mak-bedunduk jadi. Karena proses membuat tambak membutuhkan modal dan dukungan penuh untuk bisa survive. Misalnya, untuk menciptakan efek aerasi, dibutuhkannya kincir air yang terus menerus dinyalakan. Aerasi adalah upaya buatan untuk meningkatkan kandungan oksigen di lingkungan air, supaya organisme yang hidup di dalamnya (udang) tumbuh lebih sehat dan cepat. Bukan cuma itu, kincir air juga difungsikan sebagai penjaga kestabilan proses biologis, membantu percepatan penyebaran obat (kimia), pencampuran lapisan air bawah dengan air atas, membantu proses pemupukan air, serta mengarahkan kotoran dasar tambak ke pusat pembuangan sehingga mengefesienkan pembersihan kolam dasar.
Kincir air yang ada saat ini bukan digerakkan oleh angin melainkan digerakkan oleh generator yang energi utamanya dari listrik. Pada kondisi terntentu ada pula yang digerakkan dengan bensin atau solar. Namun jika kincir air terus menerus digerakkan oleh BBM, bisa saja menambah risiko bisnis bangkrut sebelum panen karena memang ongkosnya lebih mahal. Maka supaya kincir air terus bisa menyala, dibutuhkan suplay listrik besar dan stabil. Kita sudah tahu, penyedia listrik satu-satunya di Indonesia adalah PLN.
Hubungan Tambak dengan PLN
Tambak tanpa listrik sudah pasti mustahil, karena kincir air tidak bisa menyala. Tanpa kincir air, harapan hidup udang sangat rendah. Maka supaya ini bisa berjalan lancar, diperlukan dukungan dari penyedia listrik yakni PLN. Sebagaimana yang sekarang terjadi di seputaran pesisir Watulimo, PLN telah melakukan dukungan terhadap para pengusaha tambak dengan menambahkan saluran listrik berikut transformatornya. Maka keberadaan tambak di Trenggalek, ada sangkut pautnya dengan dukungan PLN.
Lalu kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah daya yang diberikan pada aktivitas usaha tambak oleh PLN tersebut mengurangi volume listrik yang seharusnya dialirkan kepada rumah tangga? Dan apakah modal yang dikeluarkan untuk menambah peralatan listrik serta nilai investasinya, mampu mendatangkan income yang lebih besar terhadap pendapatan negara? Katakanlah, selain dari pendapatan hasil penjualan listrik, apakah ada pendapatan yang diterima oleh kabupaten Trenggalek? Misalnya dari pajak.
Perijinan Tambak
Saya percaya 100% bahwa Kabupaten Trenggalek bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mana negara ini punya hukum untuk mengatur apa-apa yang berada di wilayah kekuasaannya. Prinsip aturan ini sebenarnya mengatur untuk teratur supaya tidak serba bertentangan satu dengan yang lain. Pun dengan peraturan pembuatan tambak udang di wilayah Kabupaten Trenggalek. Tentu saja ada peraturan sehingga diperbolehkannya udang tambak ada. Ia ada bukan semata dikehendaki ada, tapi juga memenuhi syarat untuk ada.
Usaha tambak udang terdaftar di OSS (Online Single Submission) kode 03254 dengan nama Pembesaran Crustacea Air Payau yang mencakup udang galah, udang windu, dan udang vaname. OSS berusaha menyederhanakan perizinan berusaha. Misalnya dalam memulai tambak udang biasanya harus mengurus hingga ke beberapa instansi. Kini cukup dengan membuat usaha menjadi berbadan hukum kemudian mengurus perizinan ke OSS, sebagaimana yang telah dijelaskan di laman Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Meski demikian, disederhakan macam apa pun, pengurusan budidaya udang tambak tidak secepat dan sesederhana itu. Secara detail ada beberapa izin yang harus ada, di antaranya:
- Data diri (KTP)
- NPWP
- Nama usaha dan NPWP
- Alamat tambak
- Data BPJS untuk tenaga kerja
- Identitas penanggung jawab
- Status lahan dan bangunan (sewa atau non sewa)
- Izin lingkungan: AMDAL, UKL-UPL, SPPL
- IMB + SLF
- Data rencana investasi atau modal
- Data perusahaan: Luas tambak, jumlah tenaga kerja
Sedangkan kategori jenis izin yang lebih detail, bisa dilihat di tabel di bawah, berikut instansi yang membidangi perijinan tertentu. Oh ya, beberapa perijinan seperti SLO Genset, SKTT Operator Gendset, izin Operasi Genset tidak diperlukan jika sumber energi pengolahan tambak (semisal kincir air) di-suplay dari PLN.
No | Jenis Izin | Instansi Terkait |
1 | Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) | Bupati |
2 | Advice Planning (Bappeda/PU) | Bappeda |
3 | SIUP Perikanan | Dinas Perikanan |
4 | CBIB/Indo GAP | Dinas Perikanan Provinsi |
5 | Izin Pengelolaan Air Laut Selain Energi | Dinas Perikanan Provinsi |
6 | Izin Pengelolaan Pemasangan Pipa dan Kabel Bawah Laut | Dinas Perikanan Provinsi |
7 | Izin Penampungan Limbah B3 | Dinas Lingkungan Hidup |
8 | Izin Pembuangan Air Limbah Cair (IPLC) | Dinas Lingkungan Hidup |
9 | Izin Lingkungan SPPL | Dinas Lingkungan Hidup |
10 | Izin Pengambilan Air Tanah/SIPA | Kementerian ESDM |
11 | Izin Operasi Genset/Laporan kepemilikan Genset | Kementerian ESDM |
12 | SLO Genset | Kementerian ESDM |
13 | SKTT Operator Genset | Kementerian ESDM |
14 | Izin Penampungan BBM | Kementerian ESDM |
15 | Izin Mendirikan Bangunan (IMB) | Dinas Penanaman Modal |
16 | SIUP Perdagangan | Dinas Penanaman Modal |
17 | Tanda Daftar Perusahaan (TDP) | Dinas Penanaman Modal |
18 | Nomor Induk Berusaha (NIB) | OSS |
19 | BPJS Jamsostek | BPJS |
20 | BPJS Kesehatan | BPJS |
21 | Wajib Lapor Tenaga Kerja | Dinas Tenaga Kerja |
Upaya pemerintah untuk lebih meringkas proses pengurusan perijinan melalui OSS memang patut diapresiasi. Namun yang patut dipertanyakan, apakah tambak-tambak yang dibuat di seputaran pesisir Watulimo sampai Panggul sudah mendapatkan izin? Pertanyaan ini untuk memastikan bahwa, tanpa adanya izin, apa yang hendak diambil menjadi khas daerah. Tidak mungkin negara mengambil pajak dari usaha ilegal.
Dampak Lingkungan Tambak Udang
Usaha apa pun jika tidak dilakukan dengan cermat dan teliti pasti akan membawa dampak buruk, bisa bedampak pada manusia maupun lingkungan. Oleh karena itu, usaha-usaha ekonomi yang memanfaatkan alam secara langsung sudah diatur aturan. Aturan ini diaplikasikan dalam dokumen perizinan yang dimaksud biasa disebut AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup), UKL-UPL Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan).
Bukan hanya tambak, usaha tambang pun harus mengantongi dokumen ini. Tujuannya untuk memberi kepastian bahwa usaha-usaha ekonomi yang memanfaatkan langsung sumber daya alam tidak malah merusak alam itu sendiri. Andai dinalar, jika sudah ada dokumen di atas, sudah pasti usahanya aman. Tapi pertanyaannya adalah, apakah tambak-tambak di Trenggalek sudah mengantongi dokumen tersebut? Sesuai aturan, dokumen tersebut seharusnya bisa di-tracking di Dinas Lingkungan Hidup. Pertanyaan selanjutnya, jika belum punya dokumen tersebut kenapa sudah bisa beroperasi?
Untuk kemunculan tambak di Watulimo, kemungkinan belum bisa di-tracking dampak langsung terhadap lingkungan, namun sudah bisa dinilai apa dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar, seperti adanya pendapatan dari sewa lahan atau bayaran yang didapat atas hasil kerja. Namun di seputar tambak Munjungan, dampak lingkungan mungkin sudah bisa dilihat, tahun 2018 silam. Saya berkunjung ke Munjungan dan mendengar langsung keluhan masyarakat. Nyatanya, limbah air pembuangan dari tambak, menyebabkan bau tidak sedap dan mengancam upaya-upaya konservasi mangrove yang dilakukan komunitas lokal, yang sebagian sedang akan tumbuh lalu mati karena limbah tersebut. Saya mengembangkan kecurigaan bahwa efek limbah ini bisa sampai ke laut dan menganggu biota alami yang ada di dalamnya.
Saya sangat menyadari bahwa, untuk bisa bertahan hidup manusia butuh berusaha. Usaha bisa dilakukan dengan memanfaatkan alam. Tapi di sisi lain manusia juga butuh tempat hidup layak yang didukung lingkungan yang sehat. Dan yang lebih penting, alam ini bukan hanya untuk memenuhi hajat hidup kita yang masih hidup sekarang, tapi juga untuk generasi kita ke depan. Kita masih butuh beranak pinak bukan?