Pencemaran lingkungan akibat tumpukan sampah yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Desa Mrican, Kecamatan Jenangan, Ponorogo, masih bergulir hingga saat ini. Permasalahan ini harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo. Mengingat dampak tumpukan sampah yang dirasakan oleh masyarakat semakin meresahkan.
Hal itu disampaikan oleh Ibnu Athoilah, Perwakilan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mrican. Ibnu mengatakan, dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat ialah pada sektor pertanian. Sejumlah petani di Desa Mrican mengalami gagal panen pada musim panen lalu, tepatnya di bulan Maret. Ibnu menyebutkan sekitar 60% hasil padi gagal dipanen akibat air lindi tumpukan sampah yang mengalir melalui sungai.
“Kalau diamati beberapa tahun ini, [gagal panen] karena air lindi dari tumpukan sampah. Aliran sungai di Mrican sini sudah rusak karena tertimbun tumpukan sampah. Jadi kalau setiap musim penghujan, rembesan air lindi masuk ke aliran sungai,” terang Ibnu saat dikonformasi melalui telepon.
Ibnu menjelaskan, sungai yang melewati area TPA Mrican tersebut mengairi lahan sawah di antara Dusun Pondok Sari dan Dusun Ngudi Makmur, Desa Mrican. Ibnu menambahkan, air lindi yang berasal dari TPA Mrican berdampak pada lahan persawahan milik warga hingga radius 5 km.
Menurut keterangan Ibnu, Gapoktan Mrican sempat melakukan observasi ke beberapa lahan pertanian di Desa Mrican untuk mengetahui kondisi hasil pertanian. Dari observasi tersebut, diketahui bahwa hanya sekitar 40% padi hasil pertanian yang bisa dipanen.
“Padinya itu rusak. Kalau istilahnya orang Jawa ‘gabuk’, jadi tidak ada isinya, kosong-kosong seperti itu,” jelas Ibnu.

Ibnu mengatakan, pembakaran sampah yang terjadi di TPA Mrican juga turut memberikan dampak terhadap lahan pertanian sekitar TPA. Seringkali, tumpukan sampah di TPA Mrican terbakar ketika musim kemarau. Akibatnya, tanaman pertanian warga menjadi layu dan mati.
Bahkan, kata Ibnu, limbah sampah yang berasal dari TPA Mrican telah mulai berdampak pada kesehatan warga, khususnya para petani.
“Kemarin ada salah satu anggota [Gapoktan] yang terdampak [air lindi]. Setiap kali anggota itu ngluku [membajak] sawah, pasti mengalami gatal-gatal. Sudah dibelikan bermacam-macam obat tapi tetap tidak mempan,” jelasnya.
Melihat dampak yang telah dirasakan dari tahun ke tahun, berbagai elemen masyarakat telah memberikan aduan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan DPRD Kabupaten Ponorogo. Pada Selasa, (05/04/2022) masyarakat bersama segenap jaringan mahasiswa Ponorogo, melakukan demonstrasi di depan gedung DPRD Ponorogo. Masyarakat juga berhasil melakukan audiensi kepada DPRD Ponorogo.
“Ketika dilapori kemarin, katanya dari pihak DPRD akan mengusahakan, dan dari pihak DLH juga akan membangunkan talud [pembendung air lindi]. Nanti di area TPA itu akan dibuatkan sejenis kolam besar untuk mengolah air limbah,” ujar Ibnu.
“Dijanjikan proyeknya akan mulai dikerjakan bulan Juni. Tapi kalau dalam waktu dekat atau habis lebaran belum ada tindakan, warga mau memblokir jalan masuk ke TPA itu,” tambahnya.