Menjaga Keindahan Trenggalek Adalah Keharusan

Kesan awal yang saya dapatkan ketika berkunjung ke Trenggalek adalah ketenangan. Betapa tidak, suhunya sangat bersahabat, tidak terlalu panas juga tidak terlampau dingin. Di sepanjang jalan, ketika memandang aliran sungai yang melewati kota, juga cukup bersih, tidak seperti sungai di kota-kota lain yang dipenuhi aneka sampah, salah satunya popok dan plastik.

Kota yang tidak seperti kota pada umumnya, lebih tepatnya saya menyebutnya sebagai desa yang dikotakan. Rumah-rumah tertata rapi bersanding dengan persawahan. Damai, tenang dan asri. Mungkin kalau ada yang menyebutkan Trenggalek adalah tempat pensiun, saya sepakat. Karena suasananya sangat santai, cocok untuk self-healing bagi mereka yang ingin mengurangi stress, atau menyembuhkan diri dari depresi akibat dikoyak-koyak kejamnya perjuangan mencari sesuap nasi di kota besar, macam Surabaya dan Jakarta.

Ada yang membuat saya jatuh cinta dengan Trenggalek, tentu saja senyuman dan kehangatanmu. Itu salah satunya, tetapi hal yang paling membuatku jatuh cinta dari kabupaten ini adalah banyak tempat indah yang instagramable. Udaranya yang menjernihkan paru-paru, suhunya yang mengajak rebahan sepanjang waktu dan makanannya yang enak, terutama durian dan pecelnya.

Sayangnya, saat berkunjung kemarin, musim durian telah usai. Sungguh saya termasuk golongan orang-orang yang merugi. Tidak hanya durian, Trenggalek dikenal sebagai penghasil cengkih, sebagai pecinta kretek dan boga, wajib tahu ini. Selain itu, ada juga kopi, tapi saya belum berkesempatan mencicipinya. Kabar-kabarnya Trenggalek merupakan penghasil kopi yang cukup besar di era colonial. Ini dibuktikan dengan keberadaan perkebunan kopi dan pabrik pengolahannya di Kecamatan Bendungan, namanya Van Dilem. Sekarang jadi tempat wisata bernama Agrowisata Van Dilem.

Kunci Keindahan Trenggalek

Hamparan sawah luas di Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak, Trenggalek
Hamparan sawah luas di Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak, Trenggalek/Foto: Wahyu AO

Apa yang membuat Trenggalek begitu indah? Tidak perlu penjelasan melangit untuk menjabarkannya. Jika kalian memahami, mengapa suhunya bersahabat, udaranya bersih, airnya melimpah dan sangat baik, banyak lahan pertanian, banyak durian, cengkih sampai kopi. Itu semua karena ekosistemnya terjaga, khususnya hutan dan gunungnya (karst).

Selain itu, corak ekonomi di Trenggalek juga mendukung daya tahan ekosistem. Mayoritas adalah petani, baik di persawahan yang menghasilkan bahan pangan seperti beras ataupun yang berkebun di kawasan hutan dengab komoditas unggulan durian dan cengkih. Uniknya, tanpa harus diajari, warga Trenggalek sudah menerapkan ekonomi yang berdaya pulih. Di mana mereka memanfaatkan ruang-ruang di kawasan hutan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, tanpa merusak hutan atau gunung.

Praktik ekonomi tersebut lahir dari pengalaman, bagaimana mereka memanfaatkan kawasannya secara tepat guna, tanpa harus mengubah ruang. Pengalaman tersebutlah yang menjadi pengetahuan turun temurun, diwariskan sebagai kearifan lokal. Memenuhi kebutuhan untuk hidup, tetapi juga merawatnya. Menjaga hutan, gunung, juga mata air, berarti memperpanjang napas. Kalau istilahnya orang-orang yang belajar ekologi, terjaganya benefit yang diberikan alam melalui jasa lingkungan atau ekosistem.

Alun-Alun Trenggalek saat senja
Alun-Alun Trenggalek saat senja/Foto: Wahyu AO

Maka tidak mengherankan, wilayah seperti Kampak, Munjungan, Watulimo sampai Bendungan, kaya akan hasil alam. Sebagai catatan, Kecamatan Watulimo, Kampak, Panggul, Dongko, Pule, Suruh dan Bendungan mempunya luas panen wilayah Cengkih hampir 5.738,54 hektare. Lalu, ada sekitar 1.015,40 hektare luas wilayah panen durian yang tersebar di 10 dari 14 kecamatan di Trenggalek. Wilayah paling luas berada di Kecamatan Watulimo 330,30 hektare, Dongko 235,70 hektare, dan Munjungan 119,90 hektar. Sebagai contoh di Kampak, pilihan ekonomi yang sejalan dengan perawatan ekosistem mendorong terjaganya sekitar 80 sumber mata air yang tersebar di 14 dusun.

Selain sektor perkebunan yang sebenarnya konsepnya mau tidak mau diakui sebagai bentuk praktik agroforestry, karena tidak mono, serta yang ditanam adalah jenis pohon yang merawat tanah dan air. Trenggalek juga terkenal karena wisatanya, konsep yang dipakai pun lebih dekat ke ekowisata. Di mana menekankan pada wisata alami, dengan mengandalkan keindahan alam. Oleh karena itu. menobatkan Trenggalek sebagai kabupaten pro iklim atau pioner melawan perubahan iklim, saya kira tidak berlebihan.

Keindahan Trenggalek Harus Dijaga

Wisata Banyu Nget Watulimo Trenggalek
Wisata Banyu Nget Watulimo Trenggalek/Foto: Wahyu AO

Apa yang paling susah dalam lika-liku kehidupan? Jika boleh sok tahu, hal tersebut adalah mempertahankan dan menjaga. Seperti memulai sebuah hubungan atau saat memilih sebuah komitmen untuk bersama-sama mengarungi kerasnya dunia, mungkin sulit. Tapi yang paling sulit adalah mempertahankan dan menjaga. Kalau gampang, angka perceraian tidak tinggi!

Sama, jika membincangkan apa yang paling berat dalam menjaga keindahan Trenggalek? Tentu mempertahankan dan menjaga kawasan hutan sampai gunungnya agar tidak dialihfungsikan menjadi peruntukan lain, seperti pertanian semusim, wisata rakus ruang dan tambang. Sekali berganti, maka potensi penurunan daya tahan ekosistem tidak terhindarkan. Dari lahan yang mulai sempit, kesuburan menurun sampai rusaknya sumber mata air.

Sebagai contoh Kota Batu, karena ekspansi wisata buatan, perumahan sampai hotel-hotel mengakibatkan beberapa sumber mata air rusak, dari 111 titik sumber mata air tersisa hanya 57 titik. Selain sumber, apel sebagai icon Kota Batu mulai perlahan punah, akibat alih fungsi dan peningkatan suhu permukaan. Bencana juga semakin sering, karena alih fungsi kawasan hulu sebagai lahan pertanian sayur, sebagai konsekuensi alih fungsi lahan. Kalau mau lebih kejam, mungkin bisa berkunjung ke Kalimantan Timur, Papua atau Banyuwangi yang dikoyak-koyak tambang.

River Tubing Wisata Watu Kandang Pandean Trenggalek
River Tubing Wisata Watu Kandang Pandean Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek

Trenggalek akan menghadapi situasi serupa jika meloloskan tambang emas! Dengan luasan 12.813,41 hektare tersebar di sembilan kecamatan, yakni Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Gandusari, Dongko, Kampak, Munjungan, dan Watulimo. Konsesi tambang emas milik PT. SMN mengancam masa depan durian, cengkih, sumber mata air, wisata, ketenangan dan keindahan Trenggalek.

Jangan sampai nasib durian Trenggalek sama dengan nasib Apel Batu. Tinggal kenangan dan cerita turun temurun saja. Jangan sampai, matinya sumber mata air di Trenggalek menjadi beban bagi kehidupan masa depan. Karena air mulai rusak, akhirnya membeli, dari awal langganan bulanan, sampai harus membeli galonan atau jerigenan seperti di kota besar macam Jakarta dan Surabaya. Kebutuhan meningkat, penghasilan sama saja, banting tulang setiap hari. Kaya tidak, stress dan depresi iya. Lalu, mau self-healing ke mana? Mars?

Semoga, Trenggalek tetap menjadi Trenggalek seperti saat ini, kalau soal ekonomi, potensi ekonomi hijau non tambang dan beton banyak! Bisa contoh Bhutan, yang hidup dengan hutan tapi tetap bisa makan! Tidak usah jauh-jauh orang Kanekes (Baduy) hidup di hutan, merawat dan memanfaatkannya, saat semua panik soal pangan saat Covid-19 mereka santai, aman dan nyaman.

Sebagai penutup, saya pun pada akhirnya punya cita-cita baru, yakni jadi orang Trenggalek, ya kalau berjodoh, dengan catatan tidak ada tambang. Ya sama saja dong, kampung saya Tuban sudah ditambang karstnya, masak pindah ke tempat yang ditambang juga. Mending nabung buat ke Venus.

Artikel Baru

Artikel Terkait