Kondisi Sungai Tawing, Dulu Memprihatinkan Sekarang Telah Menunjukkan Tren Positif

Dulu sewaktu kecil, di sore hari sesudah tidur siang, saya dan teman-teman sering bermain air di sungai. Mandi di sungai seperti hal wajib yang dilakukan anak-anak SD zaman dulu.

Sekarang zaman sudah berubah, anak-anak lebih memilih menggenggam gadget untuk menghabiskan masa kecilnya yang penuh fantasi dan kesenangan.

Banyak faktor yang menyebabkan perubahan pola kehidupan anak-anak, salah satunya adalah perubahan lingkungan yang signifikan. Sungai Tawing, di Kecamatan Kampak, yang dulunya bersih saat musim panas, sekarang keruh dan penuh limbah rumah tangga, yang dialirkan dari rumah-rumah warga di pinggiran kali.

Menurut penuturan warga sekitar area hilir sungai tersebut, limbah yang banyak mencemari Sungai Tawing adalah limbah detergen. Limbah tersebut berasal dari rumah-rumah warga dekat hulu, yang entah secara sengaja atau tidak, membuang sisa limbah detergen mereka ke Sungai Tawing.

Versi lain dari warga bantaran sungai mengatakan, bahwa limbah tersebut berasal dari sisa-sisa sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Katanya, sampah itu memang sengaja dibuang ke sungai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Sungai Tawing dari bawah jembatan di Desa Senden, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek
Sungai Tawing dari bawah jembatan di Desa Senden, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek/Foto: Aldestra Bagas Wardana

Terlepas dari pertanyaan “dari mana asal limbah tersebut”, dampak yang ditimbulkan juga harus diperhatikan oleh khalayak ramai. Salah satunya, seperti yang kami katakan tadi, ketertarikan anak-anak pada alam semakin berkurang, karena faktor ketidakbersihan lokasi-lokasi bermain di alam seperti di sungai.

Banyak anak-anak yang mengeluhkan hal tersebut. Terlebih ketika anak-anak itu memang naluri alaminya adalah bermain di alam, tetapi terus dihalangi oleh masalah seperti pencemaran tersebut. Dampaknya, anak-anak mencari pengalihan, misalnya, dengan bermain gawai.

Menurut liputan teman kami, pada saat musim penghujan, seringkali sampah-sampah nyangkut pada tumbuh-tumbuhan di bantaran sungai. Setelah air surut, limbah fisik tersebut masih menyangkut di sana dan menimbulkan bau tidak sedap.

Sementara di Desa Senden bagian utara, meluapnya Sungai Tawing juga sering mengakibatkan banjir. Kejadian tersebut sangat merugikan masyarakat, karena bukan hanya sektor ekonomi yang lumpuh, melainkan juga sektor kesehatan terkena dampak serius problematika ini. Terlebih kebanyakan limbah tersebut mayoritas merupakan limbah plastik yang sulit terurai.

Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam akun Instagramnya, @ditps.klhk, Rabu, 7 Juli 2021, menyatakan setiap sampah plastik baru bisa terurai dalam waktu berbeda-beda. Mereka menyebut kantong plastik baru bisa terurai sekitar 10 hingga 500 tahun. Sedangkan sedotan plastik bisa terurai sekitar 20 tahun. Sementara gelas plastik terurai dalam kurun waktu sekitar 50 tahun. Maka dari itu, persoalan sampah ini dikhawatirkan akan mengganggu ekosistem sungai dalam jangka panjang.

Sungai Tawing di Desa Senden, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek
Sungai Tawing di Desa Senden, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek/Foto: Aldestra Bagas Wardana

Sungai Tawing termasuk sungai yang tercemar ringan. Data terakhir yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Trenggalek (BPS) pada tahun 2016 menunjukkan, bahwa ada 16 desa di Kabupaten Trenggalek yang mengalami pencemaran air. Oleh karenanya, beberapa tahun belakangan, pemerintah Kecamatan Kampak mulai melakukan pencegahan besar-besaran. Salah satunya dengan cara penambahan infrastruktur yang menunjang pembuangan sampah dan berbagai program seperti Desa Adipura di beberapa desa di Kecamatan Kampak.

Hingga sekarang ini, permasalahan tersebut mulai berkurang karena terealisasinya program-program pemerintah dan kesadaran masyarakat yang mulai meningkat. Dari penelusuran kami, masalah sampah di Sungai Tawing menunjukkan tren positif, dengan berkurangnya sampah-sampah yang menyangkut di bantaran sungai.

Kami berharap, lika-liku permasalahan ini segera berakhir dan tren positif seketika meningkat drastis. Karena bagaimanapun alam adalah sahabat alami anak-anak. Selagi masih ada, kita menggunakan ciptaan Tuhan tersebut sebaik mungkin dan menjaganya agar tetap lestari dan bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya.

Tentunya, bermain di mana pun harus dalam bimbingan orangtua. Kami hanya menarasikan kondisi kami dulu yang sudah berbanding terbalik dengan kehidupan anak zaman sekarang.

Lika-liku ini tentunya akan menjadi pelajaran bagi warga sekitar dan seluruh warga Trenggalek umumnya. Mengingat dampak yang ditimbulkan tidak seremeh itu, maka sebagai generasi penerus, kita bertanggung jawab untuk menjaga alam dengan sebaik-baiknya. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?

Nikmati alam dan jaga kelestariannya agar bisa dinikmati anak cucu kita nanti. Salam sehat!

Artikel Baru

Artikel Terkait