Review Film Basri & Salma: Sepasang Kekasih Tukang Odong-odong yang Menolak Punya Anak

Banyak anak, stress hilang. Hidup indah bagai bunga telang. Padat penduduk, tidak apa. Yang penting kita bahagia…”

– Potongan Lirik Lagu Koplo di Film Basri & Salma

Apa iya kalau banyak anak itu banyak rejeki? Apa iya kalau punya anak itu membuat keluarga semakin harmonis? Dan kenapa sih keluarga besar itu selalu mengejek anggota keluarga yang belum punya anak? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pokok persoalan yang saya amati di film Basri & Salma.

Film Basri & Salma in a Never-Ending Comedy (2023) menceritakan kisah Basri dan Salma, sepasang kekasih tukang odong-odong yang menolak punya anak. Alasan untuk belum memiliki anak tak secara jelas digambarkan dalam film berdurasi 15 menit itu. Saya menebak kalau Basri dan Salma menolak punya anak dari ending film 17+ ini.

Ending film menampilkan Basri dan Salma melakukan hubungan seksual di odong-odong, saat malam tahun baru di Makassar. Saat bercinta, Salma bilang “Basri, sampai kau keluarkan di dalam, kubunuh kau”.

Saya melihat adegan ini sebagai bentuk pernyataan sikap bahwa Basri dan Salma ingin bebas menentukan masa depan keluarganya. Juga sebagai sikap untuk melawan tekanan dari keluarga Islam yang patriarki.

Sikap itu dipicu dari tekanan keluarga besarnya yang menanyakan serta mengolok-olok Basri dan Salma yang belum punya anak setelah 5 tahun menikah.

Banyak Anak, Banyak Berkah, Banyak Masalah

review-film-basri-salma-sepasang-kekasih-menolak-punya-anak2
Potret keluarga Islam yang patriarki dalam Film Basri dan Salma/Foto: Dok. Film Basri & Salma

Sehari sebelum tahun baru, Basri dan Salma berkumpul dengan keluarga besar. Ada Ibu Basri, Rusdi dan Fatma (suami istri), Firman dan Risma (suami istri). Ada juga anak-anak dari Rusdi dan Firman.

Menjelang maghrib, sekitar jam 5 sore, keluarga besar Basri memenuhi ruang makan yang diterangi lampu kuning remang-remang. Di meja makan itu ada Basri, Ibu Basri, Rusdi dan Fatma, serta Firman. Sedangkan Salma dan Risma menyiapkan makanan. Lalu, Risma juga berusaha menidurkan anak perempuannya yang paling kecil. Sementara tiga anak Rusdi bermain ke sana-sini. 

Sambil menyantap makanan, Rusdi memancing pertanyaan pembuka untuk meroasting Basri dan Salma, “Kau akan ke mana pada malam tahun baru, Basri?”

“Saya tidak akan kemana-mana, sih,” Basri dan Salma berencana tetap kerja, karena pasti banyak anak-anak di malam tahun baru.

“Ngomong-ngomong soal anak, kenapa ni salma belum hamil?” sang Ibu menanggapi pancingan Rusdi.

Rusdi menyebut kalau Basri kalah dengan Firman yang sudah punya dua anak. Menanggapi Rusdi, Firman dengan menertawakan kelahiran anak perempuannya.

“Risma kemarin bilang untuk tidak dibuahi…Tapi saya kebablasan, hahahahaha…”

“Dia tetap suka,” Fatma menyahuti Firman sambil tertawa. Semua orang di meja makan tertawa. Basri hanya cengar-cengir dan tak menanggapi. Sementara raut wajah Salma yang menuangkan air putih terlihat murung.

Ketika semua tertawa, handphone Rusdi ada panggilan masuk dari nomor +6285156647416. Saat saya cek di getcontact, nomor itu atas nama George Fernandet. Dalam situs themoviedb.org, nama George Fernandet tercatat sebagai Art Department Assistant dari film Basri & Salma.

Dugaan saya, nomor itu digunakan untuk properti pinjol atau penagih hutang di film. Sebab, di awal film, Salma mendapat panggilan dari orang tak dikenal yang menyuruh Rusdi untuk bayar utang. Kalau tidak dibayar, video hubungan seksual Rusdi dan istrinya akan disebar.

Rusdi segera mematikan panggilan nomor itu tanpa diketahui semua orang.

“Enak rasanya kalau banyak anak-anak di rumah,” kata ibu Basri.

“Apalagi, semakin banyak anak, pasti rejeki kita akan dilimpahkan Allah. Saya ingat sekali waktu hanya Rahmi, anak saya yang lahir, rasanya beda sekali dengan sekarang. Sekarang sejak anak saya sudah tiga, syukurlah, rejeki selalu berdatangan,” ujar Rusdi.

“Iya, betul” Fatma asal sahut.

“Dan, kehadiran anak juga bisa membuat keluarga lebih harmonis. Jangan-jangan kelaminmu sudah tidak bisa berdiri? Hahaha…” Rusdi tak henti-hentinya meroasting Basri.

“Jangan-jangan punyamu cuma segini [seukuran jajan hijau, seperti dadar santan khas Makassar]” Fatma lagi-lagi ikut menyahut.

Sementara Firman memeragakan jari yang masuk ke lubang seperti saat bercinta, “tidak sampai masuk di rahim, hahahaa…”

“Tidak mungkin lah,” ucap Basri sambil cengar-cengir.

“Kau belum lihat anak baruku, Fitrah. Risma, ambilkan Fitrah. Basri ingin melihatnya,” kata Firman.

“Aku kesulitan menidurkan dia, ya. Basri, langsung ke kamar saja kalau ingin melihat Fitrah,” jawab Risma.

Firman langsung memukul meja. Ia berdiri. Berniat mengambil anak kecil perempuannya yang susah tidur untuk dipamerkan ke Basri. Tangan Basri menahan Firman. Basri bilang ia saja yang datang ke kamar untuk melihat Fitra.

Kembali duduk di kursi, Fiirman menggerutu “Kenapa ada perempuan pemalas sekali. Perempuan macam apa kau?”

Sambil memalingkan badan, Risma menyindir Firman, “yang tidak punya kerja siapa, yang pemalas siapa”.

Firman menggeser kursinya. Ia berjalan tergesa-gesa ke arah Risma. Salma yang berusaha menahan malah kena sikut kanan Firman.

“Kau bilang apa lonte?” umpat Firman kepada istrinya yang memakai hijab warna kuning itu.

Tanpa basa-basi, Firman menarik Risma hingga jatuh. Firman menginjak-injak Risma. Semua orang bergegas melerai sosok suami yang kasar itu.

Fatma membantu Risma. Hijab yang sipakai Risma sudah lepas, “Kau bilang apa? Kurang ajar sekali mulutmu?…selama ini saya sudah sabar menghadapi dia…bangsat, hanya kontolmu saja yang kau handalkan”.

Pertengkaran di suasana maghrib yang disaksikan anak-anak itu semakin kacau. Risma terus meneriaki Firman.

Raut wajah Salma terlihat sedih dan ketakutan. Ia segera menggendong salah satu anak dan mengajak anak laki-laki dan perempuan lainnya untuk menjauhi pertengkaran orang tua itu. Salah satu anak Rusdi berjalan sambil menutupi kedua telinga dengan dua tangannya.

“Lonte!” umpat Firman.

“Kelakuanmu hanya ngentot terus,” balas Risma.

Apa Arti Keluarga?

review-film-basri-salma-sepasang-kekasih-menolak-punya-anak3
Basri dan Salma yang bekerja sebagai tukang odong-odong/Foto: Dok. Film Basri & Salma

Malam tahun baru di Makassar tiba. Sebelum film sampai pada ending, Basri dan Salma terlihat merenungi pertengkaran di meja makan keluarga besarnya yang katanya dilimpahi rejeki, harmonis, dan bahagia. Ketika suasana sepi, Basri menaiki odong-odongnya sendiri sambil menghisap rokok.

Salma juga menghisap sebatang rokok. Ia merekam kelakuan Basri yang mirip anak-anak pelanggan odong-odongnya.

“Kau mau berapa kali putaran dek?” tanya Salma ke Basri.

“Kamu ngapain, sih?”

“Murung banget sih kamu. Senyum sedikit dong”.

Basri menyandarkan kepalanya di perut Salma, sambil memeluknya. Salma masih menghisap sebatang rokok yang belum habis. Basri memegang pantat Salma. Kemudian, mereka saling beradu pandang. Basri seperti terpesona melihat wajah Salma dengan latar kerlap-kerlip lampu neon berbentuk love. Lalu, tibalah adegan ending.

Ya, begitulah kira-kira film  Basri & Salma in a Never-Ending Comedy. Terkait pesan-pesan, kelebihan, dan kekurangan film, silakan nilai sendiri. Setelah menonton film ini, coba jawab pertanyaan: apa arti keluarga?

Kalau menurut saya, keluarga adalah tempat untuk menangis dan tertawa bersama. Setidaknya, dalam film Basri & Salma, tangis serta tawa itu diwakilkan oleh Basri dan Salma. Mereka benar-benar menangis dan tertawa bersama. Mereka saling memahami, saling menerima, dan saling mendukung.

Tidak seperti kerabat Basri dan Salma lainnya. Kebahagiaan Rusdi dan Fatma terkesan seperti kebahagiaan semu. Rusdi menutupi masalah pinjol dengan kedok banyak anak banyak rejeki. Sementara itu, Firman dan Risma terlihat jelas betapa kacau hubungan suami-istri mereka. Firman memaksakan makna bahagia kepada istri dan anaknya melaui kuasa laki-laki.

Basri dan Salma ingin tetap bahagia menjalin hubungan keluarga meski memilih tidak memiliki anak. Film Basri & Salma memang fiksi, tapi kebahagiaan keluarga tanpa anak itu tak sekedar fiksi. Di kehidupan nyata, ada pasangan suami-istri yang kisahnya mirip Basri dan Salma.

Veronica Wilson, menikah dengan lelaki Batak yang memegang keras tradisi serta percaya bahwa keturunan merupakan bagian penting dalam upaya mempertahankan nama keluarga. Sang suami mendukung keputusan Veronica untuk tidak memiliki anak.

Dalam wawancaranya dengan VOA Indonesia, Veronica mengatakan alasan utamanya untuk tidak memiliki anak karena pengalaman hidup terkait almarhum ibunya. Hubungan Veronica dengan ibunya sangat tidak akrab. Ibu Veronica juga berperilaku toksik. Sehingga, Veronica khawatir perilaku toksik dari ibunya akan menurun padanya dan keturunannya. Kalau diingat-ingat, Ibu Basri (mertua Salma) juga toksik.

Keputusan untuk tidak memiliki dari Salma dan Veronica ini sepertinya menandakan kalau mereka ingin mencapai kebahagiaan dengan mengurangi potensi penderitaan. Banyak anak banyak masalah?

Musisi Syifasativa tampaknya juga ingin menyuarakan kalau banyak anak itu banyak masalah. Tanpa basa-basi, Syifasativa membuat lagu dengan judul “Matilah Kau Nak”. Lagu ini menceritakan kekesalan orang tua yang bekerja sebagai pengemis kepada anaknya. Kemiskinan membuat anak itu tak bisa berkencan dengan temannya.

“Ah, matilah kau nak. Dunia ini bukan untukmu, kau harus percaya. Ah, matilah kau nak. Aku juga sebenarnya tak merasa hidup”.

Bayangkan lagu itu dinyanyikan oleh Firman yang tempramen dan tak segan memukul istri serta menyeret anak kecilnya. Relate gak sih?

Yah, entahlah. Kebahagiaan suatu keluarga juga tak bisa ditafsirkan begitu saja. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana akhir dari cerita suatu keluarga.

Tapi ingat, Kepala Kepala Dinas Kesehatan dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk KB) Trenggalek, Sunarto, baru-baru ini bilang “keengganan keluarga untuk memiliki lebih dari satu anak sudah mulai terlihat”. Kata Sunarto, program KB penting supaya keluarga bisa menjadi bahagia dan sejahtera.

Jadi, banyak anak tidak membuat sejahtera…???

Artikel Baru

Artikel Terkait