Usia remaja selalu diidentikkan dengan cinta-cintaan. Pada usia ini hormon yang ada dalam tubuh kita mengalami fase perubahan.
Bisa dikatakan setiap remaja pasti pernah merasakan jatuh cinta kepada lawan jenisnya, entah itu laki-laki maupun perempuan. Biasanya, laki-laki lebih ekspresif dalam mengungkapkan perasaan cintanya dan perempuan cenderung menyembunyikan perasaan cintanya
Bagi laki-laki yang beruntung, mempunyai penampilan menarik, pandai berkomunikasi, atau mempunyai kelebihan-bakat tertentu dan hal yang disukai perempuan, maka akan lebih mudah mendapatkan balasan cinta.
Berbeda dengan laki-laki cupu seperti saya. Maksud laki-laki cupu di sini adalah ketika tak mempunyai kelebihan-kelebihan yang bisa disukai oleh perempuan. Untuk mendapatkan balasan cinta jauh lebih sulit entah kita sudah berjuang begitu kerasnya (padahal usahanya cuma chat lewat WhatsApp).
Pada intinya saya minder ketika ingin mendekati perempuan. Karena merasa diri terlalu payah. Terkadang saya kepikiran, mengapa mereka (kebanyakan teman-teman saya) yang padahal biasa saja bisa punya pacar tapi saya tidak.
Namun apakah saya putus asa? Tentu saja tidak (meski pernah fuck-up dunia cinta-cintaan dan itupun hanya sebentar). Saya berpengalaman mengalami penolakan demi penolakan semenjak pertama kali saya jatuh cinta. Dan cara mereka menolak itu beraneka ragam dan unik.
Ada yang sudah menjauh sebelum saya bisa dekati, ada yang menolak karena “lebih baik kita temenan ajahh”. Dan ada yang menolak karena tidak ingin pacaran dan beberapa bulan setelahnya sering post foto laki-laki lain.
Nah, pada suatu hari, saya menemukan sebuah “jurus” yang bisa dipakai untuk mendapatkan hati perempuan. Saya mendapatkan pencerahan ketika menonton video di channel YouTube-nya Wira Nagara, saat Mas Wira dan Mas Dzawin mengobrol dalam sebuah pendakian gunung.
Ini bukan ilmu sihir atau sejenisnya, melainkan kita mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri kita. Sehingga kita menjadi unik dan berbeda dari laki-laki kebanyakan yang berkeliaran di luar sana (sementara saya menangkapnya begitu).
Oke, bagaimanakah itu? Dalam matematika, kita mengenal peluang dan usaha. Lalu ini yang kita (laki-laki) terapkan untuk meluluhkan hati perempuan.
Saat kita jatuh cinta, kita mempunyai peluang untuk diterima dan usaha untuk meluluhkan hatinya. Jadi tingkatkan peluang untuk bisa diterima dan lakukan usaha-usaha agar peluang yang kita miliki menjadi optimal.
Ada kriteria-kriteria tertentu dan sangat subjektif untuk setiap perempuan. Jika setiap kriteria tersebut ada dalam diri kita, maka itulah peluang. Semakin banyak kriteria yang ada dalam diri kita alhasil peluang kita akan semakin banyak.
Namun sebaliknya, setiap kriteria yang tidak ada diri kita, maka akan semakin berkurang peluang kita. Lalu bagaimana cara mengatasi ini?
Kita fokus pada diri kita sendiri, jangan terbawa oleh standar-standar (laki-laki idaman atau idimin) yang ada di internet. Mulailah kenali potensi diri kita dan kembangkan potensi itu. Apa yang bisa membuat perempuan yang kita sukai tertarik dengan kita, itulah fokusnya.
Hal inilah yang coba saya terapkan akhir-akhir ini. Saya mulai menggali potensi pada diri saya dan melepaskan ‘rasa malu’ yang selama ini membelenggu, termasuk saat menulis tulisan ini. Atas saran seorang teman, dia memberi masukan untuk menulis berdasarkan diri saya dan ini belum pernah saya lakukan sebelumnya.
Oke, kembali ke topik. Ketika saya jatuh cinta (kembali) kepada perempuan, maka hal pertama yang ingin saya terapkan adalah mengoreksi diri apakah saya benar-benar jatuh cinta atau hanya sekedar rasa ingin melampiaskan karena sudah lama tidak punya pacar.
Jika saya sudah yakin maka saya akan melakukan langkah selanjutnya, yakni mengenal lebih dalam perempuan yang saya cintai.
Saya mulai mengamati apa hobinya dan ketertarikannya pada apa, apa jurusannya (jika kuliah), bagaimana kesehariannya, dan lain-lain tentangnya.
Segala informasi tentangnya itu penting, meski hanya ukuran sepatu dan buku apa yang dia baja akhir-akhir ini. Bahkan jika perlu saya akan mencoba sedikit ‘terlibat’ tentang perkuliahannya, jika dia kuliah.
Untuk mendapatkan informasi, saya akan mengobrol di waktu luangnya. Karena menurut saya dengan begitu setidaknya saya tidak terlalu ‘agresif’ saat masa pendekatan. Dengan begitu dia tidak akan merasa terganggu dan kemungkinan besar bisa menerima kehadiran saya.
Dari informasi tentangnya, saya kembali merefleksikan diri. Apakah saya punya peluang, yakni hal-hal yang membuatnya tertarik ada pada diri saya atau tidak.
Dengan mengetahui itu, saya akan mengembangkan peluang tersebut, yang saya lakukan meningkatkan peluang-peluang yang ada. Dan jika ada hal yang dia sukai namun tidak ada pada diri saya maka saya akan menutupi dengan menambah hal yang berkemungkinan dia bisa suka.
Misalnya dia suka dengan laki-laki yang berwawasan dan kebetulan saya akhir-akhir ini mencoba untuk ‘gemar baca buku’. Memang dengan membaca buku bukan langsung menjadi berwawasan. Namun setidaknya dengan membaca buku saya sudah berkomitmen dan berusaha untuk menjadi seorang yang berwawasan.
Memaksimalkan satu peluang tidaklah cukup, harus ditambah dengan memaksimalkan peluang-peluang yang ada. Karena bagi saya, tidak akan pernah tahu dengan peluang yang mana saya bisa mendapatkan hatinya.
Meskipun sudah memaksimalkan peluang yang ada, saya harus bersiap jika dia tidak akan menerima saya.
Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, banyak hal tentangnya. Saya tidak bisa benar-benar tahu tentang segala ketertarikannya.
Bisa saja dia sudah jatuh cinta pada laki-laki lain yang tidak pernah saya sadari.
Meskipun membosankan, kata-kata seperti “cintai itu buta”, “cinta itu alami”, atau “cinta itu muncul dengan sendirinya”, tetap harus saya iyakan. Karena realita yang saya terima memang demikian. Dan satu hal lagi. Seorang bijak pernah berkata, “mencintai yang paling dahsyat adalah dengan mendoakan kebaikan bagi dirinya”.
Jadi, semoga saya bisa mendapatkan kekasih dengan cara menjadi penulis. Ada amin? 🙂