Hingga minggu pertama April 2020 ini, hampir semua media massa, baik cetak, elektronik maupun online, belum bisa lepas dari pembahasan mengenai makhluk Tuhan bernama Covid-19. Pun di kalangan masyarakat, dari yang tinggal di perkotaan, perdesaan, pesisir, hingga yang tinggal di pegunungan.
Masyarakat dengan berbagai label status sosial: kaya ataupun setengah kaya, semua riuh membahas virus Corona. Kondisi ini mungkin akan bertahan sampai beberapa waktu ke depan. Berdasarkan pernyataan dari pemerintah melalui gugus tugas nasional penanggulangan penyebaran virus Corona (Covid-19) tentang status tanggap darurat secara nasional hingga tanggal 29 Mei 2020.
Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa tahun 2020 adalah tahun politik. Tahun 2020 telah ditetapkan sebagai tahun penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota. Tak tanggung-tanggung, “Pemilihan Tahun 2020” ini pelaksanaannya direncanakan secara serentak di 270 daerah di seluruh di Indonesia. Trenggalek menjadi salah satu dari 270 daerah tersebut; juga menjadi satu dari 19 kabupaten/kota di Jawa Timur yang akan menggelar pemilihan bupati dan wakil bupati.
Penentuan bulan September 2020 sebagai waktu penyelenggaraan pemilihan serentak, didasarkan pada Undang-Undang Nomor 10, Tahun 2016, tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Walikota, yang secara tegas disebut dalam pasal 201 ayat (6) bahwa: “Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September Tahun 2020.”
Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Nomor 2, Tahun 2020, yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15, Tahun 2019, tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020, menunjukkan bahwa di minggu ke 3 (tiga) bulan Maret 2020, ada beberapa tahapan kegiatan pemilihan 2020 yang cukup padat dan saling beririsan.
Dalam kondisi ideal, rangkaian kegiatan pemutakhiran data pemilih untuk pemilihan 2020 di tingkat kabupaten dimulai tanggal 23 Maret 2020. Pada tanggal tersebut, KPU RI terjadwal menyerahkan DP4 hasil sinkronisasi kepada KPU kabupaten/kota, yang menyelenggarakan pemilihan. Selanjutnya KPU kabupaten/kota, menindak-lanjutinya dengan penganalisisan dan pencermatan. Secara bersamaan, KPU kabupaten juga harus melakukan pemetaan TPS serta menyusun daftar pemilih bersama dengan PPK dan PPS.
Proses penyusunan daftar pemilih tersebut dijadwalkan hingga tanggal 17 April 2020. Proses ini menghasilkan Daftar Pemilih per TPS untuk digunakan sebagai bahan pencocokan dan penelitian bagi Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Dalam penyusunan daftar pemilih, KPU kabupaten memprosesnya dengan 2 (dua) metode, yaitu manual dan digital. Metode manual adalah dengan mengonfirmasi data-data tersebut kepada PPK dan PPS serta pe-mutakhir-an oleh PPDP sesuai wilayah kerja masing-masing. Sementara metode digital, melakukan penginputan dan pengunggahan daftar pemilih setelah diolah lebih lanjut ke dalam Sistem Informasi Pendaftaran Pemilih, atau lebih dikenal dengan akronim SIDALIH.
Di tengah kegiatan pemetaan TPS dan penyusunan daftar pemilih, mulai tanggal 26 Maret hingga 17 April 2020, terdapat tahapan pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Selanjutnya bimbingan teknis pelaksanaan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) KPU kabupaten kepada PPK, PPK kepada PPS, dan PPS kepada PPDP. Coklit terhadap data pemilih dalam rangka pemutakhiran data dengan metode door to door akan dilaksanakan oleh PPDP pada 18 April hingga 17 Mei 2020. Semua tahapan tersebut telah diatur secara rijit dan tertuang tegas di dalam PKPU Nomor 2 tahun 2020.
Namun, di tengah mewabahnya bencana non-alam Covid-19 yang menjadi pandemi di seluruh belahan dunia ini, serta Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan beberapa kebijakan terkait penanganan dan upaya pencegahan penyebarannya lebih massif. Tidak bijak rasanya jika hanya demi kepentingan politik electoral, pemilihan “ngeyel” tetap diselenggarakan di tahun 2020. KPU sebagai lembaga/institusi yang mempunyai otoritas dalam menyelenggarakan Pemilihan Serentak 2020, cukup sigap dalam menghadapi dan merespon kondisi terkait pandemi virus ini.
Diawali dengan diterbitkannya Keputusan KPU RI pada tanggal 21 Maret 2020 Nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Setidaknya, ada beberapa poin penting yang ditelurkan dalam isi surat tersebut. Core of the core isi surat tentang penundaan sebagian tahapan pemilihan serentak 2020. 1) Pelantikan panitia pemungutan suara; 2) Verifikasi syarat dukungan calon perseorangan; 3) Pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih; dan 4) Pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, yang terdiri dari:
- Penyusunan daftar pemilih oleh KPU kabupaten/kota dan penyampaian kepada PPS tanggal 23 Maret 2020 s.d 17 April 2020;
- Pencocokan dan penelitian tanggal 18 April 2020 s.d 17 Mei 2020.
Melihat beberapa poin isi surat penundaan tersebut, memang ada beberapa tahapan yang tidak dilaksanakan di Kabupaten Trenggalek. Hal ini menyusul ketiadaan calon perseorangan yang mendaftar di KPU Trenggalek sampai batas terakhir pendaftaran (tanggal 23 Februari 2020). Sehingga praktis KPU Trenggalek hanya terdampak dengan 3 poin dari isi surat tersebut. Bahkan pada item pertama (pelantikan PPS), KPU Trenggalek telah melakukan pelantikan terhadap PPS di 14 Kecamatan setelah koordinasi matang dengan Pemerintah Kabupaten Trenggalek dan dengan stake holder terkait. Hal ini juga telah menjadi kesepakatan bersama yang diputuskan melalui Pleno KPU Kabupaten Trenggalek.
Yang membedakan pelantikan ideal dengan pasca diterimanya surat tersebut adalah pada mekanisme, tempat dan prosedurnya. Pelantikan PPS awalnya akan difokuskan di 1 (satu) tempat di Kabupaten Tenggalek, berubah menjadi dilaksanakan di masing-masing kecamatan. KPU kabupaten juga menerapkan prosedur pencegahan dan penanganan Covid-19 yang cukup ketat.
Prosedur yang dimaksud meliputi sterilisasi beberapa lokasi dan sekitar lokasi pelantikan dengan cairan disinfektan. KPU juga menyiapkan air bersih mengalir lengkap dengan sabun antiseptic di lokasi pelantikan. Semua peserta serta tamu undangan yang akan memasuki lokasi juga diharuskan mencuci tangan dengan sabun, dan disiapkan hand sanitizer. Selain itu, tempat duduk antar-peserta pelantikan dan undangan lainnya diatur saling berjarak minimal 1 meter. Semua itu dilakukan demi mematuhi imbauan pemerintah dan prosedur kesehatan.
Selanjutnya, dari surat KPU RI tersebut, KPU Kabupaten Trenggalek menindaklanjutinya dengan menerbitkan Keputusan Nomor: 60/HK.03.1-Kpt/3503/KPU-Kab/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek Tahun 2020, di mana inti poin dari keputusan tersebut adalah: penundaan pembentukan PPDP, penundaan pelaksanaan Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih, serta penundaan semua aktivitas tahapan Pemilihan yang dilaksanakan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilihan Tahun 2020, yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Tidak cukup di situ, bentuk responsif KPU terhadap bencana pandemik Covid-19 selain dengan menunda sebagian tahapan di bulan Maret hingga Mei 2020, belajar dari pengalaman beberapa peristiwa Pemilu 2019, salah satunya, banyaknya petugas penyelenggara yang meninggal. Walaupun belum bisa dipastikan meninggalnya mereka karena tugas kepemiluan, setidaknya merupakan pembelajaran sangat berharga. Untuk itu, dalam menghadapi pandemik global Covid-19, KPU juga mengusulkan tiga opsi penundaan jadwal hari H pemilihan. Semula akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020, diusulkan untuk ditunda, menjadi tanggal 9 Desember 2020, tanggal 17 Maret 2020, dan tanggal 29 September 2021.
Tentunya usulan penundaan tersebut harus diiringi komitmen untuk merealokasi anggaran yang belum terpakai untuk penyelesaian penanganan pandemik Covid-19 di mana detail mekanismenya akan diatur kemudian. Namun pengusulan atas 3 (tiga) opsi tersebut bukan tanpa masalah, karena opsi jadwal tersebut berada di luar jadwal yang telah diatur dalam Undang-Undang. Pengajuan usulan 3 (tiga) opsi tersebut menimbulkan kekosongan hukum.
Dalam situasi seperti ini, sebenarnya sudah disiapkan mekanisme yang bisa ditempuh, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 22, yang mengatakan “Presiden berhak menetapkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan memaksa.” Ya, penerbitan Perppu merupakan hal yang paling realistis yang bisa ditempuh, karena pembentukan Undang-Undang baru di parlemen akan lebih tidak masuk akal di tengah pandemi ini.
KPU menyampaikan usulan tersebut dalam Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat yang digelar Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri beserta penyelenggara pemilu Indonesia (Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) pada tanggal 30 Maret lalu. Dari tiga opsi penundaan tersebut, belum diputuskan opsi mana yang akan diambil dan masih akan dibahas lebih lanjut oleh Pemerintah, DPR dan KPU.
Dalam rapat kerja/rapat dengar pendapat tersebut, setidaknya ada 4 (empat) poin kesepakatan penting yang dihasilkan, di antaranya:
- Demi mengedepankan keselamatan masyarakat, komisi II DPR RI menyetujui penundaan tahapan Pemilihan Serentak 2020 yang belum selesai dan belum dapat dilaksanakan;
- Pelaksanaan Pemilihan Lanjutan akan dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPR;
- Dengan penundaan pelaksanaan Pemilihan Serentak 202, maka komisi II DPR RI meminta pemerintah untuk menyiapkan payung hukum baru berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU); dan
- Dengan penundaan pelaksanaan Pemilihan Serentak 2020, komisi II DPR RI meminta kepada kepala daerah yang melaksanakan Pemilihan Serentak 2020, untuk merealokasi dana Pemilihan Serentak 2020 yang belum terpakai untuk penanganan pandemi Covid-
Usulan penundaan Pemilihan Serentak 2020 adalah pilihan yang paling bijaksana saat ini. Sebagaimana diketahui bahwa wabah Covid-19 dapat menyebar dengan sangat cepat, baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung. Sementara agenda demokrasi elektoral, dalam proses tahapannya akan banyak membutuhkan kontak fisik, pergumulan massa, mobilisasi warga dalam jumlah besar (bimtek, kampanye, sosialisasi, pemungutan suara dll). Maka semangat social dan physical distancing yang diimbau pemerintah, hanya bisa dijalankan oleh KPU dan jajarannya melalui usulan penundaan tahapan dan hari H Pemilihan.
Saat ini kepentingan kemanusiaan menjadi prioritas ketimbang masalah-masalah lain, termasuk Pemilihan Serentak 2020, karena proses-proses electoral ini masih sangat memungkinkan untuk diundur dan ditunda. Sementara penanganan bencana Covid-19 untuk melindungi eksistensi ras manusia Indonesia ini tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (salus populi suprema lex esto). Di sinilah ruh demokrasi yang sebenarnya akan diuji, bahwa istilah demokrasi for humanity akan sangat bisa dirasakan dalam situasi sulit seperti sekarang. Demokrasi harus berdiri di atas prinsip-prinsip kemanusiaan.
Tidak ada penyakit yang tanpa obat. Jika Tuhan menghendaki sembuh, maka tiada kekuatan yang mampu menghalaunya. Semoga badai Covid-19 ini segera berlalu.