Karena tema yang diangkat bulan April di nggalek.co ini tulisan bertema bumi atau lingkungan, saya sebagai anak buah plus kontributor yang baik ya nurut. Maka itu saya akan menulis dengan tema itu lingkungan. Kali ini saya coba menulis soal sampah, ya karena ini masalah serius sejak umat manusia diciptakan. Apalagi yang membedakan sampah dulu sama sekarang cuma jumlah.
Sampah merupakan masalah serius di Indonesia, eh bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Karena variasi sampah ini sangat banyak mulai dari sampah rumah tangga, sampah medis, sampah beracun, hingga sampah di media social (medsos). Ya, memang sampah itu ikut ke mana pun manusia bermukim. Tapi kali ini saya tak akan membahas sampah secara global, saya cuma akan nyampah… eh salah, menulis soal sampah di Trenggalek dan anomalinya bagi keberlangsungan hidup di kota kecil ini.
Di Trenggalek meski masalah sampah tidak sebesar masalah sampah di Tiranopholis, tetap saja persoalan sampah membuat kita nyinyir terus. Siapa yang disalahkan soal sampah, siapa lagi kalau bukan the one and only this is Pemerintah! Mungkin jenis kelamin pemerintah ini laki-laki dan rakyat itu perempuan, pantes salah terus! Ya karena memang rumusnya begitu. Kembali ke sampah. Kita mengenal dua jenis sampah, yaitu sampah organik dan sampah non-organik. Simple to hidup di Trenggalek. Cuma dua jenis, coba kalau sampeyan ke Jepang, ndas e sampeyan mesti ngelu, untuk tahu jenis-jenis sampah di Jepang. Biar Mas Bupati yang lulusan Jepang saja yang jelaskan, karena saya belum pernah ke Jepang, paling mentok cuma nonton JAV.
Tapi dengan dua jenis sampah ini, juga bikin pusing pemerintah, khususnya di bidang sampah menyampah. Karena harus menyortir jenis-jenis sampah mulai bekas makanan, daun-daunan, kertas, kantong plastik, botol plastik, kaca sampai soal nyortir sampah-sampah nyinyir dari kita, huebat bukan? Pernah liat tempat sampah di pinggir jalan yang nasibnya tidak lebih baik dari nasib lelaki jomblo tanpa ideologi? Tempat sampah tersebut sudah jelas ada tulisan dan warna yang berbeda biar masyarakat bisa membuang sampah, sesuai dengan jenis sampahnya.
Eh, dengan sadar dan suantai kayak di pantai, malah kita buang sampahnya ngawur. Maklum rakyat selalu benar. Walau begitu, kita sadar kok kita salah hehe…, maklum namanya juga rakyat, argumennya pasti benar. Karena rakyat punya semboyan fox populi fox dei alias suara rakyat adalah suara Tuhan. Argumen rakyat pertama adalah, percuma kita buang sampah dipisah dalam kategori organik atau non organik, karena pengambilan sampah dilakukan sekali. Artinya, semua diangkut ke dalam satu kendaraan. Kedua, pola pengangkutan dari tempat pembuangan “sampah sementara” menggunakan satu kendaraan. Dan ketiga, sudah diurai oleh pemulung sampah yang baik hati. Bagaimana argumen ini, benar ‘kan ? lha wong namanya rakyat.
Tapi itu biarlah soal pengangkutan menjadi masalah pemerintah. Sebagai rakyat, kita kayaknya juga agak punya masalah mindset. Kenapa saya sebut masalah mindset, karena setiap kita buang sampah sembarangan di jalan, kita selalu bilang nanti juga sama pasukan kuning disapu. Itu baru satu, kalau buang sampah di sungai, pemikiran kita selalu egois yang penting tempat saya bersih, bodo amat sama tempat orang lain. Lha kok enak sampeyan yang punya pikiran macam begitu, kalau banjir sampeyan pasti juga nyinyir ndak jelas. Tapi buang sampah bukan seperti kita buang kentut. Bagi saya, soal sampah sudah menjadi masalah pribadi.
Sampah hari ini seharusnya bisa diselesaikan dengan sedikit kreativitas. oleh kita sebagai rakyat Indonesia yang punya semangat azimat revolusi 1945. Kita punya kemampuan untuk mengolah sampah menjadi hal keren. Bahan-bahan dari botol plastik bisa kita manfaatkan semisal sebagai pot tanaman, kapal-kapalan kecil, plastik bungkus makanan dan juga sabun. Bisa juga sampah ini di manfaatkan sebagai tas. Sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Dan andai Trenggalek punya teknologi, sampah plastik bisa kita gunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik. Kadang-kadang kita bisa menggunakan ilmu abu nawas juga: sekali tepok dua jenis masalah selesai.
Sekali lagi masalah sampah tidak bisa diselesaikan pemerintah sendiri, masalah sampah ini seperti masalah percintaan, harus diselesaikan secara holistik oleh dua orang yang sedang jatuh cinta. Kreativitas rakyat dapat membantu pemerintah untuk menyelesaikan masalah sampah. Kalau tak percaya, ada dokter di Malang yang dapat penghargaan dari Kerajaan Inggris, hanya karena kreativitasnya tidak mandek. Dokter itu bernama Gamal Albisanid ,yang membuat klinik kesehatan dengan cukup bayar pakai sampah. Hal-hal macam beginilah yang di Trenggalek perlu dilakukan. Semoga masalah pola pikir soal buang sampah sembarangan ini bisa segera teratasi dan berakhir.