Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, akan mengirimkan surat kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) (14/03). Alasan Nur Arifin ingin mencabut izin PT SMN dikarenakan tambang emas tidak visibel dengan kondisi sosiokultural serta ekologi di Trenggalek.
Selain itu, aktivitas tambang emas mendapatkan penolakan dalam skala masif dan luas dari masyarakat Trenggalek. Nur Arifin menegaskan bahwa selama ini tidak ada transparansi tentang hasil studi kelayakan penambangan saat proses eksplorasi.
Area konsesi penambangan, lanjut Nur Arifin, yang diberikan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim untuk PT SMN bersinggungan dengan kawasan lindung, hutan produksi, permukiman warga, serta kawasan bentang alam dan ekosistem karst.
Menanggapi penolakan dari bupati dan masyarakat Trenggalek, Pemprov Jatim memberikan pernyataan dalam konferensi pers (14/03). Pihak Pemprov Jatim yang hadir dalam konferensi pers itu adalah Aris Mukiyono, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jatim, Drajat Irawan, Plt Kepala Dinas ESDM Jatim, dan Sinarto, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim.
Dalam rilis konferensi pers “Izin Produksi Tambang Emas PT. SMN di Trenggalek Belum Final”, Pemprov Jatim menjelaskan, “Terkait dengan dinamika yang sedang berlangsung, munculnya pemberitaan ihwal rencana eksploitasi tambang emas di Kabupaten Trenggalek, oleh PT. Sumber Mineral Nusantara (PT. SMN) adalah tidak benar”.
PT SMN, dalam rilis Pemprov Jatim, hingga saat ini belum memenuhi apa yang menjadi kewajibannya untuk menyampaikan biaya jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang senilai total US$ 939.221,15. PT SMN bahkan belum mengambil IUP OP di DPMPTSP Jatim. Hal ini membuat Pemprov Jatim melarang PT. SMN melakukan operasi produksi.
Pemprov Jatim menyatakan bahwa rencana eksploitasi tambang emas adalah tidak benar. Tapi Pemprov Jatim mengakui bahwa mereka menerbitkan IUP OP untuk PT SMN. Dalam rilis itu sebutkan, “Berdasarkan kajian teknis yang dilakukan oleh Dinas ESDM Jatim (Proses Administrasi, Aspek Teknis, Uji Lingkungan, Amdal, Performance Perusahaan,) dan DLH Jatim, akhirnya pada 24 Juni 2019 P2T- DPMPTSP Provinsi Jawa Timur menerbitkan IUP-OP Nomor : P2T/57/15.02/VI/2019 kepada PT. SMN”.
Selain itu, Pemprov Jatim menyatakan “Jika memang ada aspirasi masyarakat sebagian besar menolak adanya aktivitas pertambangan emas di sana, perlu melakukan peninjauan kembali atas proses perizinan yang telah dilalui PT. Sumber Mineral Nusantara (PT. SMN)”.
Kok Bisa Pernyataan Pemprov Jatim Malah Bikin Bingung?
Menanggapi hal ini, Rere Christanto, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jawa Timur, mengatakan bahwa pernyataan Pemprov Jatim tersebut aneh. Rere mengatakan, “Bagaimana ada izin diberikan tapi belum diambil di kantor? Ini izin bukan raport. Kalau IUP sudah dikeluarkan, secara hukum perusahaan bisa dianggap beroperasi.”
Rere menjelaskan, PT SMN tidak menjalankan tata perizinan yang benar dengan tidak mengambil izin yang sudah diterbitkan. PT SMN, lanjut Rere, tidak melakukan kewajiban sebagai pemegang IUP dengan tidak membayar jaminan reklamasi. Tapi, tidak ada langkah dari Pemprov Jatim kecuali bilang belum final. “Artinya Pemprov berusaha cuci tangan dari hiruk pikuk pemberitaan, tetapi juga masih menunggu momen untuk melanjutkan (perizinan),” ungkap Rere.
Pernyataan Rere mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 43 tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba. Peraturan Menteri itu mendorong akselarasi penerbitan IUP dengan Menteri/Gubernur sebagai pemberi sanksi administratif kepada pemegang IUP yang tidak memenuhi kriteria administratif, kewilayahan, teknis, lingkungan, dan finansial, termasuk sanksi pencabutan IUP.
“Secara administratif, jika suatu perusahaan tidak menyetor kewajiban Jamrek (Jaminan Reklamasi), seharusnya pemerintah mengevaluasi lalu kemudian mencabut izinnya. Kalau situasi sekarang mereka semacam menangguhkan saja,” ujarnya.
DLH Jatim, menurut Rere, juga turut berperan dalam penerbitan IUP OP untuk PT SMN. DLH Jatim sudah menerbitkan rekomendasi kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), sehingga PT SMN mendapat izin lingkungan. “Kalau masih ada kendala di mana perusahaan belum menyetor Jamrek, atau dibilang belum mengambil izin, mengapa AMDAL perusahaan mendapatkan rekomendasi layak dan mendapat izin lingkungan?” ujar Rere.
Masyarakat Trenggalek Tetap Tegas Tolak Tambang Emas
Senada dengan Rere, Muhammad Syaiful Rahman, warga Trenggalek dan Founder Panuli Hijau Berdaya, turut menanggapi pernyataan Pemprov Jatim. “Konferensi pers kemarin itu problematis, di satu sisi justru membuka peluang bagi PT SMN untuk segera menyelesaikan kewajiban melunasi jaminan reklamasi kurang lebih 14 miliar itu agar operasional segera berjalan” ujar laki-laki yang biasa disapa Gus Ipul itu.
Terkait pernyataan peninjauan kembali atas proses perizinan yang telah dilalui PT SMN, Gus Ipul mengatakan bahwa masyarakat Trenggalek tetap tegas menolak tambang emas. “Maka, yang kami tuntut setelah penolakan itu adalah cabut dan batalkan operasional tambang emas di Kabupaten Trenggalek” ujar aktivis Partnership for Agriculture and Sustainable Livelihood (PASaL) itu.
Dalam rilis konferensi pers, Pemprov Jatim juga akan memperhatikan update/revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek untuk melakukan penyesuaian terhadap luasan pertambangan. Terkait hal ini, Gus Ipul menjelaskan, “Revisi di tingkat pemprov telah dikembalikan ke kabupaten. PT SMN yang wajib mengikuti aturan dalam RTRW tersebut. Kawasan karst yang wajib dilindungi adalah seluas 53.506 Ha”.