Konversi Perolehan Suara: Sainte Lague vs Kuota Hare

[Simulasi Konversi Perolehan Suara ke Jumlah Kursi DPRD Trenggalek pada Hasil Pemilu 2014]

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, meski tidak secara eksplisit, menyebut bahwa penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD propinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada pemilu 2019 mendatang dilakukan dengan metode Sainte Lague murni (lihat pasal 420). Berbeda dengan pemilu sebelumnya yang menggunakan sistem Kuota Hare.

Perbedaan tersebut terletak antara lain, Sainte Lague tidak menentukan harga kursi atau disebut Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Selain, Sainte Lague yang merupakan varian dari metode Divisor ini juga tidak mengenal sisa suara, yang mana oleh beberapa kalangan dianggap sebagai akar masalah atas tidak proporsionalnya perbandingan perolehan suara dengan perolehan kursi.

Pada metode Divisor Sainte Lague murni—demikian istilah lengkapnya—perolehan suara masing-masing partai politik (parpol) dibagi dengan bilangan pembagi 1, 3, 5, 7, dst, secara berurutan. Penghitungan (pembagian) dilakukan sebanyak jumlah alokasi kursi di Dapil. Parpol yang memperoleh hasil pembagian terbanyak pada setiap penghitungan berhak memperoleh 1 kursi.

Selama ini, metode Sainte Lague, dengan berbagai variannya, digunakan di kawasan Skandinavia, Jerman dan Bosnia. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh matematikawan Prancis, Andre Sainte Lague pada 1910. Sedangkan Kuota Hare diciptakan oleh Sir Thomas Hare, ahli hukum Inggris, yang, entah menarik atau tidak, negaranya sendiri tidak menggunakan metodenya. Namun demikian, metode Kuota Hare disebut lebih banyak digunakan, dibandingkan dengan Sainte Lague. Misalnya: Austria, Filipina, Italia, Korea Selatan, Meksiko, dan berbagai negara di Afrika.

Lantas, bagaimana contoh penghitungan suara menggunakan Sainte Lague? Benarkah dengan metode ini, derajat keterwakilan pemilih lebih baik atau, hematnya, lebih proporsional?

Mari kita simulasikan. Kita gunakan metode Sainte Lague untuk menghitung perolehan suara pada Pemilu DPRD Trenggalek 2014, untuk Daerah Pemilihan (Dapil) 1 (Kecamatan Trenggalek, Bendungan, Pogalan, dan Durenan) yang mempunyai alokasi 12 kursi.

Merujuk laman trenggalekkita.com, perolehan suara Dapil 1 adalah sebagai berikut: PKB memperoleh 18.865 suara, PKS 16.956 suara, PDIP 18.561 suara, Partai Golkar 11.914 suara, Partai Gerindra 12.877 suara, Partai Demokrat 6.776 suara, PAN 5.304 suara, Partai Hanura 10.927 suara, dan PKPI 3.747 suara.

Kita tahu, metode yang digunakan pada Pemilu 2014 adalah Kuota Hare. Agar semakin jelas, sebelum kita menghitung menggunakan Sainte Lague, kita lakukan terlebih dahulu penghitungan dengan sistem Kuota Hare.

Dengan metode Kuota, proses penghitungannya adalah sebagai berikut:

Pertama, menghitung total suara sah. Di Dapil 1, suara sah sebesar 112.333 suara.

Kedua, menentukan BPP. BPP ditentukan dengan cara membagi jumlah suara sah dengan jumlah alokasi kursi (12 kursi). Hasilnya 9.361.

Ketiga, membagi perolehan suara masing-masing parpol dengan BPP, yaitu 9.361. Hasilnya, PKB memperoleh 2 kursi dengan sisa 143 suara, PKS 1 kursi dengan sisa 7.595 suara, PDIP 1 kursi sisa 9.200 suara, Golkar 1 kursi sisa 2.553 suara, Gerindra 1 kursi sisa 3.516 suara, Demokrat 0 kursi sisa 6.776 suara, PAN 0 kursi sisa 5.304 suara, Hanura 1 kursi sisa 1.566 suara, dan PKPI 0 kursi sisa 3.747 suara.

Keempat, menghitung sisa suara. Dari pembagian di atas, maka alokasi kursi tersisa 5 kursi. Sisa kursi tersebut kemudian didistribusikan ke parpol yang sisa suaranya terbanyak secara berturut-turut. Maka parpol yang berhak atas 5 kursi ini adalah: PDIP (sisa 9.200 suara), PKS (sisa 7.595), Demokrat (sisa 6.776), PAN (sisa 5.304), dan PKPI (sisa 3.747).

Sehingga, perolehan kursi di Dapil 1 adalah sebagai berikut: PKB 2 kursi, PKS 2 kursi, PDIP 2 kursi, Golkar 1 kursi, Gerindra 1 kursi, Demokrat 1 kursi, PAN 1 kursi, Hanura 1 kursi, dan PKPI 1 kursi.

Kita lihat, kursi Gerindra yang memperoleh 12.877 suara sama dengan PKPI yang hanya memperoleh 3.747 suara.

Bagaimana jika dihitung dengan metode Sainte Lague?

Penghitungan menggunakan Sainte Lague lebih kompleks. Dengan metode ini, penghitungan dilakukan sebanyak alokasi kursi, yakni 12 kali. Dengan kata lain, tiap 1 penghitungan memperebutkan 1 kursi.

Penghitungan menggunakan Sainte Lague adalah sebagai berikut:

Penghitungan pertama, perolehan suara masing-masing partai dibagi dengan bilangan 1. Hasilnya, PKB memperoleh suara terbanyak (18.865 suara). Maka kursi ke-1 untuk PKB.

Kedua, karena PKB sudah mendapatkan 1 kursi, maka perolehan suara PKB dibagi dengan bilangan 3, sedangkan yang lain tetap dibagi 1. Hasilnya, PDIP keluar sebagai pemenang dengan 18.561 suara. Maka kursi ke-2 untuk PDIP.

Ketiga, suara PKB dan PDIP dibagi 3, sedangkan yang lain dibagi 1. Hasilnya, PKS memperoleh suara terbanyak dengan 16.956 suara. Maka kursi ke-3 untuk PKS.

Keempat, PKB, PDIP, dan PKS dibagi 3 sedangkan yang lain tetap dibagi 1. Hasilnya, Gerindra memperoleh suara terbanyak (12.877 suara). Maka kursi ke-4 untuk Gerindra.

Kelima, PKB, PDIP, PKS, dan Gerindra dibagi 3, sedangkan yang lain dibagi 1. Hasilnya, Golkar keluar sebagai pemenang dengan 11.914 suara. Maka kursi ke-5 untuk Golkar.

Keenam, PKB, PDIP, PKS, Gerindra, dan Golkar dibagi 3, sedangkan lainnya dibagi 1. Hasilnya, Hanura memperoleh suara terbanyak (10.927 suara). Maka, kursi ke-6 untuk Hanura.

Ketujuh, PKB, PDIP, PKS, Gerindra, Golkar, dan Hanura dibagi 3, sedangkan yang ain tetap dibagi 1. Hasilnya, Demokrat menang dengan 6.776 suara. Maka kursi ke-7 untuk Demokrat.

Kedelapan, PKB, PDIP, PKS, Gerindra, Golkar, Hanura, dan Demokrat dibagi 3, sedangkan yang lain tetap dibagi 1. Hasilnya, PKB menang dengan 6.288 suara. Maka kursi ke-8 untuk PKB.

Kesembilan, PKB dibagi 5 (karena sudah mendapat 2 kursi), sedangkan PDIP, PKS, Gerindra, Golkar, Hanura, dan Demokrat dibagi 3. Sementara yang lain tetap dibagi 1. Hasilnya, PDIP menang dengan 6.187 suara. Maka kursi ke-9 untuk PDIP.

Kesepuluh, PKB dan PDIP dibagi 5, sedangkan PKS, Gerindra, Golkar, Hanura, dan Demokrat dibagi 3. Yang lain tetap dibagi 1. Hasilnya, PKS menang dengan 5.652 suara. Maka kursi ke-10 untuk PKS.

Kesebelas, PKB, PDIP, dan PKS dibagi 5. Gerindra, Golkar, Hanura, dan Demokrat dibagi 3. Sementara yang lain tetap dibagi 1. Hasilnya, PAN menang dengan 5.304 suara. Maka kursi ke-11 untuk PAN.

Keduabelas (terakhir), PKB, PDIP, dan PKS dibagi 5. Gerindra, Golkar, Hanura, Demokrat, dan PAN dibagi 3. Sementara yang lain tetap dibagi 1. Hasilnya, Gerindra menang dengan 4.292 suara. Maka kursi ke-12 untuk Gerindra.

Jadi, perolehan suara Dapil 1 (menggunakan Sainte Lague) adalah sebagai berikut: PKB memperoleh 2 kursi, PDIP 2 kursi, PKS 2 kursi, Gerindra 2 kursi, Golkar 1 kursi, Hanura 1 kursi, Demokrat 1 kursi, dan PAN 1 kursi. Sedangkan PKPI tidak memperoleh kursi.

Nah, setelah mengetahui hasil simulasi ini, lebih proporsional mana antara Kuota Hare dengan Sainte Lague? (kader Gerindra dan PKPI mohon tidak menjawab, hehe)

Kemudian, jika di Dapil 1 ada perubahan perolehan kursi, bagaimana dengan tiga Dapil lainnya? Bagaimana juga dengan komposisi kursi DPRD Trenggalek—yang mau tidak mau berpengaruh terhadap perubahan peta politik Trenggalek?

Penulis sudah melakukan penghitungan untuk seluruh Dapil dengan menggunakan metode Sainte Lague—yang akan panjang jika dituliskan. Hasilnya, tidak ada perubahan untuk Dapil 2 dan Dapil 3. Namun untuk Dapil 4, perolehan kursi Golkar berkurang menjadi hanya 1 kursi, sementara kursi PDIP bertambah menjadi 3 kursi.

Dengan begitu, komposisi kursi DPRD Trenggalek pun berubah, menjadi: PKB 9 kursi, PKS 5 kursi, PDIP 10 kursi, Golkar 4 kursi, Gerindra 5 kursi, Demokrat 5 kursi, PAN 3 kursi, Hanura 3 kursi, dan PPP 1 kursi. Adapun PKPI tidak memperoleh kursi.

Dengan komposisi tersebut, bisa membayangkan, kan, bagaimana implikasinya? Tapi sekali lagi, ini hanya simulasi, lo. Sama sekali bukan memancing kata-kata “jathukno” atau “untungé”, hehe.

Sekarang yang tidak kalah penting adalah, setelah masing-masing partai mengetahui berapa jatah kursinya (setelah dilakukan penghitungan suara—dengan Sainte Lague), bagaimana menentukan siapa calon yang berhak atas kursi tersebut?

Tebakan aja deh, hehe. Utamanya bagi kader-kader partai yang kemarin diminta (baca: diperintahkan) untuk mencalonkan diri oleh elit partainya masing-masing, tapi masih ogah-ogahan dengan alasan melihat-lihat dulu jatah nomor urut, hehe.

Artikel Baru

Artikel Terkait