Dunia tanpa batas hari ini. Jarak sudah bukan menjadi alasan untuk mengetahui kondisi saudara yang berada ratusan atau bahkan ribuan kilo dari tempat tinggal kita. Bahkan mengetahui secara real time kejadian yang ada di tempat lain melalui jaringan internet. Kita bisa melihat hari ini, hampir semua tempat makan & ngopi di Trenggalek menawarkan fasilitas wifi, yang terkadang belum tentu dimanfaatkan oleh konsumennya.
Fenomena perkembangan internet semakin masif, hampir semua daerah di Trenggalek telah men-cover jaringan internet. Masyarakat juga menyambutnya dengan begitu gembira. Ini dibuktikan dengan meningkatnya penjualan smartphone dari berbagai merek di kios-kios handphone, apalagi menjelang lebaran seperti hari ini. Hal ini membuat masyarakat kita semakin aktif untuk berselancar di dunia maya.
Anak-anak sekolah seolah menemukan oase tempat melepas kepenatan belajar, dengan bermain game secara online di gawai mereka. Tak sedikit juga yang menggunakan gawai untuk melakukan aktivitas ekonomi dengan membeli atau menjual berbagai macam barang, mulai kebutuhan pokok hingga emas. Internet memang seperti pisau silet yang bermata dua. Tergantung pada penggunanya mau digunakan untuk aktivitas yang produktif atau tidak.
Teknologi juga membuat masyarakat menjadi sering protes terhadap pelayanan atau ketidakadilan yang mereka hadapi. Untuk merespon hal-hal tersebut, pemerintah membuat kanal khusus untuk itu. Trenggalek juga telah memiliki ada dua kanal yaitu trenggalek membangun & yang paling hits: aplikasi qlue. Dengan kanal ini, aduan masyarakat bisa langsung ditanggapi, sekaligus meminimalisir curhatan warga di sosial media.
Anggapan internet & gawai adalah kegiatan tidak produktif oleh beberapa kelompok umur, khususnya yang tinggal di daerah perdesan serta belum merasakan langsung, memang kerap membuat pernyataan bahwa gawai kita lebih banyak mudharat-nya. Anggapan seperti ini memang sepenuhnya tidak salah, karena rata-rata digunakan hanya untuk menghabiskan waktu.
Coba contoh-lah Trigus Dodik Susilo yang setiap hari bergulat dengan laptopnya, dan selalu menghasilkan recehan dollar yang menggoda itu. Kalau Anda ingin tahu caranya silakan tanya bapak dua anak itu. Tapi jika Anda bertanya ke dia harap bersabar karena dia sosok laki-laki judes.
Jika kita memanfaatkan gawai kita dengan benar, kita tidak hanya mendapatkan keuntungan secara ekonomi tetapi juga keuntungan sosial. Hari ini berbagai macam inisiatif tersedia di Internet, yakni bisa digunakan sesuai dengan masalah Anda, tentu dimodifikasi sesuai dengan kondisi Anda. Begitu banyak inisiatif-inisiatif yang bisa kita manfaatkan untuk mencari keuntungan finansial.
Salah satu orang yang memanfaatkan Internet sebagai media, adalah laki-laki judes yang saya sebut tadi, bersama dengan beberapa orang lain, dengan membuat pasar digital yang menjual produk UMKM di Trenggalek. Soal keuntungnya jangan ditanya. Banyak anak muda Trenggalek yang memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan keuntungan finansial. Internet menjadi pasar untuk mempromosikan produk-produk mereka.
Generasi Y & Z atau milenial adalah generasi digital, atau banyak ahli menyebutkan sebagai digital native. Sebutan sebagai penduduk asli digital atau digital native memang sangat tepat karena para milenial adalah generasi yang tidak bisa lepas dari teknologi dalam hidup sehari-hari. milenial ini memang tidak pernah kebingunan memanfaatkan teknologi. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang masih harus menyesuaikan dengan teknologi dan terkadang terjadi ketimpangan budaya dengan para milenial.
Milenial tidak hanya di perkotaan, di perdesaan pun mereka membuat gebrakan menggunakan teknologi untuk membuat kelompoknya, atau desanya menjadi lebih dikenal orang. Salah satu caranya adalah mereka membuat sosial media yang mempromosikan desa, dengan modal gawainya, mereka membuat foto-foto yang menarik, sehingga mengundang orang untuk singgah di desanya.
Syarat mengoperasikan sosial media hanya istiqomah & fokus untuk menyediakan konten-konten yang menarik orang untuk berkunjung ke lokasi wisata di desa tersebut. Tetapi tidak hanya berhenti soal marketing di media sosial, para pemuda desa juga harus mengelola tempat wisatanya secara profesional & dengan biaya yang tidak mahal. Karena orang ke sana juga akan melakukan swafoto yang nantinya di-upload di media sosial. Secara tidak langsung, tempat wisata itu mendapatkan endorsement dari para pengunjung.
Ingat media sosial memiliki hukum rimbanya sendiri. Jika pengelola tidak menjaga kawasan wisata, bisa dipastikan akan dinyinyiri di media sosial. Tanpa peduli ada penjelasan dari pengelola tempat wisata. Dan itu akan menjadi jejak digital yang bisa dibuka dan dibaca oleh semua orang. Itulah risiko yang hari ini menjadi ancaman bagi pengelola tempat wisata, khususnya desa wisata yang dikelola oleh para pemuda desa.
Internet juga menyediakan sarana untuk kita menjual produk kreatif berupa desain logo, tulisan & pembuatan aplikasi. Perusahaan yang menyediakan pekerjaan lepas yang bergaji mulai 150.000 hingga jutaan rupiah tergantung reputasi & tingkat kesulitan pekerjaan. Fenomena ini sudah banyak terjadi di kota besar, dan hari-hari ini mulai masuk kota kecil seperti Trenggalek. Milenial selalu punya caranya sendiri & akan selalu dipandang aneh oleh generasi sebelumnya.
Milenial memiliki logikanya, terkadang selalu disebut sebagai generasi apatis. Generalisasi seperti itu sepertinya tidak sepenuhnya benar. Saat ada salah satu anak di Trenggalek terkena kanker getah bening, kalau saya tidak salah para millennials di Trenggalek membuat pengumpulan dana, tidak hanya di alun-alun saat car free night tetapi juga menggunakan aplikasi yang memang berfungsi sebagai crowndfunding. Hasilnya, dari kegiatan di alun-alun & melalui aplikasi tersebut sama-sama besar dan diserahkan pada keluarganya untuk dapat membantu biaya pengobatan.
Selain itu, Indonesia juga akan memasuki bonus demografi penduduk pada tahun 2022, di mana jumlah penduduk usia produktifnya akan menjadi lebih dari 60%. Ini merupakan berkah juga tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan inovasi-inovasi untuk mendukung para millennials dapat menjadi lokomotif ekonomi pada saat bonus demografi tersebut.
Selain bonus demografi, para millennials juga merupakan jumlah pemilih terbesar pada 2019 nanti. Ini kenapa para politisi mencoba menggaet para pemilih millennials untuk memilih mereka. Ayo para calon anggota DPRD Trenggalek yang mau melakukan pendaftraan di bulan Agustus-September nanti segera ganti strategi untuk menggaet para millennial ini.
Di Trenggalek sendiri para millennials sudah mulai bergerak, berbagai usaha khususnya ekonomi kreatif, Anda bisa melihat jiwa kewirausahaan para millennials ada yang membuka café, di sepanjang jalan Panglima Sudirman ada berapa café yang dimiliki & dikelola oleh para millennials. Ada yang membuka usaha ojek online yang secara konsep sama dengan go-jek yang lebih dahulu beroperasi dan menjadi Starup Unicorn dengan nilai valuasi sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp. 13 triliun.
Ada juga membuka event organizer, travel agent hingga membuat catering. Tidak masalah dianggap meneruskan bisnis keluarga, tetapi keberanian mereka mengelola bisnis lama dengan inovasinya membuat hal itu menjadi pembeda dari generasi sebelumnya. Ada beberapa contoh seperti Warung Makan Anda, mungkin generasi sebelumnya mengenal anda dengan warung makan yang khas dengan ayam bumbu rujaknya, tetapi oleh generasi ketiganya Anda mengubah strateginya dengan menggabungkan warung makannya dengan kopi, lengkap dengan mesin esspreso yang berharga puluhan juta.
Hal itu membuat kesan warung Anda tidak hanya menjadi warung makan tetapi juga coffee shop. Contoh berikutnya adalah mekar sari, warung ayam goreng yang dikenal sekarang telah melebarkan sayapnya ke bisnis EO & travel agent. Inovasi yang dilakukan oleh generasi keduanya juga melebarkan sayap ke bisnis yang lain menjadi kunci bahwa usaha keluarga itu tetap berjalan dan semakin besar dengan inovasi-inovasi generasi selanjutnya serta masih banyak contoh nyata para milenial di Trenggalek berinovasi dengan teknologi.
Hari ini tidak hanya cukup dengan kecerdasaan tetapi juga harus kreatif dan imajinatif untuk menghadapi revolusi industri 4.0 yang sudah mulai dapat kita rasakan. Semoga anggapan bahwa generasi milenial ini hanya bermain-main dengan gawai mereka, bisa dipahami oleh generasi sebelumnya.