Saat Sekolah Jadi Tempat Menampung Pemudik di Tengah Wabah

Tanggal 8 April 2020, pukul 16.25 WIB, pesan beruntun tiba-tiba muncul di grup watshap sekolah, tempat saya mengabdi. Kepala Sekolah meneruskan pesan dari K3S Kecamatan Pogalan untuk  menyiapkan 3 ruang kelas kosong, lampu penerangan, MCK serta banner bertuliskan “Tempat Menampung Pemudik”, dan disampaikan untuk segera berkoordinasi dengan Kepala Desa setempat.

Bagi kami, itu sudah terprediksi dari awal, bahwa SDN 1 Kedunglurah kemungkinan besar akan menjadi  pilihan utama di Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan. Lokasi SDN 1 Kedunglurah yang berada di Jalan Nasional III relatif mudah untuk berbagai akses kedaruratan.

Sebagai tindak lanjut, seluruh stake holder SDN 1 Kedunglurah, hari Kamis, 9 April 2020, melakukan persiapan guna mendukung perintah tersebut. Mulai dari pengosongan kelas, pemindahan buku-buku dan pembersihan lingkungan serta MCK sekolah. Sedang untuk banner sengaja di-pending menunggu arahan dari pemangku kebijakan.

Pro kontra penggunaan kelas di gedung Sekolah Dasar sebagai tempat isolasi pemudik sudah mulai muncul. Sebagian guru khawatir akan dampak sentimen negatif terhadap SD yang akan ditempati. Mulai dari dampak kesehatan juga berkurangnya murid yang akan mendaftar di sekolah tersebut. Dari pihak wali murid juga mulai muncul kekhawatiran bahwa SD tersebut sudah tidak sehat, karena dimungkinkan pemudik yang ditampung terpapar virus.

Asumsi-asumsi negatif seperti ini seharusnya sudah terprediksi oleh pemangku kebijakan di level paling rendah seperti pemerintah desa. Peningkatan intensitas sosialisasi harus sudah diupayakan. Bisa melalui sosial media, dor to dor by RT /RW, juga penempelan pamflet-pamflet tentang informasi terbaru terkait virus Covid-19. Desa juga menyampaikan imbauan secara persuasif terhadap warganya yang berpotensi mudik dari luar daerah, pulau atau luar negeri.

Jika keinginan mudik tidak bisa ditahan dengan alasan mendesak, setidaknya desa harus tahu secara detail perkiraan kapan pemudik datang ke desa. Hal ini untuk mempermudah pendataan. Semisal seluruh pemudik yang datang wajib turun di depan lokasi karantina sementara, untuk mendapatkan pemeriksaan awal.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Trenggalek sebagai dinas yang menaungi 164 lembaga Sekolah Dasar, harus memberikan garansi keamanan, kenyamanan dan sterilisasi bagi lembaga-lembaga yang ditunjuk.

Dorongan moral dan pesan-pesan edukatif serta informasi yang benar terkait virus Covid-19 harus selalu didengungkan via sosmed agar sentimen negatif terhadap lembaga SD yang ditunjuk, tidak muncul. Bisa berbentuk vidio, pamlet yang mudah dipahami oleh khalayak, terutama orang tua wali murid.

Dinas Pendidikan juga bisa memberikan apresiasi lain kepada sekolah-sekolah yang ditunjuk dengan memprioritaskan mendapatkan bantuan rehab, baik melalui APBD atau DAK di tahun 2021, guna mendukung kegiatan belajar mengajar. Atau bisa juga mendapatkan bantuan hibah alat peraga belajar mengajar yang belum dimiliki oleh sekolah.

Sebagai lembaga yang ditunjuk, SDN 1 Kedunglurah memberikan fasilitas maksimal mulai dari ruangan kelas, Mushola, UKS, dapur dan MCK. Bagi kami, mendukung program pemerintah dalam keadaan seperti ini adalah bentuk tanggung jawab sebagai lembaga yang seluruh operasionalnya memang dibiayai oleh negara.

Sugeng Raharjo, Kepala SDN 1 Kedunglurah, menyampaikan bahwa kita percayakan kepada pemangku kebijakan di level kabupaten pasti akan mengambil langkah-langkah terbaik. Dan mari kita bantu mensosialisasikan bahwa upaya ini adalah bentuk langkah pencegahan awal untuk menjaga kesehatan masyarakat dari penyebaran virus Covid-19. Memastikan bahwa pemudik yang datang dari luar benar-benar sehat adalah tujuan kita bersama.

Desa harus jadi motor penggerak, baik kebutuhan logistik maupun persiapan kebutuhan pemudik lainnya, selama dikarantina. Membuang ego sektoral demi keselamatan warga masyarakat harus jadi prioritas utama dan bersama. Upaya gotong-royong juga bisa jadi opsi jika desa tidak mampu secara pendanaan. Contoh pemanfaatan paguyuban kelas untuk saling bahu membahu dalam pemenuhan logistik (konsumsi) selama 14 hari.

Desa, komite sekolah dan kepala sekolah harus duduk bersama merumuskanya. Jangan sampai ketika pemudik datang mereka saling lempar tanggung jawab. Harus ada penegasan kesiapan terhadap desa: apakah mereka sanggup melaksanakan kegiatan ini atau tidak? Pada akhirnya ketika pemudik datang mereka disambut dengan hangat sebagai bagian dari warga masyarakat, diupayakan kebutuhannya dan pulang berkumpul dengan keluarga dalam keadaan sehat.

Artikel Baru

Artikel Terkait