Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini di Trenggalek—tanpa memandang remeh perayaan tahun-tahun sebelumnya—begitu meriah dan semarak. Mulai dari awal bulan Agustus hingga akhir bulan benar-benar padat dengan acara kesenian, pameran, pagelaran musik, perlombaan dan berbagai acara lainnya.
Di tingkat desa, tak kalah meriah dengan apa yang diselenggarakan di pusat kabupaten. Berbagai lomba dan perayaan dihelat oleh pemerintah desa masing-masing. Ini menunjukkan bahwa antusiasme warga Trenggalek dalam merayakan kemerdekaan tak hanya milik warga di sekitar alun-alun kota.
Desa Slawe pun tak beda dengan yang lain. Desa yang berada di kecamatan Watulimo ini dari tahun ke tahun selalu ramai dengan acara perayaan kemerdekaan. Desa yang sebelah utara dan timur berbatasan dengan Desa Gemaharjo, sebelah selatan dengan Desa Sawahan dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Dukuh ini tiap tahun selalu menggelar berbagai kegiatan perayaan kemerdekaan. Begitu juga dengan momen kemerdekaan R I yang ke-71 tahun ini.
Berbagai lomba dan acara digelar mulai tanggal 30 Agustus hingga 5 September. Bukan tanpa alasan kenapa pelaksanaannya digelar beberapa hari setelah hari kemerdekaan: 17 Agustus. Alasan utama adalah sebelum tanggal 30 Agustus 2016, para pemuda dan sebagian warga lebih berkonsentrasi mengikuti perlombaan dan kegiatan yang diadakan oleh pemerintah Kecamatan Watulimo. Mungkin hampir sama dengan desa-desa lain, atlet-atlet desa ataupun warga yang mewakili desa di berbagai lomba antardesa adalah mereka yang tergabung di Karang Taruna desanya masing-masing. Tak percuma, Desa Slawe meraih beberapa juara di tingkat kecamatan. Memang membanggakan.
Di Desa Slawe, Karang Taruna adalah motor penggerak berbagai kegiatan yang diadakan di desanya. Panitia PHBN kali inipun begitu. Mereka tampil trengginas berusaha memeriahkan hari kemerdekaan dengan semeriah-meriahnya. Berbagai inovasi dan kreasi dimunculkan untuk mensukseskan program mereka.
Saya salut akan kolaborasi antara Mas Puji, selaku ketua Karang Taruna Desa Slawe dengan Mas Luhur, sebagai ketua panitia PHBN. Tiada maksud meremehkan peran anggota Karang Taruna yang lain. Namun dengan dedikasi yang mereka tunjukkan itu, mampu memberi semangat kepada pemuda-pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna untuk bekerja secara total mensukseskan kegiatan perayaan hari kemerdekaan tahun ini.
Ada lomba sepak takrow antar-RT, lomba voli, lomba tenis meja, berbagai permainan anak serta lomba-lomba yang lain. Setelah itu, di hari Minggu, 4 September digelar pula acara yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat Desa Slawe, yakni karnaval. Ya, karnaval. Meskipun hanya tingkat desa, jangan remehkan kemeriahannya. Luar biasa. Bahkan jalan raya jalur wisata Pantai Prigi pun dibuat macet oleh iring-iringan peserta karnaval.
Hari Senin selepas Dzuhur, tepatnya tanggal 5 September, gebyar pentas seni yang sudah dibuka sejak hari sebelumnya dengan berbagai pameran oleh masing-masing RW itu, lalu diisi oleh kesenian jaranan Turangga Yaksa dari Paguyuban Kesenian Turonggo Wahyu Manggolo, Desa Ngembel. Di sinilah saya begitu antusias mengikuti dan menyaksikan pagelaran seni yang diadakan Karang Taruna. Keindahan yang ditampilkan kesenian tersebut, mampu menghipnotis seluruh penonton yang hadir di lapangan bola voli Desa Slawe. Dari sisi make up, kostum, musik gamelan, tarian, hingga seluruh penampil kesenian jaranan begitu memukau.
Ada satu yang menjadi catatan saya ketika menyaksikan kesenian tersebut. Kini, dengan semakin modern-nya cara berpikir, banyak yang menganggap bahwa kesenian tradisional adalah kuno dan klenik. Bahkan lebih ekstrem lagi, ada yang menyebut kesenian semacam jaranan adalah perbuatan syirik. Waduh, saya yang gagal paham atau mereka yang kurang ngopi, ya? Bukankah kesenian juga adalah bagian dari nalar-kreasi anugerah Tuhan melalui cipta, rasa dan karsa manusia?
Menurut saya, dari berbagai jenis dan model kesenian, lebih sempit lagi di Indonesia, jaranan adalah salah satu kesenian yang mampu menghimpun energi, perhatian dan memberi hiburan lintas dimensi. Bahkan jaranan mampu memberi dan berbagi energi. Dengan apa yang mampu disajikan oleh jaranan, bukankah itu adalah hal yang luar biasa ketika kesenian lain hanya mampu memberi hiburan sebatas indera yang dimiliki manusia, jaranan melebihi itu. Yang pernah menekuni kesenian jaranan ataupun yang masih menekuninya, pasti akan sangat paham dengan apa yang saya maksud.
Senin malam, sebelum penutupan rangkaian kegiatan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yang diadakan oleh Karang Taruna Desa Slawe, dilaksanakan penyerahan hadiah untuk para juara dalam acara pentas seni bagi siapapun yang hadir pada malam itu.
***
Namun setiap kegiatan biasanya memang memiliki kekurangan, dan itu sangat disadari oleh Karang Taruna Desa Slawe. Semisal penataan mekanisme parkir, penerangan, manajemen panitia dan banyak hal lainnya. Secara dewasa, mereka sangat sadar butuh evaluasi demi kemajuan Karang Taruna dan tentunya Desa Slawe. Namun, seperti setiap gebyar perayaan, sampah selalu menjadi hal sepele yang sering dilupakan. Selain kurangnya kesadaran warga Desa Slawe dan penonton acara, sepertinya, tiadanya tempat sampah menjadi alasan warga untuk buang sampah sembarangan. Semoga saja Agustusan tahun depan Desa Slawe tak melupakan pentingnya tempat sampah.
Salam Lestari!