Langkah Cepat Jadi Penjahat

Sebelum kabur dari penjara dan memimpin kumpulan perampok yang paling disegani, mereka adalah pemuda biasa.

Wawan memulai usaha di kota dengan bekerja kepada orang lain. Lima tahun bekerja kepada orang lain—setelahnya Wawan membuka usaha sendiri. Dia membeli gerobak dan menjual es keliling.

Enam tahun meninggalkan desa, jerih payah Wawan mulai terlihat, agen ‘Es Wawan’ tersebar di mana-mana.

Sementara Miran masih seperti sediakala, kambing yang tetap berjumlah empat ekor, dan ladang yang dari tahun ke tahun luasnya tetap sama.

Setiap Wawan pulang ke desa, dia selalu membujuk agar Miran ikut dengannya.

“Miran… nanti kau bisa beli tanah yang lebih luas lagi. Nanti kau bisa beli baju mahal buat emakmu. Ayolah… ikut denganku, Miran.”

Begitu bujuk Wawan pria yang mempunyai tubuh tambun dan hanya doyan menghisap rokok mahal itu, berbeda dengan penampilan Miran yang sederhana: pria kurus berkumis tipis dan memakai sandal jepit dan rokok yang dihisapnya selalu dilinting sendiri.

“Mana bisa, Wan. Siapa yang mengurus enam ekor kambingku dan mencangkul di ladang jika aku ikut denganmu?” begitulah Miran selalu menolak ajakan Wawan.

Tapi Wawan tidak menyerah. Suatu hari, Wawan membujuknya mengikuti seminar motivasi.

“Kamu tinggal duduk saja dengerin orang bicara,” Wawan menjelaskan, “Ini demi kebaikanmu sendiri. Aku tidak tega melihatmu menyiksa tubuh tiap hari mencangkul di ladang.”

Akhirnya Miran menerima ajakan Wawan. Sebetulnya Miran selalu menolak ajakan Wawan karena ia khawatir disuruh berjualan es keliling. Nah, karena kali ini Miran mengajanya untuk ikut seminar, ia pikir, tak masalah toh cuma duduk saja.

Tapi siapa yang bisa menebak nasib manusia? Segalanya berubah sejak Miran ikut seminar.

***

Wawan menjemputnya menggunakan mobil. Caranya terlalu meyakinkan untuk ditolak.

“Mobil dinas. Ayo naik.”

Mulanya Miran tidak tahu gunanya buku saku itu untuk apa, Wawan menjelaskan perihal kegunaan buku saku itu untuk mencatat hal-hal penting selama seminar. Miran manggut-manggut dan mulai mencatat kutipan motivasi yang selama ini asing di telinganya: ‘JANGAN TAKUT GAGAL’, ‘KEGAGALAN ADALAH AWAL DARI KEBERHASILAN…’

Pulang dari seminar, Wawan menyuruhnya menjual obat. “Kamu tidak perlu jual di kota. Jual saja ke tetangga. Bilang ke mereka, ini obat yang diimpor dari luar negeri.”

Miran menitipkan enam ekor kambing pada bapaknya. Seluruh rumah di desa dikunjunginya, didatanginya dari satu rumah, ke rumah lainnya. Menjelaskan keunggulan dari obat yang dijualnya. Meyakinkan tetangganya bahwa obat yang djualnya lebih manjur dan obat yang dijualnya didatangkan khusus dari luar negeri.

“Intinya, yang dari luar negeri selalu baik,” kata Miran. “Setelah beli obat ini, kalian tak perlu beli jamu lagi. Dijamin sakitnya langsung hilang.”

Orang-orang yang ditemuinya manggut-manggut, dan berkilah bahwa harganya terlalu mahal. Mereka memilih beli jamu ketimbang beli obat yang dijual Miran. Mereka tahu apa yang dikatakan oleh Miran adalah omong kosong belaka.

Miran juga manggut-manggut, lalu pamit, menawarkan obat ke rumah yang lain, demikian hingga berhari-hari, selalu mendapat tanggapan yang sama.

Jika semangatnya mulai mengendur, Miran membuka buku saku dan mulai membaca catatan, ‘JANGAN TAKUT GAGAL’, ‘KEGAGALAN ADALAH AWAL DARI KEBERHASILAN…’ Frasa itu meresap ke alam bawah sadarnya.

Berbulan-bulan kemudian, obat yang dijual tetap tidak laku. Maka Miran mengembalikan obat itu kepada Wawan. Miran mengira Wawan akan kecewa. Ternyata Wawan biasa saja. Wawan sudah lama meninggalkan pekerjaan menjual obat. Kini dia mendirikan partai politik dan berhasil menjadi anggota dewan. Ketika melihat barangnya dikembalikan, Wawan hanya tersenyum dan menepuk pundaknya, “Jangan takut gagal. Aku jadi anggota dewan karena sudah terbiasa gagal. Kamu baru gagal sekali.” Miran manggut-manggut, frasa yang sudah tidak asing dibenaknya.

Begitu Miran tidak menjual obat lagi, dia kembali ke pekerjaan sebelumnya. Merawat enam ekor kambing dan mencangkul di ladang. Namun, dia makin butuh membaca frasa-frasa motivasi itu dan melafalkannya berulang-ulang. Bahkan ketika memberi pakan kambing dan mencangkul di ladang, mulut Miran mendesis-desis, ‘JANGAN TAKUT GAGAL’, ‘KEGAGALAN ADALAH AWAL DARI KEBERHASILAN…’

Merawat enam ekor kambing dan mencangkul di ladang hanya memberinya mimpi kecil, padahal seminar itu menyarankan agar berani bermimpi besar. Berani berjiwa besar. Berani menjadi kaya. Pikiran itu menguat dan menghantuinya berhari-hari.

Maka dijual seluruh kambingnya. Uangnya dibuat modal mendirikan warung. Warung berdiri. Warung sepi dari pembeli. Miran bosan. Berdiri satu bulan, warung ditutup. Ada tetangga yang menyarankan agar Miran membuka togel, Miran bilang kepada orang itu, terlalu berisiko.

Setelah warung ditutup, dia berlama-lama memancing di sungai. Saat memancing, dia ingat sebuah acara televisi yang selama ini ditontonnya, “Trik Menjadi Kaya dalam Tempo Satu Hari”.

Meski trik dalam televisi itu barangkali cuma sebagai hiburan tanpa maksud benar-benar mengajarkan sesuatu kepada penontonnya, Miran sungguh-sungguh mempelajari trik-trik tersebut. Setelah merasa selesai memahami seluruh trik yang diajarkan di acara itu, selanjutnya dia mengamalkan trik-triknya.

Miran pinjam uang ke bank buat modal untuk menjual pupuk. Pupuknya laku keras, sebab pupuk yang dijual harganya di bawah pupuk yang dijual di pasaran. Dia sibuk melayani para pemesan yang kebanyakan tetangganya sendiri. Stok berkali-kali habis. Usahanya menghasilkan banyak uang. Dia menjadi kaya meski dalam tempo lebih dari satu hari. Tapi Miran makin percaya pada acara televisi itu.

Ketika uangnya mulia banyak, Miran membeli jas dan sepatu pantofel. Menyulut rokok mahal, lantas menelepon Wawan, mengabarkan perihal keberhasilannya. Wawan berjanji akan segera pulang untuk merayakan keberhasilannya.

***

Sebulan kemudian, rumah Miran didatangi polisi. Pintunya diketuk. Miran keluar dari rumah. Dua polisi memegang pundaknya dan memakaikan borgol pada kedua pergelangan tangannya. “Anda ditangkap atas tuduhan menjual pupuk ilegal.” Miran berjalan gontai menuju mobil polisi dengan kedua tangan diborgol. Tetangga merasa sangat heran menyaksikan peristiwa itu.

Di dalam penjara, Miran bertemu dengan Wawan. Wawan masuk penjara dua hari lebih awal karena terjerat kasus korupsi. Mereka dikurung dalam sel yang sama.

Malam pertama di dalam penjara, mereka menyusun rencana untuk melarikan diri. Mereka lebih kompak ketimbang sebelumnya. Mereka saling memberi semangat satu sama lain, bersama-sama mereka berteriak:

“Jangan takut gagal!”

Esok hari, ramai diberitakan dua tahanan yang melarikan diri.

***

Di sebuah hutan, terletak di lereng gunung Wilis, berdiri sebuah gubuk yang menjadi markas gerombolan perampok. Miran Bengkok dan Wawan Boleng merupakan ketua dari gerombolan perampok itu. Mereka mengumpulkan pemuda desa yang menganggur dan membawanya ke dalam hutan untuk dicuci otaknya.

“Satu tekad kita!”

“Jangan takut gagal!” Jawab mereka serentak.

Ada semacam ritual sebelum perampokkan, yaitu menonton acara televisi yang berjudul “Trik Menjadi Kaya dalam Tempo Satu Hari”. Miran Boleng sengaja membeli televisi dan membelikannya AKI dan membawanya ke hutan, semata agar anak buahnya bisa menonton acara “Trik Menjadi Kaya dalam Tempo Satu Hari”.

Sedangkan tugas Wawan Boleng menjelaskan perihal strategi atau langkah-langkah merampok agar aman. Menurut Wawan Boleng ada empat titik yang harus dikuasi agar proses perampokan aman. Titik itu dikuasi dengan menerapkan formasi Beruang Tidur.

Miran Bengkok membuat sketsa pada kertas karton tentang format strategi itu. Formasi Beruang Tidur yang dimaksud, mirip dengan formasi strategi sepak bola 3-3-4.

Setiap pos mempunyai tanggung jawab yang berbeda. Pos depan sebagai ujung tombak. Pos sayap, bertugas memutus seluruh jaringan. Pos belakang memastikan bahwa tugas pos sayap dan depan selesai dengan rapi. Sementara tugas pos penjaga gawang mengantarkan dan menjemput masing-masing pos pada waktu yang sudah ditentukan. Setiap dari anggota pos adalah ahli di bidangnya masing-masing.

“Kalian harus memanfaatkan kekacauan sebaik mungkin. Pos sayap dan pos tengah, kalian harus selalu siaga dengan senjata kalian. Demikian pula pos belakang jangan sekali-kali lengah,” begitu Wawan Bengkok menerangkan pada anak buahnya. Mereka manggut-manggut.

Malam itu, adalah malam merampok yang kesebelas. Tak ada yang menyangka perampokan yang kesebelas adalah perampokkan yang celaka. Selama sepuluh kali merampok hanya sekali ini gagal. Mereka dikepung tentara dan polisi. Di sebuah kota, terjadi baku tembak antara polisi dan kawanan perampok yang dipimpin Wawan Bengkok dan Miran Boleng. Seluruh anggota perampok tewas. Lebih dari empat belas tentara dan polisi tewas.

Ketika mendengar kabar itu, di lereng Gunung Wilis, Wawan Bengkok dan Mirang Boleng membakar semua uang hasil merampok. Mereka tahu seluruh anak buahnya mati. Di hutan itu yang tersisa tinggal seekor kambing. Lalu mereka menyembelih kambing untuk kemudian dijadikan sate. Di dalam hutan yang lebat yang ditumbuhi berbagai macam tumbuhan dan pohon-pohon yang menjulang tinggi, tercium aroma bau sate yang berhembus bersama angin. Dan terdengar tembakan yang menderu-deru: dua orang desa itu mati dengan tubuh hancur.

Artikel Baru

Artikel Terkait

Gelonggong

Kang Ceples

Panggil Aku Ayah

Keluarga Padi

Minah Budhek

Burung Belabat