Wahai (Calon) Anggota Perwakilan Rakyat, Rakyat Manakah yang Anda Wakili?

Penulis beberapa kali didatangi oleh Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk daerah pemilihan Kabupaten Trenggalek. Bukan tersebab penulis seorang konsultan politik atau ahli dalam politik. Mungkin lebih karena para calon anggota DPRD ini butuh teman untuk ngobrol, atau bisa saja karena kebetulan bertemu dan terpaksa harus ngobrol.

Dalam obrolan tersebut pertanyaan yang pertama penulis ajukan adalah “siapa yang akan Anda wakili?” Pertanyaan ini mungkin sekilas terdengar konyol, pertanyaan yang tidak penting atau bisa saja ada yang menganggap ini pertanyaan bodoh.

Tapi bagi penulis, ini adalah pertanyaan yang sangat penting untuk dijawab. Ini merupakan pertanyaan yang substansial. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan berdampak besar terhadap visi dan misi calon; berdampak besar pada strategi penggalangan dukungan, dan yang paling penting pertanyaan ini akan menjadi legitimasi kekuasaan ketika terpilih menjadi anggota DPR atau yang sekarang populer dengan istilah anggota legislatif.

Penulis ingin mengajak pembaca merefleksikan kenapa pertanyaan di atas ini penting untuk dijawab. Penulis akan mencoba menuangkan pikiran penulis tentang aspek substansial dari hubungan Anggota Perwakilan Rakyat dengan rakyat yang diwakilinya.

Anggota DPR (penulis lebih senang menggunakan istilah anggota Dewan Perwakilan daripada anggota legislatif), baik itu pusat maupun daerah setiap tahun melakukan reses. Reses ini merupakan komunikasi dua arah antara anggota DPR dengan konstituen-nya/pemilih. Nah pertanyaannya, apakah peserta reses yang hadir ini adalah pemilih calon anggota DPR yang melakukan reses? Saya yakin mayoritas bukan.

Sejatinya reses bukan hanya untuk menyerap aspirasi dari masyarakat, melainkan juga sebagai bentuk laporan pertanggung-jawaban anggota DPR kepada pemilih/konstituennya. Kasarnya ini adalah “media pertanggung jawaban bagi Anggota Perwakilan Rakyat pada Rakyat yang diwakilinya”. Jika pertanyaan siapa yang diwakili tidak terjawab dan anggota DPR ataupun timnya tidak yakin yang hadir tersebut adalah rakyat yang diwakili, maka menurut saya, kegiatan ini tidak menyentuh aspek substansial. Karena (mohon maaf) forum reses-nya sendiri tidak legitimate.

Sebenarnya cukup mudah bagi calon anggota DPR untuk menjawab pertanyaan siapa yang akan diwakilinya jika bersedia meluangkan waktu untuk merenung dan memperhatikan kondisi sosial di sekitarnya. Bisa menggunakan pendekatan usia, misal calon anggota DPR yang masih muda, akan mewakili masyarakat dari kalangan pemuda; atau bisa dengan pendekatan profesi, seorang guru akan mewakili kalangan dunia pendidikan, dan lain sebagainya.

Yang agak susah memang menggunakan pendekatan partai, karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah non partisan atau tidak berpartai. Jika menggunakan pendekatan partai, maka akan terjadi perebutan suara di antara calon yang separtai. Saya yakin ini akan dihindari oleh banyak partai.

Ketika calon DPR sudah mengetahui dengan pasti siapa yang akan diwakilinya, maka akan mudah merumuskan visi, misi dan strategi kampanye. Karena sasarannya sudah jelas. Kelompok mana yang akan didatangi; kelompok mana yang akan diajak untuk berjuang bersama. Dari sisi biaya pun akan lebih efektif karena gerakan yang dilakukan tidak akan sporadis.

Kesalahan yang sering dialakukan oleh calon anggota DPRD adalah dengan mengobral janji program pembangunan. Jika pemilihan anggota DPRD dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala dareh mungkin bisa, atau setidaknya setahun sebelum pemilihan kepala daerah dilakukan. Perlu diingat bahwa fungsi anggota DPRD bukan sebagai eksekutor program dan program pemerintah daerah sudah dikunci dalam kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Sebagai ilustrasi saja, pemilihan anggota DPRD akan dilakukan pada tahun 2019. Di Kabupaten Trenggalek masa berlaku RPJMD adalah 2016 – 2021, maka jika anggota DPRD mau memasukan program baru harus menunggu sampai dengan tahun 2021. Ada tiga fungsi pokok anggota DPRD, yaitu: 1) Fungsi legislasi; 2) Fungsi Penganggaran; dan 3) Fungsi Pengawasan. Tidak ada fungsi penyelenggaraan pembangunan.

Kecuali Anggota DPRD tersebut memahami betul arah kebijakan daerah dalam RPJMD dan Program-program-nya. Maka yang dia janjikan bukanlah program baru, tapi mengawal program yang sudah ada dalam RPJMD, terutama program yang akan bermanfaat bagi konstituennya.

Maka jika ditarik kepada pertanyaan awal, jika calon anggota DPRD sudah bisa menjawab pertanyaan siapa yang mereka wakili, maka akan fokus bagaimana mengawal kebijakan yang berhubungan dengan rakyat yang diwakilinya. Sebagai contoh, jika calon anggota DPRD memutuskan akan mewakili kelompok tani, maka dia akan mempelajari bagaimana kebijakan perencanaan dan penganggaran untuk sektor pertanian yang ada dalam dokumen RPJMD dan turunannya.

Selain dokumen RPJMD, calon anggota DPRD tersebut juga harus mau mempelajari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk melihat seberapa besar alokasi anggaran yang disediakan untuk membangun sektor ekonomi. Jika ternyata alokasi anggaran yang disediakan sangat kecil, maka kampanye yang akan dilakukan adalah menambah alokasi anggaran di sektor pertanian, yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Mungkin ini adalah ekspektasi yang terlalu besar dari penulis. Penulis masih meyakini jika calon anggota DPRD mau dan mampu melakukan apa yang penulis harapkan dalam tulisan ini. Penulis yakin pula kondisi negara ini akan lebih baik. Karena semua orang akan berbicara tentang masa depan bangsa bukan hanya kepentingan politik sesaat. Dan di situ, alas perjuangan anggota DPRD terpilih pun akan lebih jelas.

Artikel Baru

Artikel Terkait