Lampu Dim dan Hal-hal Menyebalkan Lainnya di Jalanan

Sebagai orang yang sering menghabiskan waktu di jalanan (maksudnya sering bersepeda motor), saya kerap menghadapi perkara sepele tapi menyebalkan di perjalanan. Di antara perkara menyebalkan itu adalah penggunaan lampu motor jarak jauh (lampu dim) di malam hari, dari arah depan. Sadar atau tidak, penggunaan lampu jarak jauh itu, sangat mengganggu pengendara lain dari arah berlawanan. Sebab, selain membuat ruang di depan motor kita remang-remang, sorot lampu tersebut juga membuat sakit mata.

Kalau saya sedang geram dan naik darah, untuk menghadapi pengendara motor model begini, kadang saya suka iseng seolah-olah hendak menabrakkan motor saya ke arahnya. Karena disebabkan oleh sorot lampunya-lah, arah depan motor saya suram, dan saya tiba-tiba menjadi panik. Saya tak yakin perbuatan iseng ini akan membuatnya sadar. Yang jelas, dia akan kaget dan mengira motor saya sedang oleng dan hendak menabraknya. Minimal perbuatan saya menjadi kejutan baginya.

Namun ketika sebuah kendaraan dengan sorot lampu jauh sedang melaju cepat, saya segera memelankan motor dan memilih untuk menepi. Sebab, saya menjadi tak leluasa berkendaraan dalam kondisi jalanan di depan suram. Jaga-jaga ketimbang oleng atau malah saya terjatuh. Daripada nekad berjalan, saya sering memilih berhenti. Menunggu si motor dengan lampu sorotnya yang nggilani itu lewat dan segera menjauh.

Bagi pengguna lampu jarak dekat yang dirasa kurang efektif, lalu beralih menggunakan lampu jarak jauh dengan alasan biar lebih maksimal menyorot jalan, memang bisa membuat nyaman perjalanan. Tapi, perlu banyak-banyak juga dimengerti dan disadari, bahwa keputusan tersebut juga bisa menghambat pengendara lain yang tengah melaju dari arah berlawanan.

Bagaimana pun, kita mesti sadar bahwa jalanan yang kita lewati pada malam hari, bukan cuma wilayah kekuasaan sepeda motor kita. Ada banyak pengendara lain (dengan banyak hajat penting) yang juga berkendara di atas jalanan tersebut, dengan lampu utama (jarak dekat maupun jauh) yang sorotnya mungkin tak seberapa bercahaya seperti sorot lampu motor kita.

Untuk itu, sebaiknya lampu dim digunakan saat benar-benar dibutuhkan alias dalam kondisi darurat. Di saat tak benar-benar butuh, mohon dengan sangat gunakan lampu jarak dekat saja. Kesediaan dan kesabaran anda untuk senantiasa menggunakan lampu jarak dekat, sudah merupakan perbuatan mulia dan sodaqah jariyah bagi anda untuk para pengendara lainnya.

Lagi pula saat berkendaraan dengan lampu jauh, kemungkinan anda sedang tidak berada atau melintasi jalan Kampak – Munjungan, atau Trenggalek – Bendungan, pun Karangan – Panggul di malam hari. Anda sedang berada di jalanan yang kanan kirinya adalah pemukiman padat penduduk dan sudah penuh dengan lampu di pinggir jalan, di rumah dan tokonya. Dipastikan tanpa lampu jarak jauh, anda tak akan menabrak pagar atau rumah orang. Kecuali saat berkendaraan anda sedang mengantuk atau teler berat.

Dalam UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perihal lampu kendaraan ini sudah diatur di pasal 48 ayat 3 bagian (g): ihwal daya pancar dan arah sinar lampu utama. Sementara pada pasal 58 juga ditegaskan lagi, dengan bunyi: “Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.” Ingat ya ada kalimat “memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan”.

Perkara menyebalkan lain terkait lampu ini adalah soal warna. Betapa mata kita saat di jalan kerap dibikin sengsara oleh sorot motor atau mobil yang menggunakan warna lampu tak biasa. Kita tahu warna lampu yang halal bagi kendaraan sudah ditetapkan kuning dan putih. Dan ini juga sudah diatur dalam UU Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain warna tersebut (misalnya warna biru, ungu atau merah), diharamkan penggunaannya di jalanan. Warna-warna lampu berbeda ini bisa menyiksa penglihatan pengendara lain. Kecuali kalau hal demikian (menyiksa mata pengendara lain) merupakan hobi anda.

Kita sudah maklum bahwa kondisi jalanan di sepanjang Trenggalek-Tulungagung misalnya, lebih banyak tidak mulusnya. Lebih-lebih saat kita memasuki perbatasan Kota Tulungagung hingga depan Terminal Gayatri. Sebuah jarak perjalanan yang bisa menciptakan goncangan di badan dan sanggup membuat perut mules. Sudah gitu ditambah disiksa sama sorot lampu dim anda. Bisa menjadi malapetaka tersendiri bagi pengendara sepeda motor.

Ini belum persoalan saat kebetulan kita berpapasan dengan emak-emak atau ibu-ibu yang kerap berbelok secara mendadak tanpa menyalakan lampu sein. Atau kasus menyalakan lampu sein kanan ternyata berbelok ke kiri, dan sebaliknya. Semoga kita selalu dijauhkan dari menemui dua hal ini.

Tapi intinya jangan mendurhakai para pengendara motor, sebab selain perkara lampu dim dan kisah emak-emak tadi, saat di jalanan para pengendara motor itu masih harus menghadapi problem-problem tak mengenakkan lainnya. Seperti tak-tik menghadapi truk yang jalannya seperti siput kekenyangan. Atau trik menghadapi truk tangki BBM. Karena badan mobil memenuhi separuh jalan, mau tak mau, pengendara motor atau mobil di belakangnya mesti sabar menunggu sepinya kendaraan dari arah depan untuk menyalipnya.

Problem lain bagi pengendara motor adalah, cara menghadapi mobil-mobil bak terbuka yang digunakan untuk mengusung ayam potong juga mobil bak sampah. Dua mobil ini sudah pasti akan menyumbang bau tak sedap di jalanan saat pengendara motor membuntutinya dari belakang.

Tapi yang lebih mbarokahi dari semua perkara di atas adalah, saat kita (para pengendara motor) bisa diselamatkan dari mobil bak pengusung sapi atau kambing dari tertimpa percikan teletong atau kencing. Ini sudah merupakan nikmat Tuhan yang luar biasa dalam perjalanan. Kita telah aman dan selamat dari bencana yang maha bau.

Artikel Baru

Artikel Terkait