Dilema Naskah Teknokratik & KLHS RPJMD Trenggalek 2021-2024 di antara “Mbuh Piye Carane Vs Meroket”

Pilkada serentak 9 Desember 2020 akan diikuti oleh 270 daerah yang terdiri dari 9 Provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota di seluruh Indonesia. Kabupaten Trenggalek menjadi salah satu dari 19 kabupaten/kota di Jawa Timur yang akan mengikuti pelaksanaan Pilkada serentak tersebut.

Sesuai ketentuan pasal 42 ayat (1) huruf q PKPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, bahwa dokumen persyaratan pencalonan dan syarat calon wajib menyampaikan naskah visi, misi dan program mengacu RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) yang ditandatangani paslon. Berdasarkan ketentuan tersebut, dokumen visi, misi, dan program paslon terpilih nantinya akan dijadikan dokumen perencanaan yang dijabarkan dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah).

Sebagai rancangan awal untuk persiapan menyusun RPJMD, pemerintah daerah harus sudah menyusun naskah teknokratik dan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) RPJMD Kabupaten Trenggalek tahun 2021-2024. Kick Off dan Pembekalan Materi Penyusunan KLHS yang digelar selama dua hari pada 19-21 Oktober 2020 lalu merupakan agenda penting dan sangat strategis dalam memproyeksikan bagaimana RPJMD untuk empat tahun ke depan.

Agenda yang diikuti oleh 95 peserta menggunakan media Zoom Meeting berlokasi di tiga tempat, yaitu: Pendopo Kabupaten Trenggalek, Trenggalek Smart Center, dan aula Bappedalitbang. Partisipan yang sebagian besar didominasi oleh Kepala OPD Kabupaten Trenggalek hingga Kabid, Kasubag, Kasubid, Kasi, Perwakilan 3 Camat, juga diikuti kepala instansi vertikal (Kasat Binmas Polres Trenggalek, Kepala Staf Kodim 0806, Kepala BPN, Kepala Sub KPH Kediri Selatan, Kepala BPJN VIII, Kepala BBWS Brantas) serta melibatkan akademisi, pegiat media sosial, advokat, Ketua Tim CSR Trenggalek, ormas (NU, Muhammadiyah) dan tiga aktivis NGO.

Leading sector yang bertindak sebagai panitia kegiatan adalah Bappedalitbang Kabupaten Trenggalek dengan menghadirkan PJS Bupati Trenggalek Drs. Benny Sampirwanto, MSi yang diwakili Ir. Joko Irianto, MSi Sekda Trenggalek dan dua orang narasumber, yaitu Ir. Zuhdi dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dan Dr. Ir. Fatma Djuwita, MSi dari Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

Persoalannya adalah, apakah materi KLHS RPJMD kali ini sudah merujuk pada dokumen visi, misi, dan program paslon? Apakah kedua paslon yang berkompetisi dalam Pilkada Trenggalek juga sama-sama memiliki visi, misi, dan program yang concern terhadap isu-isu lingkungan? Jika RPJMD harus didahului dengan penyusunan KLHS bersamaan naskah teknokratik, pertanyaan berikutnya adalah siapa yang berhak memverifikasi bahwa visi, misi, program paslon sudah mencakup isu-isu lingkungan dan sesuai dengan RPJPD dan bagaimana jika tidak sesuai?

Perlu publik ketahui bahwa pada Pilkada ini Paslon No. 1 dari PKB dan PKS (Ir.Alfan Rianto, M.Tech – Zaenal Fanani, ST., MMT) mengusung visi: “Menuju Trenggalek yang sejahtera, berdaya saing & berakhlak dengan tata kelola pemerintahan profesional, aspiratif, partisipatif dan transparan”. Sedang Paslon No.2 (Mochamad Nur Arifin – Syah Mohammad Natanegara) yang diusung koalisi 7 parol yaitu: PDIP, Golkar, Demokrat, Gerindra, PAN, Hanura, PPP mengusung visi: “Terwujudnya Kabupaten Trenggalek yang maju melalui ekonomi inklusif, SDM kreatif dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)”.

Sebagai rujukan dalam penyusunan visi, misi dan program paslon, Kabupaten Trenggalek telah menetapkan RPJPD 2005-2025 sebagaimana tertuang dalam Perda No. 10 Tahun 2010 dengan mengusung visi: “Terwujudnya Kabupaten Trenggalek sejahtera dan berakhlak”. Sementara itu Perda No. 1 Tahun 2009 tentang RPJP Provinsi Jawa Timur 2005-2025 mengusung visi: “Pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing global dan berkelanjutan menuju Jatim makmur”. Adapun RPJPN sebagaimana telah ditetapkan dalam UU No.17 Tahun 2007 memiliki visi: “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”.

Pemerintah Kabupaten Trenggalek sebagai daerah otonom diberikan kewenangan-kewenangan khusus untuk melakukan inovasi kebijakan dalam meningkatkan kemajuan pembangunan daerahnya. Namun demikian, kebijakan-kebijakan tersebut harus tetap menunjang keberhasilan visi pembangunan jangka panjang nasional dan visi pembangunan jangka panjang daerah seperti yang tertuang dalam RPJPN, RPJPD Jatim dan RPJPD Trenggalek. Sehingga rumusan visi, misi, dan program paslon Bupati dan Wakil Bupati mutlak wajib mengacu pada RPJPD Kabupaten Trenggalek.

Maka acara Kick Off dan Pembekalan Materi KLHS RPJMD akan lebih tepat jika menghadirkan dua paslon Bupati dan Wakil Bupati agar kita memiliki pemahaman yang utuh secara langsung terhadap rumusan visi, misi dan program yang mereka usung. Karena selama ini visi, misi, dan program seakan hanya menjadi dokumen persyaratan administratif pendaftaran Paslon di KPU yang tidak pernah dibedah dengan menggunakan pendekatan strategic planning.

Sebelum menyusun KLHS seharusnya Pemerintah Kabupaten Trenggalek sudah menyiapkan rancangan teknokratis sebagai naskah akademik RPJMD yang memuat kajian empirik dan ilmiah terhadap kondisi, potensi, masalah dan isu-isu strategis yang akan dihadapi lima tahun ke depan.

Sesuai ketentuan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, RPJMD disusun sebagai penjabaran visi, misi, dan program kepala daerah terpilih yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan dan keuangan daerah, serta program perangkat daerah dan lintas perangkat daerah yang disertai kerangka pendanaan bersifat indikatif dalam jangka lima tahun dengan berpedoman pada RPJPD, RTRW, dan RPJMN.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pada dasarnya merupakan dokumen penting dan sangat strategis yang tidak bisa dipisahkan dengan rancangan teknokratik sebagai naskah akademik RPJMD. Berdasarkan Permendagri Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan KLHS Dalam Penyusunan RPJMD disebutkan bahwa dokumen tersebut merupakan analisis sistematis, menyeluruh, dan partisipatif yang menjadi dasar untuk mengintegrasikan SDGs (Sustaibnable Development Goals) ke dalam dokumen RPJMD.

Mbuh Piye Carane Vs Meroket

Eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hari ini adalah “the history of sustainability” cita-cita para founding fathers dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945. Siapa pun yang diberikan amanah rakyat untuk memimpin negeri ini di setiap level dan tingkatan, berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (inklusif), memajukan kesejahteraan umum (prosperity), mencerdaskan kehidupan bangsa (people), dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (SDG’s).

Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu kabupaten dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur yang diberikan kewenangan atribusi untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan daerahnya sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah. Sehingga, secara hierakhis-struktural, Kabupaten Trenggalek adalah bagian dari pemerintahan pusat dan pemerintahan Provinsi Jawa Timur yang kebijakan dan program-programnya harus saling mendukung dan menguatkan visi kebijakan dan program pembangunan regional dan nasional.

Untuk itu, rumusan kebijakan yang tertuang dalam RPJPN-RPJPD dan RPJMN-RPJMD merupakan mata rantai kebijakan yang kompatibel dan tidak boleh terjadi saling kontradiksi. Dalam konteks ini, format akhir RPJMD Trenggalek 2021-2024 menunggu hasil kontestasi dari pilkada 9 Desember 2020. Siapa yang akan keluar sebagai pemenang, maka visi, misi dan programnya akan diformulasikan dalam dokumen RPJMD. Berangkat dari visi, misi dan program paslon terpilih, Pemerintah Kabupaten Trenggalek akan mengetahui secara pasti bagaimana arah kebijakan pembangunan ke depan.

Dalam discourse public campagne setidak-tidaknya ada dua diksi yang mencuat di permukaan dan telah menjadi wacana publik, yaitu: MBUH PIYE CARANE VS MEROKET. Kedua terminologi ini telah menjadi branding yang identik dengan jargon politik dua paslon Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek dalam Pilkada 2020. Secara semiotik lahirnya kata-kata tersebut mencerminkan sebuah simbul perjuangan politik yang ingin disampaikan paslon dalam meraih cita-cita politiknya. Asal-usul lahirnya sebuah kata, pada dasarnya hanya merepresentasikan makna sebuah simbol dari obyek yang disampaikan komunikator kepada komunikan agar membawa impact. Jadi, kata bersifat values free, otonom dan independen. Ia tidak memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai tertentu. Tetapi, ketika kata-kata direproduksi dalam relasi dan konteks kepentingan komunikator, maknanya bisa menjadi lain.

Dalam perspektif ini, “MBUH PIYE CARANE VS MEROKET” memiliki makna yang bernilai politik ketika diusung oleh paslon yang akan berkompetisi memperebutkan jabatan politik. MBUH PIYE CARANE mencerminkan suatu kebuntuan jalan politik untuk meraih kemenangan. Seolah paslon dan parpol pengusung sendiri tidak tahu bagaimana caranya untuk menang. Ada semacam kegelisahan semiotik yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Padahal, bahasa kemenangan harus bisa diuraikan secara tuntas dan lugas baik dari sisi konsepsional hingga teknis operasionalnya.

Adapun kata MEROKET merupakan akronim dari Maju Ekonomi Rakyatnya, Orang dan Organisasinya Kreatif, Ekosistemnya Terjaga. Dalam dunia aeronautika, Roket adalah sebuah alat peluncur luar angkasa yang memiliki kecepatan supersonik untuk mengantarkan satelit pada ketinggian orbit tertentu. Jika Kabupaten Trenggalek ibarat sebuah roket, maka jabatan bupati adalah semacam satelit yang didorong oleh sang roket. Ketika satelit telah mencapai ketinggian pada orbit tertentu, maka roket harus rela kembali jatuh kembali ke permukaan bumi atau hangus ditelan samudera. Apakah akan begitu nantinya nasib Kabupaten Trenggalek yang telah berhasil mengantarkan Bupati Emil menjadi Wakil Gubernur Jatim dan kemudian meninggalkan Trenggalek.

Ada kegelisahan semiotik serupa terhadap jargon “MEROKET” seperti halnya kegelisahan semiotik terhadap jargon “MBUH PIYE CARANE”. Masing-masing paslon dan parpol pengusung pasti memiliki argumentasi secara teoritis, empiris dan filosofis terhadap jargon tersebut. Berangkat dari analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunities,Threats) yang ada, kita tunggu pilkada ini menjadi ajang perdebatan konseptual untuk membangun Trenggalek dengan menawarkan visi, misi, dan program yang SMART (Specific, Measurable, Aplicable, Realistic, Timely).

Kita sangat berharap bahwa konstalasi politik dalam Pilkada Trenggalek 2020 ini adalah pertarungan ide dan gagasan yang mencerdaskan, bukan hanya sebatas pertarungan yel-yel. Semoga terpilih paslon bupati dan wakil bupati terbaik yang visioner serta mampu menjawab problematika riil yang menjadi prioritas kebutuhan rakyat Trenggalek. Wallohu a‘lam bi al-Showab.

Artikel Baru

Artikel Terkait