Suara Gugatan Warga Desa Wadas kepada Gubernur Jawa Tengah yang Menerbitkan Ijin Baru untuk Pertambangan

“Bersama-sama kita jaga Desa Wadas tercinta, tuk kelangsungan hidup sampai anak cucu kita, bahkan sampai akhir dunia”

– Mars GEMPADEWA –

Pada Jumat pukul 14:00 WIB, puluhan warga Desa Wadas berkumpul di Alas (hutan) Wadas. Mereka melakukan konferensi pers terkait gugatan kepada Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah. Gugatan itu dilakukan karena pada tanggal 7 Juni 2021, Ganjar Pranowo mengeluarkan kebijakan tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.

Kebijakan yang tertera dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 itu, dinilai sangat merugikan Warga Wadas. Padahal warga Desa Wadas menolak rencana pertambangan batuan andesit dan pembangunan Bendungan Bener, tapi Ganjar Pranowo tetap mengeluarkan kebijakan tentang pembaruan penetapan lokasi.

Siang itu, konferensi pers yang biasanya terkesan serius dan kaku, menjadi lebih cair dan menggelorakan semangat perlawanan warga Desa Wadas. Insin Sutrisno, Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) memulai konferensi pers dengan tema “Rezim Pembangunan Ugal-Ugalan: Desa Wadas Jadi Korban” itu.

Insin menjelaskan kalau warga selalu dibohongi oleh pihak-pihak terkait rencana pertambangan batuan andesit. Warga Desa Wadas sudah menolak dan berupaya mengadvokasi ke berbagai tempat, tapi respons dari Gubernur Jawa tengah malah dengan membuat kebijakan pembaruan Ijin Penetapan Lokasi (IPL). Maka dari itu, Insin bersama warga Desa Wadas bertekad akan menggugat siapapun yang tidak melaksanakan aspirasi dari warga, dan kini warga menggugat Gubernur Jawa Tengah.

“Kita butuh makan, butuh sandang, butuh papan yang asalnya dari bumi wadas tercinta ini. Kalau bumi wadas digusur, berarti akan dibunuh kehidupan kita. Lihatlah kanan kiri kita, tumbuhan subur, berbuah, ada perumahan apabila digusur habislah perumahan itu. Sehingga kita yakin, dan kita bertekad untuk memperjuangkan tanah kita yang subur ini,” ujar Insin.

Setelah Insin membuka konferensi pers, Rokhanah dari WADON WADAS (Perempuan Desa Wadas) menyampaikan pendapatnya. “Kalau digusur kita akan kehilangan segala-galanya. Bumi Wadas yang indah dan subur tidak akan lagi kalau digusur. Kita tidak bisa bercocok tanam, air bersih pun sudah tidak ada, rumah-rumah semua rusak, persatuan rusak, bahkan agama rusak juga,” kata-kata Rokhanah itu disambut meriah dengan teriakan dan tepuk tangan oleh warga Desa Wadas lainnya.

Oleh karena itu, Rokhanah beserta ibu-ibu di Desa Wadas akan terus berjuang menolak rencana penggusuran di Wadas, sampai kapanpun itu. Selain Rokhanah, WADON WADAS yang bersuara adalah Yati. Ia memberi penjelasan mengapa warga Desa Wadas menggugat Ganjar Pranowo, yaitu untuk mengutuhkan Desa Wadas supaya tidak dihancurkan oleh tambang. Setelah terbit kebijakan tentang pembaruan penetapan lokasi Bendungan Bener, ada beberapa kelompok orang tanpa identitas yang jelas datang ke Desa Wadas.

Mulai tanggal 23 Juni sampai 14 Juli 2021, beberapa kelompok orang itu melakukan upaya pengukuran dan pematokan tanpa ijin (illegal) di lahan milik warga Desa Wadas. Yati mengatakan, pengukuran dan pematokan dilakukan pada waktu yang berbeda, kadang pagi, siang, bahkan malam juga yang menyusup ke hutan di Desa Wadas. Pengukuran dan pematokan tanpa ijin ini membuat seluruh warga Desa Wadas resah. Apalagi pengukuran dan pematokan itu dilakukan dalam suasana Hari Raya Idul Adha.

Merespons kedatangan beberapa kelompok tanpa identitas yang jelas itu, warga Desa Wadas melakukan penjagaan bergilir di Alas Wadas. Bersama para pemuda yang tergabung dalam Kamula Muda Desa Wadas (KAMUDEWA), warga melakukan penjagaan di berbagai lokasi yang menjadi titik masuk beberapa kelompok itu. Pagi, siang, sore sampai malam, mereka terus berjaga supaya tidak terjadi pengukuran dan pematokan illegal.

Yati mengatakan, ketika datang kelompok tanpa identitas yang jelas itu, maka warga yang berjaga akan memukul kentongan. Kemudian semua warga Desa Wadas yang mendengarnya akan meninggalkan pekerjaan lalu bergegas untuk membantu mencegah upaya pengukuran dan pematokan illegal di lahan mereka.

“Sampai saat ini masyarakat wadas masih konsisten mengutuhkan desanya supaya tidak dirampas oleh pemerintah yang tidak bertanggungjawab dengan proyek yang ugal-ugalan itu. Kalau IPL (Ijin Penetapan Lokasi) sudah habis, mengapa masih datang lagi, datang lagi? Mereka kan cuma hanya mau merampas hak orang lain. Padahal di sini kami punya haknya sendiri,” kata-kata Yati semakin menggelorakan semangat perjuangan warga Desa Wadas.

Yati berdoa supaya rakyat Wadas masih bertahan dan semangat berjuang sampai kapanpun, sampai Desa Wadas tidak terancam lagi untuk digusur. Selain itu, Yati juga berdoa supaya pihak yang ingin merampas dan menggusur warga Desa Wadas bisa lekas sadar bahwa kedatangan mereka tidak ada gunanya lagi karena warga akan selalu mengusir mereka.

Terkait kebijakan pembaruan penetapan lokasi Bendungan Bener, Julian Duwi Prasetia, Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mempertanyakan moto Ganjar Pranowo yaitu ‘Tuanku Adalah Rakyat, Gubernur Hanya Mandat’. Menurut Julian, moto itu tidak terbukti di Desa Wadas karena warga sudah menyuarakan aspirasi, namun tidak ada solusi yang diberikan Ganjar Pranowo.

“Terbitnya Ijin Penetapan Lokasi yang baru itu menandakan statement (moto) tersebut tidak terbukti sama sekali. Lahirnya Ijin Penetapan Lokasi sama dengan hanya mendengarkan orang-orang yang punya kepentingan untuk merusak lingkungan panjenengan (warga) semua,” ungkap Julian kepada Warga Desa Wadas.

Gugatan warga Desa Wadas sudah terdaftar di Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Semarang. Gugatan kepada Ganjar Pranowo atas Pembaruan Ijin Penetapan Lokasi Bendungan Bener di Desa Wadas terdaftar dengan surat penetapan nomor:68/PEN-HS/PU/2021/PTUN.SMG. Melalui surat penetapan itu, tertulis mulai hari senin, 26 Juli 2021 sampai hari minggu, 30 Agustus 2021 akan dilakukan serangkaian proses sidang hingga putusan.

Warga Desa Wadas dalam konferensi pers itu menyampaikan beberapa tuntutan, yaitu menuntut Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang Jawa Tengah mengabulkan gugatan Warga Wadas secara keseluruhan. Kemudian, cabut Izin Penetapan Lokasi Pembaruan yang menyantumkan Desa Wadas, hentikan segala bentuk eksploitasi alam dengan dalih Kepentingan Umum serta Negara harus menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak Warga Wadas. Selain itu, warga juga menuntut Aparat Kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap Warga Wadas serta mengajak seluruh solidaritas untuk berjuang bersama melawan ketidakadilan terhadap Warga Wadas.

Bagi pemuda Desa Wadas, keluarnya pembaruan Ijin Penetapan Lokasi untuk Bendungan Bener menunjukkan bahwa negara tidak pernah becus mengurus rakyatnya sendiri. Hal itu disampaikan oleh Azmi dari KAMUDEWA. “Karena negara membikin aturan untuk PPKM yang artinya bahwa di masa pandemi ini rakyat dibatasi geraknya. Akan tetapi mereka sendiri datang merusuhi tempatnya warga yang mana warga memang bener-bener membutuhkan lahan tersebut. Jadi di masa PPKM ini mereka (pejabat negara) tidak menghiraukan aturan yang mereka buat sendiri,” ucap Azmi.

Sebagai pemuda yang akan menjadi penerus di Desa Wadas, Azmi merasa sangat cemas ketika desanya ditambang. “Karena bagaimana nasib masa depanku sendiri ketika lahanku dirusak? Jadi pemerintah ini memberikan gambaran pada kita bahwa desa kita mau dibangun tapi lewatnya dirusak dulu. Apakah ini logika yang sehat? Pemerintah memang nggak pernah sehat, pemerintah nggak pernah waras” ujar Azmi yang juga disambut meriah oleh warga Desa Wadas lainnya.

Azmi menyerukan solidaritas kepada seluruh masyarakat Indonesia dan internasional untuk menjaga lingkungan agar keberlangsungan hidup manusia masih bisa terjamin. Azmi khawatir kalau alam dirusak, maka manusia tidak bisa hidup dengan sehat. Selain itu, sebagai insan yang beragama, Azmi mengatakan perusakan ligkungan dalam agama ini tidak pernah dibenarkan, karena Tuhan menitipkan alam bukan hanya untuk manusia yang hidup saat ini, tapi juga untuk anak cucu sampai penerus-penerusnya di masa depan.

“Dan negara tak pernah memperhatikan itu, negara selalu rakus, negara menganggap rakyatnya bodoh. Negara terlalu ambisi untuk membangun, membangun, membangun. Padahal itu bukan pembangunan, tapi itulah perusakan dengan tersistem,” pungkas Azmi.

Artikel Baru

Artikel Terkait