Potensi Terpendam di Tengah Jongkoknya Mindset dan Birokrasi

Assalamualaikum. Salam hangat untuk teman-teman Trenggalek. Awalnya saya agak ragu untuk menulis artikel ini. Karena saya sadar diri, memang saya ini siapa? Saya bukan orang Trenggalek yang sebetulnya tidak memiliki hak untuk memberi kritik. Perlu ditegaskan, tulisan ini saya buat bukan serta-merta sebagai kritik, hanya sebagai bagian dari rasa peduli saya kepada Trenggalek, yang masih merupakan bagian dari wilayah kecil negeri kita tercinta, Indonesia.

Tulisan ini berawal dari kedatangan saya ke Trenggalek atas panggilan “nguli” dari sahabat saya yang sebetulnya belum pernah bertemu sama sekali. Justru kedatangan saya ke Trenggalek ini niat awalnya, supaya pertemuan kami menjadi nyata. Selain itu, kunjungan saya ke Trenggalek ini untuk kepentingan membantu teman saya yang kebetulan aktif di sebuah lembaga yang melakukan pelatihan serta pendampingan untuk UMKM di Trenggalek.

Awalnya, saya berpikir akan sedikit mudah melaksanakan tugas ini, mengingat kondisi perkembangan dunia bisnis dan teknologi saat ini yang sudah cukup pesat. Namun begitu melihat kenyataan di lapangan, sungguh sangat berat dan miris. Hampir saja saya yang sedari awal optimis menjadi pesimistis. Saya selalu berpegang dengan keyakinan, bahwa “Setiap manusia memiliki potensi yang sungguh luar biasa. Tinggal bagaimana ia memanusiakan dirinya sendiri, supaya potensi yang dimilikinya dapat digunakan semaksimal mungkin.” Atas dasar keyakinan itulah, saya buang jauh-jauh rasa pesimistis saya tadi.

Setelah beberapa hari saya “melakukan tugas” di Trenggalek, saya temukan berbagai masalah yang terjadi pada umumnya, terkait pengembangan UMKM tersebut. Masalah-masalah itu seperti, kekurangan modal, tidak adanya wadah yang mewadahi mereka secara maksimal. Tidak ada pendampingan dan pelatihan yang berkesinambungan serta kurangnya akses bagi para pelaku untuk menggapai pasar. Dari sekian banyak masalah itu, yang perlu digaris-bawahi adalah masalah mendasarnya, yang jika dibiarkan terus akan berakibat fatal, pada mindset (pola pikir) para pelaku UMKM yang cenderung “kolot”.

Kebanyakan dari mereka ini melakukan usaha (bisnis) sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bisnis mereka lakukan sekadar untuk menutupi masalah biaya sekolah anak atau semacam biaya berobat. Dalam pikiran mereka barangkali yang penting kebutuhan mereka sehari-hari itu terpenuhi. Sebetulnya berpikir seperti itu sah-sah saja, namun jika nanti terjadi masalah, seperti anak yang hendak sekolah namun kekurangan biaya, para pelaku ekonomi kreatif ini pasti akan pusing. Dan ujung-ujungnya hanya mengharap bantuan dari pemerintah. Lha, kalau mindset-nya seperti ini, bagaimana generasi bangsa akan menjadi generasi unggul?

Selain masalah mindset (pola pikir), masalah lain adalah terkait “birokrasi”. Kenapa saya bilang ini masalah? Ya jelas BUNG! Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat pesat. Dengan melihat hal tersebut, harusnya pemerintah di Trenggalek bisa memaksimalkan secara baik. Dan tentunya dengan teknologi yang tersediakan, birokrasi yang rumit itu bisa dipermudah. Dengan terpangkasnya alur birokrasi yang rumit dan menjengkelkan begitu, pasti akan banyak keuntungan yang didapatkan.

Problem selanjutnya adalah, tidak adanya sinergi antara pucuk pimpinan tertinggi dengan orang-orang di bawahnya. Mengapa demikian? Ya jelas. Meskipun pimpinannya masih muda, cerdas dan memiliki berbagai terobosan, namun orang-orang di bawahnya tidak bisa mengimbangi. Para bawahan itu hanya ngangguk-ngangguk meng-iya-i namun tidak memahami maksud sebenarnya dari pimpinan. Sudah pasti program secanggih apapun akan gagal kalau bawahan kurang mampu menerjemahkan keinginan pimpinan. Janganlah umur itu dijadikan alasan, seringkali saya mendengar alasan seperti ini, “saya ini sudah tua, tidak mengerti hal -hal seperti itu. Ya mbok yang muda-muda ini melakukan sesuatu.” Saya mendengar itu dalam hati langsung berkata JUANCOK!!!!.

Kenapa umur dijadikan alasan? Kalau memang tidak sanggup, oke serahkan kepada yang masih muda dan memiliki potensi serta ahli di bidangnya. Kemudian fasilitasi dan dukung mereka secara maksimal. Kalau pemerintah hanya meminta, namun fasilitas tidak diberikan, apalagi tak ada dukungan? Nol prutul!!

Sudah mindset (pola pikir) pelaku UMKM-nya manja, ditambah masalah birokrasi yang begitu rumit. Sudah pasti geliat UMKM di Trenggalek ini akan mati suri. Jika dibiarkan terus menerus seperti itu pasti akan berdampak buruk pada ekonomi masyarakat. Satu-satunya jalan jika pemerintah terlalu berat untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengajak anak-anak muda yang kreatif serta memiliki pemikiran, untuk ikut membangun Trenggalek misalnya dengan membuat suatu program. Di mana program itu nantinya mencakup, pendekatan ke pelaku UMKM, pelatihan, pendampingan serta evaluasi secara berkala. Jadi, bukan hanya sesuatu yang dijalankan ketika program itu berlangsung, tapi setelah berakhir programnya lalu ditinggalkan. Ini terkesan hanya sebatas buang-buang anggaran saja.

Trenggalek itu kota yang indah, potensinya banyak. Baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Kekurangannya adalah, potensi-potensi itu tidak ada yang mengorganisir dan tidak ada pula sosok yang bisa dijadikan figur. Kalau semua aspek itu dapat kita organisir dan kita gunakan secara maksimal, bukan hanya masalah UMKM yang akan selesai, semoga juga masalah dari berbagai sektor.

Saya bukan orang Trenggalek, namun saya merasa memiliki ikatan yang membuat saya menjadi seperti penduduk sini. Harapan saya adalah, ke depannya, antara masyarakat dengan pemerintah setempat dapat melakukan sinergi supaya dapat terwujud Trenggalek yang lebih baik lagi. Akhir kata, saya mohon maaf kalau ada kalimat dalam tulisan ini yang kurang tepat atau sekiranya tidak pas. Semoga nanti ketika saya ke Trenggalek lagi, kota ini akan terasa makin hidup. Namun juga tetap mempertahankan kearifan lokal dan karakter-nya. Wassalamualaikum…

Artikel Baru

Artikel Terkait