Menikmati Mudik Lebaran

Pemasangan spanduk dan baliho ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri di jalanan menandai bulan Ramadan sudah ditinggalkan. Pun dengan beberapa jalan kecil di beberapa sudut perkampungan yang dengan indah dan rapi telah dihiasi. Sementara kita sebagai muslim lekas menyadari bahwa bulan puasa telah diakhiri. Benar bahwa tanpa terasa waktu telah mengantar kita, tidak hanya ke penghujung Bulan Ramadan, tapi kini telah memasuki Syawal. Dengan berakhirnya bulan Ramadan, maka menandai datangnya Hari Raya Idul Fitri.

Bulan Ramadan sendiri adalah bulan yang dikuduskan bagi umat Islam sebagai bulan suci. Selama sebulan penuh umat Islam memiliki kewajiban menjalankan ibadah puasa. Bulan Ramadan identik dengan serangkaian ibadah sunah seperti sholat tarawih berjamaah, tadarus alQur’an, dan santunan duafa maupun anak yatim. Selain itu, pelaksanaan zakat fitrah juga bertepatan dengan bulan tersebut. Ada beberapa keutamaan untuk beribadah di bulan ini, sehingga dengan berakhirnya Ramadan, setiap dari kita memiliki pemaknan yang berbeda.

Mereka yang menyambut akhir Ramadan dengan suka cita adalah mereka yang memiliki kesempatan berkumpul dengan keluarga di tengah suasana lebaran. Sedang mereka yang menyambut dengan perasaan kecewa adalah mereka yang tidak punya kesempatan berkumpul dengan keluarga saat lebaran kemarin.

Setiap masa memiliki semangatnya masing-masing, pun dengan nuansa Ramadan memiliki kesannya masing-masing. Tentu menikmati bulan puasa dengan berkumpul dengan keluarga akan jauh berbeda dengan mereka yang menjalaninya jauh dari keluarga. Ada haru serta rindu di antara perbedaan ini. Setidaknya bagi mereka yang berkumpul dengan keluarga, ada kesempatan buka bersama, sholat tarawih bersama sampai sahur bersama. Maka, tidak berlebihan jika mudik menjelang lebaran adalah sebuah kegembiraan tersendiri.

Di Indonesia tradisi mudik merupakan fenomena kultural. Suatu tradisi yang lahir dan berkembang berdasarkan kondisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Masyarakat udik Indonesia sebagian adalah para perantau. KBBI menyebut mudik merupakan kegiatan perantau/pekerja migran kembali ke kampung halaman. Pemaknaan mudik pada masyarakat umum dipakai pada momentum tahunan dalam menyambut liburan hari raya Idul Fitri.

Sumber lain menyebutkan bahwa mudik dalam Bahasa Jawa merupakan sebuah akronim dari mulih dikik, sementara dalam serapan bahasa mudik lebih identik dengan kata udik yang memiliki arti kampung. Dengan mengacu pada pemaknaan terakhir mengenai mudik, maka kegiatan tersebut tidak bisa dilepaskan dari urbanisasi. Tentu merujuk pada pemaknan bahwa pulang kampung artinya adalah pulangnya tenaga-tenaga yang telah diserap dan dihisap di kota kembali ke desa, tempatnya semula. Maka jangan heran jika kemudian mudik adalah ajang sukses-suksesan. Yang tak lain sebagai unjuk eksistensi diri atas pencapaian selama merantau di kota (yang menghisap tenaganya).

Hal lain yang justru perlu digaris bawahi adalah bahwa mudik merupakan sebuah kearifan sosial. Adapun tradisi ini lahir sebagai upaya untuk membangun silaturahmi antarsanak keluarga maupun masyarakat yang terpisah, baik itu bekerja maupun urusan merantau lainnya. Semarak mudik tak bisa dilepaskan dari semangat menyambut lebaran segenap masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim dan juga perantau. Demikian pula, mudik merupakan kesempatan bagi seluruh perantau, baik muslim maupun non muslim untuk menikmati liburan panjang selama lebaran.

***

Di kota, serba-serbi Ramadan mulai nampak dari membeludaknya pusat perbelanjaan, ramainya pasar jajanan, macetnya jalan-jalan besar, sampai yang terakhir adalah tersedianya transportasi massal maupun pos layanan kesehatan bagi pemudik. Tentu saya bukan orang yang tinggal di kota seriuh di kota besar. Namun pemandangan tersebut dapat dengan jelas kita saksikan melalui sajian khusus di stasiun televisi. Hal yang tak jarang menjadi perhatian adalah kecelakaan yang umum terjadi ketika mudik, yang dalam hal ini butuh perhatian khusus baik bagi pengguna jalan maupun polisi lalu lintas.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah ketersedian angkutan massal guna mengimbangi lonjakan pemudik. Sehingga beberapa armada kendaraan, instansi maupun badan swasta menyediakan fasilitas mudik dan pos kesehatan gratis bagi pemudik. Tujuan diadakan fasilitas tersebut agar mengurangi angka kecelakaan maupun pengurangan pemakaian kendaraan pribadi yang mengakibatkan kemacetan. Serba-serbi tersebut adalah kegiatan tahunan yang setiap menjelang lebaran rutin dilaksanakan. Maka dengan ketersediaan fasilitas dan adanya kesadaran dari dalam diri,diharapkan dapat mengurangi tingkat kemacetan maupun kecelakaan arus mudik.

Saya adalah satu dari sekian masyarakat Treanggalek yang rutin menikmati mudik lebaran. Singkatnya, terhitung tahun ini merupakan tahun kedelapan saya menikmati suasana mudik setelah hampir sebulan penuh menikmati puasa di kota tetangga. Sebagai seorang perempuan yang memilih hidup tinggal jauh dari keluarga, barangkali mudik adalah jalan pulang. Sementara bahasan mengenai lebaran adalah bahasan mengenai kudapan atas kerinduan yang bertumpuk.

Terakhir dari saya, salam buat keluarga di rumah. Selamat berlebaran bersama keluarga, jangan lupa cium tangan emak. Kalau lebaran ini berkesempatan bertandang ke Watulimo, jangan lupa mampir rumah saya, ya. Dari saya, minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.

Artikel Baru

Artikel Terkait