Mari Pulang, Marilah Pulang Bersama-sama

Bagaimana kalian menghadapi masa-masa akhir selesai kuliah? Kalau aku lumayan jengkel, karena dahulu, lebih dari tiga tahun aku dituntut menjadi anak kuliah-pulang kuliah-pulang. Kejengkelan yang lain adalah menyadari waktu berproses dan bersenang-senangku hampir usai.

Apa yang kulakukan? Mengolor waktu adalah pilihan sadar. Kuliah yang harusnya mampu kuselesaikan tepat waktu atau bahkan lebih cepat, sengaja kutunda dengan alasan pemaafan masa kuliah strata satu di usia dua puluhan tidak bisa kuulangi.

Tentu saja alasan pemaafanku ini menyeretku ke berbagai situasi. Gerutuan orang tua, dongkolnya orang-orang terdekat merasa aku membuang-buang waktu. Ya ada benarnya, sih. Aku sengaja menceburkan diri di banyak wadah berproses.

Semua hanya untuk trial error dan mencari tempat berproses yang pas. Bermula dari pers mahasiswa (persma), aku belajar banyak metode dan literatur jurnalistik, juga membangun jejaring hingga di tingkat nasional. Namanya juga anak impulsif, akhir 2020 usai berproses di persma, Covid melanda, aku kembali berkontak dengan kawan di Trenggalek, lalu melibatkan diri di jurnalisme warga dan sebuah gerakan advokasi lingkungan.

Kanal jurnalisme warga ini bernama nggalek.co: hasil iseng beberapa penulis dan blogger-blogger Trenggalek. Isinya nggak kaleng-kaleng. Memang sebagian besar akademisi. Aku dan Wahyu AO termasuk anggota paling muda. Poin baiknya, kawan-kawan di nggalek.co membebaskan kami untuk melakukan apa saja yang kuinginkan. Menulis, membuat agenda diskusi, pelatihan, bahkan lomba. Kegiatan-kegiatan yang lebih menyenangkan dibandingkan menyelesaikan naskah skripsiku.

Walaupun seru, aku tak bisa berlama-lama di Trenggalek. Awal Juni 2022, kuputuskan berangkat lagi ke Jember, berdalih mengerjakan skripsi. Kerja-kerja di nggalek.co beralih daring semua. Wahyu AO kedatangan kawan baru, mahasiswa STKIP Trenggalek, Beni Kusuma namanya.

Upaya untuk bertahan berbuah kabar baik. Tahun 2022, kami mendapat penghargaan jurnalisme warga dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Capaian yang mengharukan karena jika kau lihat unggahan 7 tahun silam, pendiri dan penulisnya pesimis nggalek.co bisa bertahan.

Ternyata perkara persma di Jember berbuntut panjang. Tanggungan moral demisioner (eh, atau post power syndrome?) lumayan menguras energi. Tak berselang lama, kegabutan melanda. bersama seorang kawan, aku mengajukan pembentukan Amnesty International Indonesia Chapter Unej 2020 lalu. Sempat terbengkalai dan tidak dikerjakan dengan serius, tapi ternyata bertahan, berkembang, dan beregenerasi hingga hari ini. Kini, aku dan kawanku hanya bertugas sebagai tukang pantau.

Memilih Amnesty International bukan tanpa alasan. Sebagai mahasiswa teknologi pertanian yang terkontaminasi persma, aku cukup akrab dengan isu-isu lingkungan dan agraria di sekitarku. Amnesty adalah organisasi besar yang memiliki konsen kuat di bidang perjuangan HAM. Aku membutuhkan ilmu dan jaringannya. Usai beregenerasi dan cukup stabil, kawan-kawan Amnesty Unej, Persma Jember, dan beberapa jejaring kolektif juga memutuskan menghidupkan kembali Aksi Kamisan Jember.

Namanya juga hidup, istikamah dua minggu sekali menghidupkan Aksi Kamisan Jember tak pernah sesederhana yang terlihat. Pernah sekali waktu hanya tiga orang yang datang. Ya, tapi kami harus istikamah, bukan? Lagian belum separah kawan Aksi Kamisan Malang yang datang berdua, dia dengan Mona, sepeda motornya. Aku salut pada orang-orang yang terus merasa harus datang dan merespon isu pelanggaran HAM masa lalu, juga isu-isu di sekitar kawasan Tapal Kuda.

Isu-isu HAM ini makin ke sini, makin begini, makin begitu. Seperti konflik agraria di Pakel, Banyuwangi, misalnya. Aku menyimak, mengikuti, dan mencoba mempelajari lebih dalam lagi. Selanjutnya sangat tertebak, aku pusing sendiri memikirkan apa yang bisa kulakukan menyikapi kondisi tersebut.

Untungnya aku dikelilingi banyak orang baik. Pernah suatu ketika aku sedang ngopi berdua dengan Ubai, adikku di persma. Teleponku berdering, kawan solidaritas Pakel hendak merilis buku berjudul Atas Nama Tanah Pakel. Spontan saja kutawarkan, Jember siap untuk tur bedah buku dan pameran arsip.

Tentu si Ubai nyengir kuda sambil mengumpat. Ia merasa tertimpa beban berat karena ketika aku melempar tawaran ia sudah memiliki konsep eksekusi. Tanpa protes, malam itu juga ia berkontak dengan kawan yang lain dan membuat konsep acara.

Pada akhir Juni 2023, tur bedah buku dan pameran arsip berjalan baik berkat kerja keras kawan-kawanku. Agenda paling besar dan paling menyenangkan yang pernah kami lakoni. Hal-hal yang kulakukan dan kupelajari ternyata berantai. Tak berselang lama, pertengahan Agustus aku mendapat beasiswa lokakarya foto bercerita dari Project Multatuli.

Liputan yang kuusung tentang perempuan Pakel yang mempertahankan ruang hidupnya. Berkat lokakarya itu, aku berangkat lagi ke Pakel. Tinggal di salah satu rumah warga selama satu setengah bulan, aku melihat perjuangan petani Pakel lebih dalam lagi. Detail narasinya masih bisa kalian baca dalam liputan fotoku di Project Multatuli.

Saat liputanku sudah naik meja redaksi, awal bulan November lalu, aku memutuskan pulang. Mengemasi semua barang-barang di kamar kos, memasukkannya pada kardus-kardus yang kubeli di toko kelontong. Lalu menghubungi ekspedisi cargo, memastikan mereka mengirimnya keesokan hari. Malam itu juga aku ngopi bersama beberapa kawan dekatku lalu menjelang dini hari kuputuskan untuk pulang. Memacu motorku melintasi jalur lintas selatan.

Aku pulang juga. Hari ketigaku di rumah, aku memutuskan ngopi bersua dengan Wahyu AO. kami membahas nggalek.co. menata kembali beberapa agenda yang berantakan dan menyapu rencana yang lalu. Kami pulang mengantongi beberapa konsep kegiatan. 

Terkadang aku juga kebingungan dan terus-terusan mempertanyakan mengapa aku melakukan kerja-kerja kolektif seperti ini. Ada banyak hal yang kurasa lebih bermanfaat bagi diriku sendiri, naifnya aku justru mengabaikannya dan memilih meneruskan kerja-kerja kolektifku.

Makin lama aku berada di rumah, mencoba ngopi sana-sini, berbaur di beberapa kolektif, makin terasa bahwa aku tak mengenal banyak orang di sekitarku. Asing di rumahku sendiri. Makin jelas pula bahwa aku adalah anak muda yang tercerabut dari akarnya.

Maka pulang dan menghidupkan kembali nggalek.co dengan beberapa kawan baik adalah keputusan sadar terbaik yang kuambil. Kami sudah merencanakan beberapa agenda bersenang-senang dengan gaya, tunggu saja tanggal mainnya.

Artikel Baru

Artikel Terkait