Tahun 2023 tersisa dalam hitungan beberapa hari lagi. Sayangnya, portal nggalek.co hingga hari ini hanya bisa menerbitkan 7 tulisan saja selama 2023. Tulisan saya ini bisa jadi penambah lah. Tapi, saya ragu nggalek.co bisa menerbitkan banyak tulisan di penghujung 2023. Sepertinya, 2023 menjadi ‘tahun tidak terproduktif bagi nggalek.co’.
Kondisi tidak produktif itu diperparah dengan beban moral dari judul tulisan ini. Pada 7 Agustus 2022, nggalek.co mendapatkan penghargaan sebagai media jurnalisme warga terbaik dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Memang sepanjang 2022, nggalek.co menerbitkan 42 tulisan. Akan tetapi, setelah dapat penghargaan dari AJI, hanya ada 10 tulisan yang terbit dalam periode Agustus sampai Desember 2022.
Menjadi hal yang wajar jika banyak orang yang tanya “mengapa nggalek.co jarang menerbitkan tulisan setelah dapat penghargaan AJI 2022?”
Oleh karena itu, saya sebagai salah satu penulis nggalek.co ingin menyampaikan curhat sepihak untuk menjawab pertanyaan itu. Apa yang saya sampaikan di tulisan ini tidak mewakili nggalek.co secara kelembagaan. Kalau ada penulis lain yang ingin menjawab berdasarkan pendapatnya sendiri juga dipersilahkan.
Baiklah. Alasan tidak produktifnya nggalek.co setelah dapat penghargaan AJI 2022 akan saya sampaikan dalam beberapa poin jawaban. Berikut alasannya:
1. Ditinggal Teman
Setelah bangkit dari kematiannya pada akhir 2020, nggalek.co dikelola oleh 8 anggota, salah satunya saya. Dari 8 anggota itu, ada satu teman yang bisa saya ajak untuk konsisten mengelola nggalek.co, namanya Alvina. Awal 2021, kami beberapa kali melakukan liputan bersama, membuat konten Instagram dan video.
Akhir 2021, kami menginisiasi kegiatan ‘Sinau Jurnalistik’, sebuah pelatihan menulis berita tanpa dana yang menyasar para pemuda Trenggalek. Tahun 2022, kami melanjutkan kegiatan yang sama dengan fokus ‘jurnalisme lingkungan’, berkolaborasi bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur. Ada secercah harapan untuk mengembangkan budaya literasi di Trenggalek. Tapi, harapan itu perlahan memudar ketika Juni 2022, Alvina harus melanjutkan studinya di Universitas Jember (Unej).
Selain skripsian, Alvina juga aktif di pers mahasiswa Manifest, Amnesty International Chapter Unej, Aksi Kamisan Jember, Kolektif Filsafat ‘Cerita Lama Berakhir Kajian (CLBK)’, pameran seni tentang konflik agraria di Desa Pakel Banyuwangi, dan berbagai kegiatan lainnya. Teman yang saya anggap sebagai adik ilegal ini memang se-aktivis itu di Jember.
Waktu itu, saya tidak tahu kapan Alvina akan kembali pulang ke Trenggalek. Jangankan kapan pulang, apakah dia tetap ingin pulang atau tetap beraktivitas di Jember, saya juga tidak tahu kepastiannya. Sedih rasanya. Saya merasa seperti ditinggal pergi oleh teman seperjuangan. Ide dan gagasan yang sudah dijalankan dan akan dikembangkan menjadi mandek begitu saja.
Kenapa saya tidak menjalankan gagasan itu sendiri? Karena, saya punya prinsip bahwa suatu gagasan yang diciptakan bersama itu juga harus dijalankan bersama-sama. Tapi kenapa saya tidak menjalankan gagasan itu bersama 6 anggota lainnya? Karena kebanyakan dari mereka sudah menjadi bapak-bapak dan ibu-ibu yang punya kesibukan dengan keluarga maupun pekerjaan masing-masing. Tentu saya -yang agak lebih muda dari mereka- jadi sungkan kalau minta bantuan terus-terusan.
2. Sibuk Kerja
Bukan 6 anggota nggalek.co saja yang sibuk kerja. Saya juga lebih banyak sibuk di Kabar Trenggalek, sebuah media lokal independen yang tidak kenal takut. Kabar Trenggalek sedikit banyak mewarisi idealisme dan semangat nggalek.co untuk menjadi media yang menyuarakan kepentingan publik. Bedanya, Kabar Trenggalek juga didirikan sebagai tempat yang menghasilkan pendapatan untuk mendukung kerja-kerja idealis di bidang jurnalistik.
Porsi kerja saya di Kabar Trenggalek lebih banyak sebagai editor. Kadang-kadang, saya juga menjadi jurnalis yang biasanya meliput isu lingkungan dan menulis tentang sejarah. Ada tenaga yang perlu saya curahkan kepada jadwal kerja harian di Kabar Trenggalek.
Selain itu, saya di Kabar Trenggalek belajar banyak ilmu dan praktek jurnalistik dari teman dan jejaring jurnalis lainnya. Saya juga berkesempatan mendapatkan beasiswa liputan mendalam. Bersama teman-teman di Kabar Trenggalek, kami bisa memberi beberapa dampak penting dengan menyuarakan kepentingan publik. Tentunya, masih banyak ilmu jurnalistik yang harus saya pelajari.
Berproses di Kabar Trenggalek sangat seru. Semakin seru belajar, semakin tidak ada waktu untuk menulis di nggalek.co. Tapi perlu dicatat, sejak awal nggalek.co tidak dikonsep sebagai pekerjaan atau aktivitas utama. Media jurnalisme warga ini lebih cenderung menjadi ‘panggung terakhir’ bagi manusia-manusia yang gelisah terhadap berbagai kondisi yang terjadi di Trenggalek.
3. Sebuah Keniscayaan
Secara historis, nggalek.co yang jarang menerbitkan tulisan itu sudah menjadi keniscayaan. Sejak 2 tahun media ini didirikan, pendiri dan penulisnya sudah terang-terangan menyatakan wacana bubarnya nggalek.co. Pada tahun 2018, tulisan yang diterbitkan nggalek.co sudah mengalami penurunan. Para penulis mulai menyadari bahwa apa yang mereka lakukan di nggalek.co itu sama sekali tidak menguntungkan dan malah banyak menyusahkan.
Dimulai dengan tulisan berjudul “Menanti Nggalek.co Gulung Tikar”. Dalam tulisan itu diungkapkan bahwa sejak awal didirikan, para penulis nggalek.co bersepakat untuk mewajibkan menulis 1 kali dalam 1 bulan. Tidak ada honor, bayaran, gaji, uang sepersen pun untuk setiap tulisan. Gokilnya lagi, kalau ada penulis yang tidak menulis, dia harus membayar denda Rp50 ribu.
Tulisan itu dibalas dengan tulisan berjudul “Menunda nggalek.co Bubar“. Sebagai bentuk ketidakterimaan, tulisan ini berupaya membangkitkan semangat supaya nggalek.co tetap hidup. Ada sebuah keinginan kuat agar nggalek.co tidak akan dibiarkan mati dalam keadaan remeh. Meski demikian, tulisan ini juga tidak membantah fakta bahwa nggalek.co itu tak punya uang buat bayar internet, pengelolaan keuangannya buruk, dan penulisnya tidak dibayar.
Bayangkan. Media gila mana yang tidak membayar penulisnya dan mendenda penulisnya kalau tidak menulis? Sistem wajib dan denda nulis ini benar-benar berjalan di awal berdirinya nggalek.co. Baru setelah 2 tahun mereka menyadari ada yang tidak baik-baik saja. Lalu terbitlah tulisan berjudul “Apa Untungnya Menulis di nggalek.co?” Sistem yang sungguh gila dan berpotensi melampaui kejamnya kapitalisme. Bisa saja, rezim oligarki hari ini sungkem kepada sistem yang dijalankan nggalek.co pada awal tahun itu.
Kesadaran terhadap kejamnya sistem yang dibuat oleh para penulis nggalek.co sendiri dirayakan melalui beberapa serangan tulisan lainnya. Seperti tulisan berjudul “Meruntuhkan Nggalekdotco dengan Semangat Sumpah Pemuda”. Kemudian tulisan “Hidup Segan, Mati Tak Mau”.
Meski berkali-kali mati karena digempur secara bertubi-tubi oleh tulisan-tulisan serangan itu, nggalek.co selalu berhasil bangkit dari kematiannya. Setiap tulisan serangan mempunyai nilai otokritik sangat pahit yang harus ditelan sebagai obat. Tapi, sembuh dan hidupnya nggalek.co tergantung kepada kehendak para manusia-manusia di dalamnya.
Setelah berkali-kali mati dan berkali-kali bangkit, nggalek.co malah mendapatkan penghargaan jurnalisme warga dari AJI di tahun 2022. Betapa senang dan harunya para penulis ketika mendapat kabar itu. Media yang didirikan dengan semangat dan sistem melampaui ketidakmungkinan ini ternyata sempat diapresiasi oleh organisasi skala nasional seperti AJI.
Tapi, kesenangan dan keharuan itu tak berlangsung lama. Ternyata, penghargaan level nasional itu sangat berat untuk disangga. Para penulis nggalek.co malah semakin terbebani dengan titel dan cap sebagai media jurnalisme warga terbaik versi AJI tahun 2022. Berbagai kendala datang, teman mulai pergi dan sibuk sendiri, penerbitan tulisan semakin tidak produktif, semangat perlahan merosot dengan pasti.
Kembali lagi seperti yang saya ucapkan di awal poin alasan ketiga ini: secara historis, nggalek.co yang jarang menerbitkan tulisan itu sudah menjadi keniscayaan. Tapi yang perlu dicatat juga, secara historis, nggalek.co selalu bisa bangkit dari kematiannya. Saya memiliki dan mempertahankan keyakinan, bahwa nggalek.co akan kembali produktif menerbitkan tulisan.
Bukan Kesimpulan
Setelah menjawab pertanyaan “mengapa nggalek.co jarang menerbitkan tulisan setelah dapat penghargaan AJI 2022?” Saya akan menyampaikan sesuatu yang tidak bisa disebut sebagai kesimpulan. Intinya, saya akan meramaikan lagi nggalek.co bersama Alvina. Karena, Alvina memutuskan untuk kembali ke Trenggalek dan siap untuk melanjutkan gagasan yang sudah kami mulai sejak dua tahun yang lalu.
Entah bagaimana ke depannya, yang jelas akan ada berbagai agenda untuk membangun kultur dan ekosistem literasi di Trenggalek. Bukan sekedar jumlah tulisan yang jadi patokan, tapi dampak dari tulisan dan karya-karya nggalek.co lainnya yang menjadi ujung tombak. Nggalek.co tidak akan pernah mati.