Profesi Baru Ketika Ramadan dan Menjelang Lebaran

Ramadan itu bulan yang penuh keberkahan. Kesempatan bagi umat Islam untuk berlomba-lomba menambah pundi-pundi pahalanya lewat ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Ibadah yang dilakukan selama bulan puasa nantinya akan dilipat-gandakan nilai pahalanya, baik yang bersifat ritual seperti salat, maupun zakat fitrah sebagai pencerminan dari ibadah sosial.

Selain beribadah mengumpulkan pundi pahala, tentu kita juga harus tetap bekerja keras mengumpulkan pundi uang, mengingat lebaran nanti membutuhkan pengeluaran yang tidak sedikit.  Banyak kebutuhan yang harus disiapkan untuk menyambut hari kemenangan. Frasa serba baru yang dilekatkan pada momentum hari raya, sebagaimana tradisi masyarakat Indonesia yang memaknai kata fitrah, bukan sebatas dalam bentuk penyucian kembali jiwa, tapi termasuk raga pun perlu “disucikan”. Malah lebih penting urusannya.

Tidak heran, jika ber-wirausaha di bulan Ramadan menjadi solusi alternatif untuk mengatasi persoalan “serba baru” tersebut. Pilihan ini, biasanya dilakukan anak-anak kampus yang kembang kempis finansialnya, atau ibu-ibu rumah tangga yang banyak waktu luangnya. Memang hanya sebentar, tapi keuntungannya menjanjikan.

Mbak Mita, saudara sepupu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang cukup melek menangkap peluang ini. Dia tahu bagaimana memanfaatkan waktu untuk menghasilkan uang di bulan puasa seperti ini. Ketika ibu-ibu rumah tangga lain bersandar pada kerja suaminya, Mbak Mita, yang ke-anggunan-nya sebelas dua belas dengan saya, lebih memilih berwirausaha: dengan menyulap beranda depan rumah menjadi lapak jualan takjil dan menu sahur. Di sinilah titik perbedaan kami berdua. Dia jualan, saya ngutang. Saling berbagi itu indah kan, Mbak?

Meski keuntungannya tidak banyak, tapi setidaknya dengan berwirausaha seperti itu, cukup membantu untuk modal lebaran nanti. Ya, hitung-hitung mengisi waktu luang sambil membantu keuangan keluarga. Selain menjual makanan untuk Ramadan. Dia juga menjual beberapa barang yang cukup dibutuhkan menjelang lebaran. Ketika silaturahmi dengan sanak saudara dengan tujuan saling memaafkan, pasti setiap rumah juga menyediakan bermacam-macam kue. Dari situlah Mita berinisiatif menjual kue lebaran yang dibutuhkan ribuan umat di daerahnya. Mita membuat kue, lalu dijualnya ke beberapa teman dan tetangga sekitar. Wirausaha ini cukup menjanjikan, pula laju permodalan dengan keuntungan.

Selain kue lebaran, dia juga menjual amplop yang berbentuk lolipop dan astor. Amplop itu terbuat dari kain wolfis, lalu dibentuk seperti astor dan lolipop yang lucu dan berwarna-warni. Dengan rupa yang sama seperti astor dan lolipop, hanya saja tidak bisa dimakan. Kecuali kalau ingin sakit perut, boleh-lah kalian makan. Tapi saran saya jangan, biaya rumah sakit mahal.

Kue lebaran, amplop lolipop dan astor sudah menjadi bahan dagangan, selanjutnya Mita juga menjual beras zakat sesuai takar. Menjelang akhir puasa kita diwajibkan membayar zakat bagi yang mampu, menerima zakat bagi yang membutuhkan. Tidak pikir panjang, Mita menjual beras zakat yang menarik. Dia membungkus dengan plastik bening lengkap dengan tulisan beras zakat, ukuran sesuai takarnya, lengkap dengan doa berzakat fitrah. Tentu ini menjadi salah satu daya tarik.

Orang Indonesia yang cukup konsumtif dan sudah mengerti brand, saya bisa meyakini bahwa konsumennya Mita banyak. Selain dia mampu melihat kebutuhan pada musimnya, dia juga mampu mengemas dengan baik. Sebagai salah satu lulusan sarjana ekonomi, dia sepertinya cukup tangkas dalam mengelola usahanya. Ini menjadi salah satu bukti untuk para ibu rumah tangga yang tidak bekerja namun ber-titel sarjana. Ilmu bukan hanya soal pekerjaan pada instansi, melainkan juga bagaimana kita menyikapi dan menghadapi hidup.

Selain Mita, salah satu teman kampus saya juga memiliki inisiatif berwirausaha ketika bulan Ramadan. Menjual takjil dan aneka lauk pauk. Takjil menjadi sebuah tradisi yang dianjurkan sendiri oleh nabi Muhamad SAW. Tentu umat muslim ingin mendapat pahala, bukan hanya menahan lapar, haus, dan hawa nafsu. Kebiasan-kebiasan Nabi lengkap dengan anjurannya pun dilakukan. Berbuka dengan takjil sebelum makan makanan berat menjadi salah satu kebiasaan yang mutlak. Melihat peluang seperti itu, teman saya menjual dengan berbagai macam jenis takjil. Tidak jarang sebelum adzan Maghrib berkumandang, barang dagangan ludes. Dipastikan keuntungan mampu diraupnya, karena harga takjil tidak terlalu murah, seperti harga biasanya. Berjualan takjil sudah menjadi sebuah kebiasaan yang lumrah bagi para mahasiswa.

Empat gagasan berdagang ketika bulan Ramadan dan menjelang lebaran ini juga saya dedikasikan untuk pengelola nggalek.co. Kita bisa meraup keuntungan yang menjanjikan, karena bisa dipastikan alternatif ini sudah menjadi sebuah komoditas, katakan saja berkahnya bulan Ramadan. Sebagai penulis remah-remah rengginang seperti saya ini menyarankan, kiat berdagang dadakan kepada para pengelola nggalek.co. Agar mendapat pahala dan juga laba yang cukup untuk tambahan THR bulan ini.

Bayangkan saja bila Mas Surur, Mas Trigus dan Mas Rokhim beserta teman lain selaku pengelola nggalek.co, mau berbondong-bondong berdagang takjil, kue lebaran, beras zakat, amplop astor dan lolipop. Mungkin agak sedikit lucu dan tidak nyambung sih, tapi perlu kita ketahui, literasi bukan hanya nulis, nyangkem dan ndeleng. Membangun ekonomi mandiri juga perlu, agar mampu bertahan. Ini hal yang sangat pokok untuk menghidupkan kerja-kerja literasi. Lha mbok pikir mbukak portal nggalek.co tidak butuh kuota dan bayar hosting?

Artikel Baru

Artikel Terkait