Wajah asli Trenggalek adalah pegunungan, pesisir, hutan-hutan luas, dengan masyarakat berkebudayaan agraris.
Mereka lebih terbiasa bertanam padi di sawah-sawah, bertanam jagung, beternak, dan menjadi nelayan, daripada pertambangan atau industri.
Daripada memberi izin eksploitasi tambang emas, dan karena itu pemerintah mendapat pajak dari sana, sebaiknya pemerintah memusatkan perhatian untuk memberdayakan petani dan nelayan.
Beri para petani di Trenggalek modal pengetahuan, itu jika pemerintah tak punya anggaran untuk memberi modal materi.
Di pojok sempit Trenggalek di warung kopi, di rumah tetangga, di kandang sapi, kian sumpek mendengar keluhan petani mengenai harga pupuk yang makin mahal.
Harga pupuk yang mahal ini, tidak diimbangi dengan harga jual hasil pertanian yang seharusnya juga mahal. Akibatnya kebanyakan petani mengalami rugi .
Apalagi jika tambang emas dibuka, maka lahan mereka semakin sempit. Kabarnya perusahaan pengeruk emas itu akan membuka lahan 357,790 hektar di Desa Ngadimulyo dan Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak.
Pembukaan tambang emas ini tentu saja akan memicu keluhan yang lain. Masyarakat tidak bodoh. Bukan masyarakat yang diuntungkan jika tambang emas dibuka. Tapi, tentu saja, perusahaan besar yang akan mengeruk untung besar dari pertambangan.
Bukan hanya itu yang merisaukan. Dari analisis panjang tulisan Mukti Satiti dengan judul Apa yang Hilang Jika Tambang Emas Tetap Dilakukan? Berbagai dampak lingkungan yang mengerikan akan terjadi jika tambang emas berjalan.
Jika tambang emas tetap dibuka, menurut Mukti, pertama masyarakat akan kehilangan sumber mata air.
Mukti mengambil contoh di wilayah Kampak, yang konon rencananya akan dibuka 357,790 hektar di wilayah tersebut.
Berdasarkan data tahun 2013, di Kecamatan Kampak terdapat 6 sumber mata air dengan debit 63 liter/detik.
Salah satunya adalah Sumber Nguncar. Sumber air itu berada di wilayah Desa Karangrejo, sebagian lahan di desa ini rencananya akan dibuka area tambang emas.
Padahal di Sumber Nguncar ini airnya dimanfaatkan oleh 39 RT di Desa Karangrejo dan sekitarnya. Jika tambang emas berjalan, maka sumber mata air ini terancam lenyap. Bukankah lebih baik hidup tanpa emas daripada hidup tanpa air?
Menurut Mukti, tambang emas ini juga akan berdampak dengan pemusnahan ribuan pohon. Sebab area tambang emas ini, sebagian besar di wilayah hutan.
Apa akibatnya jika pohon-pohon ditebangi? Tentu saja banjir. Itu sudah terjadi berulang kali di Trenggalek.
Kasus banjir 2006 lampau, dan banjir-banjir kecil yang terjadi di Trenggalek, salah satu penyebabnya adalah penebangan pohon besar-besar di Kecamatan Bendungan.
Jadi usul saya untuk pemerintah, beri saja modal kepada petani atau nelayan di Trenggalek, daripada memberi izin eksploitasi tambang emas di Trenggalek.
Sebab sekali lagi, wajah asli Trenggalek adalah pegunungan, pesisir, hutan-hutan luas, dengan masyarakat yang berkebudayaan agraris.