Urgensi Pendidikan Mitigasi Bencana Masuk Kurikulum

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam melimpah, namun di balik kekayaan alamnya, Indonesia juga memiliki potensi bencana alam yang besar. Sejak awal 2021, bencana alam terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. BNPB mencatat ada 1.205 bencana alam yang terjadi sejak Januari sampai April 2021. Mulai dari kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan, erupsi gunung, dan gempa bumi.

Tidak sedikit kerugian dan korban jiwa akibat bencana alam tersebut. Lalu, apa sebaiknya yang perlu dilakukan untuk meminimalisir akibat atau korban bencana alam yang terjadi?

Sebenarnya bencana alam sudah sering terjadi di Indonesia. Sebagai manusia biasa tentunya kita tidak bisa menghindari bencana alam tersebut, namun masih bisa melakukan upaya untuk meminimalisir akibat yang ditimbulkan. Oleh karena itu, sudah seharusnya dilakukan pengawasan dan penanggulangan bencana. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu mitigasi bencana.

Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah dijelaskan pengertian mitigasi. Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

Dalam pelaksanaannya, tentu memerlukan koordinasi yang baik antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat, agar mitigasi juga terlaksana dengan baik.

Salah satu bagian yang harusnya berperan penting dalam mitigasi bencana adalah bidang pendidikan. Penerapan kurikulum pendidikan mitigasi bencana di sekolah perlu dan penting dilakukan. Tujuannya untuk memberikan pendalaman pengetahuan dan kesiapan dalam melakukan tindakan yang perlu dilakukan, baik sebelum atau pada saat terjadinya bencana alam. Dengan demikian, diharapkan bisa menimbulkan kemampuan berpikir dan bertindak efektif saat terjadi bencana.

Penerapan mitigasi bencana dalam kurikulum pendidikan merupakan langkah awal yang harus dilakukan, khususnya di daerah rawan bencana. Hal ini menjadi penting untuk melatih dan mempersiapkan bekal mitigasi bencana sejak dini pada siswa, sehingga mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan jika pesan peringatan dini semacam pemberitahuan bencana dan bahaya mendekat.

Dalam mitigasi bencana tidak hanya pendidikan yang dilibatkan, namun diperlukan juga lembaga lain atau komunitas yang bisa memberikan edukasi untuk generasi bangsa yang tidak memiliki kesempatan bersekolah.

Namun, pada kenyataannya, kurikulum pendidikan mitigasi bencana belum sepenuhnya terlaksana. Masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Mulai dari kurangnya sumber daya manusia atau tenaga pendidik yang menguasai mitigasi bencana. Kurangnya panduan yang diberikan oleh pihak terkait, dan sarana prasarana sekolah yang juga kurang mendukung pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana,

Semua itu tidak bisa berjalan optimal apabila tanpa diimbangi dengan kerja sama dari berbagai pihak. Karena pada dasarnya pendidikan mitigasi bencana masih termasuk langkah dasar untuk mengurangi dampak dari bencana. Sebab diperlukan juga pelatihan evakuasi untuk mempermudah pemahaman dan pelaksanaannya.

Tidak hanya para siswa tetapi juga masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana alam. Hal ini mengacu pada tujuan mitigasi bencana melalui pendidikan yang diharapkan mampu menjadi upaya pengurangan risiko bencana yang dapat dikenalkan lebih dini kepada para siswa. Dan pada akhirnya juga berkontribusi terhadap kesiapsiagaan individu maupun masyarakat.

Kendala lain yang mengakibatkan mitigasi bencana sekadar pengetahuan dan tidak benar-benar diterapkan adalah kurangnya kesadaran dan kewaspadaan masyarakat. Seperti akhir-akhir ini ada info peringatan dari BMKG tentang kemungkinan terjadinya gempa yang berpotensi tsunami setinggi 29 meter di pantai selatan Jawa Timur.

Dengan adanya peringatan tersebut seharusnya pihak terkait dan masyarakat sudah mempersiapkan bagaimana skema evakuasi yang harus dilakukan nantinya. Akan tetapi masih terdapat masyarakat yang menganggap hal tersebut tidak benar dan hanya pasrah terhadap kehendak Tuhan. Padahal, sebagai manusia, sebaiknya juga berusaha semaksimal mungkin untuk waspada dan mengurangi risiko dari bencana alam yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

DPR RI memiliki peran penting, baik dalam hal legislasi maupun pengawasan terhadap mitigasi bencana pada berbagai bidang termasuk juga bidang pendidikan. Terkait hal ini DPR RI, khususnya Komisi VII dan Komisi X, perlu berkoordinasi dengan lembaga terkait kebijakan penyelenggaraan mitigasi bencana melalui pendidikan formal serta melakukan pengawasan agar pelaksanaan mitigasi bencana pada bidang pendidikan formal dapat terselenggara secara berkelanjutan.

Upaya yang bisa dilakukan di antaranya, mengintegrasikan pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana melalui pendidikan mitigasi ke dalam kurikulum, baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Pendidikan mitigasi ini berlaku pada setiap jenjang pendidikan. Pemerintah juga harus aksi untuk memberi pembekalan bagi guru dan tenaga kependidikan di sekolah guna meningkatkan pengetahuan tentang bencana, meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan mitigasi bencana, serta memberikan edukasi mitigasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.

Seharusnya Indonesia bisa berkaca pada kebijakan negara lain yang rawan terjadi bencana, seperti negara Jepang. Jepang merupakan negara yang unggul dalam upaya mitigasi bencana dan juga memiliki manajemen tanggap bencana yang efektif dan cepat. Efektivitas dan kecepatan Jepang terhadap bencana mulai dari menangani korban, mengurangi dampak, serta melakukan pemulihan pasca bencana. Jika dilihat dari teknologinya, Jepang memang unggul, namun tidak ada salahnya jika Indonesia mencontoh negara Jepang dalam melakukan upaya mitigasi dan manejemen tanggap bencana itu.

Artikel Baru

Artikel Terkait