Liburan ke Pantai Prigi, Trenggalek bakal menarik dan menyenangkan. Pasalnya, ada penambahan fasilitas-fasilitas serta penunjang lain yang sedang atau telah digarap oleh pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi lokasi wisata. Beberapa tahun belakangan, Pantai Prigi memang mengalami ‘musim paceklik’ pengunjung—ditinggal pengunjung. Melihat kondisi tersebut, pemerintah ingin mengangkat kembali ‘kejayaan’ Pantai Prigi menjadi salah satu ikon wisata pantai.
Beberapa tempat mengalami perbaikan dan penataan ulang. Kios-kios, rumah makan, dibangunnya beberapa lapangan voli pantai, yang menurut sumber berskala Asia, direnovasinya sirkuit cross, dan yang paling menyita perhatian adalah dibangunnya panggung dengan konsep 360 derajat di tepi pantai.
Dibangunnya spot panggung 360 derajat itu, seperti yang dilansir detik.travel.com (28/12/2016), kata Emil Dardak, Bupati Trenggalek, merupakan optimalisasi dari rencana pembangunan panggung yang sifatnya konvensional, kemudian jadilah konsep baru arena 360 itu. Dengan 360, pertunjukan kesenian maupun kebudayaan bisa disaksikan dari semua arah, bisa dari pantai maupun dari sisi yang lain.
Panggung ini akan menjadi epicentrum, yang memiliki banyak manfaat. Misalnya, sebagai panggung konser group band. Juga sebagai panggung ria, yang bertujuan sebagai arena pementasan seni dan budaya, tentunya juga untuk seni pertunjukan lain. Di samping itu, sejauh mata memandang, manfaat panggung 360 derajat ini juga bisa dirasakan oleh masyarakat setempat.
Saban sore atau di hari-hari libur juga dimanfaatkan anak-anak untuk melakukan aktivitas, mulai dari tempat nongkrong, menghabiskan waktu luang bersama keluarga, di antaranya tampak anak-anak mengitari panggung dengan sepatu roda. Lokasi di pinggir pantai sendiri sudah mewah dengan semilir angin laut, kombinasi iringan musik alam, juga deburan ombak. Tak sedikit pengunjung yang ber-selfie ria di spot panggung Prigi 360 derajat; baik dari masyarakat setempat maupun pengunjung luar daerah.
Beberapa waktu lalu, panggung ini juga menjadi tempat pementasan tari kontemporer, dengan lakon atau judul Revolusi Tubuh Tari Kontemporer “Dian Bokir & Martina”. Pertunjukan kesenian tari kontemporer itu dipadukan dengan tari turonggo yakso yang melibatkan seniman Trenggalek. Saat itu Dian Bokir, yang telah sukses menembus kancah internasional, berkolaborasi dengan penari asal Jerman, Martina.
Sebagai orang yang dibesarkan di daerah wisata, Pantai Prigi, tentu sangat senang. Kawasan wisata ini cukup terkenal di masyarakat Jawa Timur, dan bahkan di tingkat nasional. Apalagi adanya pembangunan beberapa fasilitas ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat di luar kabupaten.
Namun untuk membangun fasilitas-fasilitas penunjang di berbagai tempat wisata harus pula diimbangi oleh rasa memiliki masyarakat itu sendiri. Ini yang menjadi persoalan klasik, dan saya sering mendengar bahwa orang Indonesia pandai untuk membuat namun sulit merawat. Statemen itu bukan untuk menggeneralisasi masyarakat Indonesia. Namun, bila sudah pandai mencipta mestinya harus diimbangi kepandaian merawat. Kalaupun tak pandai merawat, kita harus menjaga bagaimana agar tidak rusak atau hancur.
Sikap memiliki atau rasa tanggung jawab dan anderbeni itu penting. Ibarat anak muda yang sedang mengejar cinta pertamanya dan langsung PDKT dengan orangtuanya. Berusaha sekuat tenaga untuk meraih cintanya dan membangun relasi dengan orangtuanya, dan orangtua sudah memberi sinyal baik supaya dirawat dan jaga hubungan tersebut. Namun tanpa disadari, ia menciptakan kerikil-kerikil kecil atau tindakan-tindakan kecil yang bisa merusak hubungan yang mereka bangun.
Begitupun dengan masyarakat yang telah dibuatkan bangunan untuk menambah kesan artistik suatu tempat. Kadang mereka menghalangi keindahan suatu tempat wisata dengan melakukan tindakan yang bisa dikategorikan “vandal”. Mereka melakukan tindakan-tindakan kecil yang merusak fisik dari sebuah bangunan yang ingin didirikan.
Dalam kamus, vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya); perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas. Vandalisme memang tak menuntut keterampilan sebagaimana mural, grafiti, atau poster. Vandalisme sifatnya merusak. Merusak bangunan yang belum jadi seperti acliric yang akan menjadi ikon kebanggaan warga Pantai Prigi itu. Lebih lagi jika yang dirusak merupakan bangunan-bangunan cagar budaya, lebih kuat kesan vandalnya, saya kira.
Beberapa teman di Facebook menyayangkan tindakan vandalisme terhadap tulisan Prigi 360 yang terbuat dari styrofoam tersebut. Dari sisi luar tulisan itu nampak tak begitu sempurna tulisan Prigi(nya). Hanya nampak Tulisan P (lubang sedikit di bawah) R, I, G (dengan lubang setengah, bila tulisan tersebut tidak dibentuk huruf G [G besar] maka huruf tersebut tidak bisa dieja) dan huruf I dengan acliric merah tidak menyatu, tak bisa dibaca. Pendek kata, tulisan PRIGI di atas panggung tersebut telah dirusak oleh tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab, tak mengerti akan keindahan, makna dan estetika dari tujuan dibangunnya proyek panggung tersebut.
Sebagian besar teman mengutarakan akan tindakan vandalisme yang pelakunya sendiri belum diketahui, di antaranya dengan berkomentar, “Ini adalah masalah karakter… Memang benar, untuk membangun suatu wilayah agar menjadi lebih maju, haruslah dimulai dengan membangun mental masyarakatnya lebih dahulu. Tanpa rasa ikut memiliki (melu handarbeni) pembangunan fisik seperti apapun akan sulit dan tak bisa terlestarikan dengan baik.” Ada juga yang membuat hastag #StopVandalisme.
Yang lain juga menyayangkan akan rusaknya ikon baru yang dibangun di pesisir pantai Prigi itu. Mereka (dan saya sendiri) sebagai besar belum sempat menikmati bangunan yang masih seumur jagung itu. Yang pembangunan masih tahap pelaksanaan atau lebih tepatnya masih dalam proses pengerjaan. Pembangunan panggung tersebut merupakan salah satu integrasi dari pengembangan kota maritim di Pesisir Prigi, dari membentuk segitiga pembangunan; pesisir Prigi, Panggul dan kota kabupaten sendiri.
Baik pemerintah maupun masyarakat Kabupaten Trenggalek harus berbenah bila ingin dianggap berhasil. Masyarakat yang dibuatkan fasilitas dengan pemerintah yang membuatkan fasilitas, kadang harus bersinergi. Panggung Prigi 360 derajat ini akan menjadi episentrum kota baru maritim jika kita bisa saling menjaga dan menganggap menjadi kebanggan bersama. Panggung ini juga berada tepat di bibir pantai Prigi, yang kini menjadi landmark kebanggaan warga dan wisata Trenggalek. Berlatar keindahan alam teluk Prigi yang langsung menghadap Samudera Hindia, diapit gunung-gunung nan hijau. Begitu kiranya…