Pak Anwar Abbas, Kenapa?

Sebuah otokritik terhadap rencana PP Muhammadiyah Menggandeng Investor Tambang Emas

WhatsApp Group (WAG) Kader Hijau Muhammadiyah (KHM), tiba-tiba ramai selepas ada berita begini “Terima Kunjungan Investor, Muhammadiyah Berpeluang Kerja Sama Pertambangan Emas”. Sebuah judul berita yang dirilis situs resmi Muhammadiyah yang beralamat URL muhammadiyah.or.id.

Saya mendapat informasi tersebut ketika salah seorang anggota WAG Pemuda Muhammadiyah Trenggalek menge-share tautan berita disertai caption, kurang-lebih begini: “Saat Pemuda Muhammadiyah Trenggalek sedang berjuang mengusir investor tambang emas di Trenggalek, PP Muhammadiyah malah menyambut calon investor tambang emas lainnya.”

Ini sungguh tidak lucu. Di saat hidup sedang sulit-sulitnya—terlebih yang melakukan audiensi tersebut adalah ayahanda pejabat teras Muhammadiyah, yang selanjutnya dipanggil ayahanda oleh kaum muda clinthisan seperti penulis ini.

Ayahanda yang mulia Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag. Seorang Muhammadiyah tulen yang track record-nya tak pernah gentar memperjuangkan keadilan. Sepak terjangnya di Muhammadiyah banyak sekali menginspirasi penulis, terutama soal sikap tegasnya yang tak pandang bulu.

Namun, kali ini ada bulu yang sepertinya luput untuk disimak secara lebih saksama oleh ayahanda Anwar, atau mungkin terlalu disimak sehingga menyebabkan kepincut ketika bulunya bergerak. Bulu ini bernama Chenxi Chengetai Investments, sebuah perusahaan investasi global yang saat ini memiliki enam tambang emas di Zimbabwe dan empat tambang emas di Myanmar.

Nyaris, Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) yang notabene berisi anak-anak muda “tak beradab” lagi miskin etika tersebut menjadi beringas, hati nuraninya —berkaitan dengan bisnis ekstraktif— menyeruak mendahului akal sehatnya, untuk “misuh”.

Bukan tanpa alasan, memang selama ini KHM solid membicarakan soal perlindungan lingkungan dan aktif mengadvokasi soal “kejahatan negara” terhadap orang-orang yang berjuang melindungi ruang hidupnya dari kerakusan kapitalisme. Sebut saja soal kriminalisasi Budi Pego atas tuduhan komunisme kepadanya, hanya karena ingin melindungi ruang hidupnya. Atau soal rencana tambang emas di Trenggalek yang mengancam 9 dari 14 kecamatan di Trenggalek.

Lantas, KHM, sebagai kader muda peduli lingkungan, yang sampai saat ini belum diakui sebagai salah satu ortom (organisasi otonom) Muhammadiyah, seperti mendapat cambukan di mukanya. Setelah beberapa saat —dalam kurun waktu cukup lama— menyuarakan penolakan tambang emas di berbagai daerah dengan mengatasnamakan Muhammadiyah —saking cintanya dengan organisasi yang didirikan Kyai Ahmad Dahlan—, namun orang pusatnya malah menerima tamu investor tambang emas dan berharap bisa kerja sama.

Penulis sendiri merasa ngilu seperti menelan besi panas ketika membaca. Bagaimanapun, penulis pernah menjadi bagian pembentuk Aliansi Rakyat Trenggalek yang berisi 25 organisasi lokal dan nasional untuk menghalau PT SMN yang berencana membuat Trenggalek jadi tambang emas.

Sikap Kesatria Muhammadiyah Sebelumnya

Ayahanda Busyro Muqoddas, pada bulan September 2022 sambang ke Kabupaten Trenggalek. Saat itu, beliau menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik. Kedatangan Pak Busyro ke Trenggalek dalam rangka kegiatan Pendidikan Politik, Hukum dan HAM, untuk Keadilan Lingkungan Kabupaten Trenggalek, merupakan bentuk dukungan dalam perjuangan penolakan tambang emas. Pak Busyro hadir bersama tim full paket dari LHKP PP Muhammadiyah.

Bukan main senangnya penulis, KHM, dan organisasi lainnya saat dukungan dari pusat tersebut hadir di saat yang paling dibutuhkan. Menjadi angin segar bagi pergerakan untuk meneruskan suara penolakan tambang emas Trenggalek hingga level nasional.

Toh, meski gerakan di Trenggalek telah didukung oleh NGO Nasional seperti WALHI dan JATAM, tapi didukung Muhammadiyah yang nota bene adalah ayahanda, rasanya sangat senang, merasa seperti dibombong dan disemangati dalam perjuangan di jalan yang benar.

Tak cuma itu, berkat sikap kesatria dan welas asih “orang pusat” tersebut, Aliansi Rakyat Trenggalek diberikan fasilitas untuk ke Jakarta, menemui 3 kementerian yang terpaut sangkut akan rencana tambang emas di Trenggalek, yakni Kementerian BPN ATR, Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM. Bahkan, Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, diizinkan untuk dipakai sebagai basecamp ART selama 3 hari. Selama itu pula, akomodasi 40-an orang ditanggung oleh Muhammadiyah.

Tak berhenti soal akomodasi, Muhammadiyah juga melayangkan surat kepada Presiden Jokowi yang isinya adalah meminta Jokowi untuk memerintahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut izin usaha pertambangan tersebut.

“Kami secara resmi menerbitkan surat kepada presiden untuk bisa melakukan langkah-langkah yang serius. Dan surat itu sudah kami kirim,” kata Busyro dalam konferensi pers bersama WALHI, Selasa (25/10/2022).

Surat itu sekaligus sebagai respons dari permintaan Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, yang tidak digubris oleh ESDM. Bupati Trenggalek meminta agar izin perusahaan emas itu dicabut.

Apa yang dilakukan oleh Ayahanda Busyro Muqoddas tentu saja atas nama Muhammadiyah. Sikapnya berhasil menembus relung jiwa Kader Hijau Muhammadiyah dan menimbulkan respect berkelanjutan.

Intinya “ada sosok ayah yang bisa dijadikan teladan untuk hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan”, sesuai dengan cita-cita KHM yang kemungkinan terbentuk karena mengalami kejengahan atas sikap “lelet dan acuh” orang-orang struktural dalam menyikapi kejahatan lingkungan.

Maka tak heran apabila Yayum Kumai, di situs kaderhijaumu.id membuat tulisan berjudul “SAYA KECEWA, Sikap Muhammadiyah ingin kerja sama dengan Korporasi Tambang Emas” pasca berita tentang Pak Anwar Abbas berkeliaran di WAG KHM, terlebih ayahanda ini juga mengatasnamakan Muhammadiyah. Tulisan tersebut telah diamini Kader Hijau Muhammadiyah, seperti telah mewakili suara hati masing-masing kader.

Terlalu menghakimi Muhammadiyah telah mengambil sikap hendak bekerjasama dengan investor tambang emas memang bukan hal bijaksana. Tapi dalam pandangan kaum muda seperti saya —yang jauh-jauh hari telah dicap sebagai kaum muda tak beradab dan tak beretika— sebuah sikap individu yang belum diputuskan oleh persyarikatan lantas diatasnamakan Muhammadiyah, sepertinya itu terlalu berlebihan lagi sembrono.

Selama ini kemana saja?

*Trigus Dodik Susilo adalah Koordinator Kader Hijau Muhammadiyah Kabupaten Trenggalek

Artikel Baru

Artikel Terkait