Disklaimer: Tulisan ini fakta belaka. Apabila ada kesamaan pikiran terhadap dua tokoh dalam kisah ini, itu benar adanya. Tulisan ini mengandung unsur kesengajaan.
———
Hari-hari di awal tahun 2018 ini, terus terang, saya merasa kesal—setidaknya sampai tulisan ini dimuat—terhadap dua orang. Kesal karena dari pagi hingga malam hari, tak terhitung berapa kali penulis sering teringat mereka. Bukan pada wajah atau orangnya—sumpah, penulis bukan LGBT—melainkan pada bully-an, ancaman bahkan teror yang sering mereka lontarkan. Sangat menyebalkan. Kalau pembaca mau tahu, mereka adalah Trigus dan Surur!
Hampir dua bulan ini, gaya bicara Trigus selalu ketus dan pedas tiap bersama penulis. Tidak jarang, omongannya seperti ketela rebus: “empuk ning nyereti“, kata orang Jawa. Begitu pula Surur. Nama terakhir malah sering meneror penulis. Kadang tanpa sungkan-sungkan teror-nya disertai dengan ancaman.
Kontroversi hati yang tak terkonsolidasi —meminjam gaya nggambleh Viky Prasetyo—inilah yang membuat penulis tak tahan untuk tidak mengungkapkan semua ini ke publik. Penulis akan kuak rahasia mereka satu per satu, biar pembaca sekalian tahu, sekaligus meminimalisir cuaca hati penulis agar terhindar dari mendung dan kudeta hati yang bisa mempersuram ekonomi.
Menjelang akhir tahun 2017 kemarin, Trigus begitu menyebalkan bagi penulis. Namun demikian, secara fair, saya tak bisa mengelak untuk mengakui bahwa ia adalah anak muda Trenggalek yang sukses. Indikasinya, dalam usianya yang belum genap 30 tahun, bisnisnya sudah ada di mana-mana :-D.
Pemuda tanggung (maksudnya, sudah beranak dua tapi masih tetap muda) kelahiran Gemaharjo, Watulimo, dua puluh delapan tahun silam itu sudah memiliki toko onlen yang menjajakan produk lokal Trenggalek, bernama Paditren.com. Belum blog pribadinya: mastrigus.com, yang sudah menasional, yang tiada henti menambah pundi-pundi uangnya. Maka pembaca tak perlu heran jika dalam satu-dua tahun mendatang, kader terbaik Pemuda Muhammadiyah dan anggota Kokam yang berpikiran moderat, berkemajuan dan progresif ini tidak hanya sukses tetapi akan menjelma menjadi OKB!
***
Orang menyebalkan yang kedua adalah Surur. Nama lengkapnya Misbahus Surur. Pemuda kelahiran Munjungan itu tak kalah sukses, sebenarnya, dibandingkan Trigus. Setidaknya dua buah buku sudah Surur hasilkan. Selain itu, ia juga mengeditori banyak buku lainnya. Yang terbaru, setelah buku antologi berjudul Menunggu Kepunahan Desa-Desa, ia juga menyunting buku tentang Pranatamangsa—yang akan segera terbit. Namun soal sunting-menyunting, keberhasilan menyunting seorang gadis Tugu-lah yang menjadi pencapaian terbesarnya di tahun 2017 kemarin.
Lantas mengapa mereka berdua, Trigus dan Surur, akhir-akhir ini begitu menyebalkan bagi penulis?
Begini. Trigus dan Surur itu, kita tahu, adalah punggawa andalan nggalek.co. Ibarat kesebelasan sepak bola; Trigus adalah playmaker, sementara Surur penjaga gawangnya. Pembaca tahu nggalek.co, kan? Ya media yang Kalian baca ini!
Ya, sebagaimana tertera di lamannya, nggalek.co adalah media kreatif yang dibuat untuk memberikan wadah bagi para penulis Trenggalek, sebuah media penghibur dengan konten orijinal yang berupaya melihat Trenggalek dari sudut berbeda.
Kenyataannya, hemat penulis, nggalek.co adalah komunitas nirlaba yang dibentuk untuk, salah satunya, menumbuh-kembangkan budaya literasi—dan jurnalistik tentunya—di Trenggalek. Media ini bukan hanya memprovokasi orang menulis, melainkan juga mengajari orang tertib menulis dari hal-hal kecilnya seperti soal kata baku, tanda baca dan tata kalimat. Meskipun bukan yang pertama di Trenggalek, akan tetapi yang keren (?!) dari nggalek.co adalah, ia mempunyai aturan main yang mengerikan bagi anggotanya, termasuk bagi penulis sendiri.
Misalnya, minimal satu bulan sekali, anggotanya diwajibkan untuk mengirimkan karya tulis. Entah itu esai, opini, feature atau kisah—nggalek.co sejauh ini tidak dimaksudkan sebagai situs/portal berita. Nah, yang menyebalkan, jika ada anggota yang tidak menulis dalam satu bulan, ia harus siap-siap menerima perlakuan diskriminasi, bullying, hingga persekusi dari anggota lainnya. Tentunya, tidak sampai di-CELUP-in seperti sekelompok mahasiswa puber moral di sana, juga tidak sampai dikafir-kafirkan seperti, juga yang di sana. Yang pasti, ia diharuskan membayar dam sebesar… goban!
Itulah kenapa Surur, sebagai editor utama—selain sebagai penjaga gawang—nggalek.co pada waktu tertentu bisa menjadi sangat menyebalkan, apalagi bagi anggota yang hampir telat menulis atau lebih-lebih tidak menulis (sesuai kesepakatan bersama). Kalau sudah begitu, jangan harap ia bisa tidur nyenyak, karena teror dari Surur datang tak mengenal waktu. Pernah suatu ketika, teror itu tak segan untuk datang di saat penulis sedang enak-enaknya Indehoy.
Setidaknya, itu yang biasa (?) dialami penulis sendiri. “Ayoh nulis!” adalah teror yang sering penulis dapati. Bahkan tidak jarang disertai ancaman: “Nulis atau denda!” Menyebalkan sekali!
Trigus pun tak kalah menyebalkan. Dialah yang paling nyinyir di WAG jika akhir minggu masih sedikit tulisan yang ia posting. Kata-katanya seperti politisi: santun tapi bisa sangat nylekit! (apa sih bahasa Indonesianya?). Seakan, ia tak rela jika penghuni WAG tidak aktif menulis. Atau jangan-jangan memang alasannya saja agar bisa mem-bully kawan-kawannya? he he.
Meskipun demikian, kenyataannya, tidak ada satupun anggota nggalek.co yang protes (goblok banget ya, mereka?). Padahal keadaan seperti itu sudah berlangsung hampir dua tahun ini. Atau barangkali mereka termakan lagu “Bojoku Galak”-nya Nella Kharisma?
Yo wis ben nduwe kanca sing galak
Yo wis ben omongane sing sengak
Seneng gawe aku susah
Nanging aku wegah pisah
Tak tampa nganggo tulusing ati
Tak trima sliramu tekan saiki
Mungkin wis dadi jodhone
Senajan kahanane kaya ngene
Kok jadi nyanyi sendiri, sih? Jadi, mana yang lebih menyebalkan: Trigus ataukah Surur?