Trenggalek Sudah Masuk Peta Pertambangan Sejak Era Kolonial

  • Bahkan Bung Karno pernah memperingatkan tentang hal ini ketika ia berkunjung ke Trenggalek. Coba kita tanya kepada mbah-mbah kita yang dulu hadir di alun-alun Trenggalek kala itu mendengarkan pidato Bung Karno. Apa pesannya terkait alam Trenggalek.
  • Akan sangat memalukan jika mengaku pengagum dan mengidolakan Bung Karno, namun kata-kata dan sikapnya justru berlawanan dengan pesan dan cita-cita Bung Karno.
  • Menolak tambang bukan hanya soal HAM, tapi juga tentang keberlangsungan generasi selanjutnya. Menjaga mata air kejayaan peradaban Nusantara tetap terjaga yang dimulai oleh Mpu Sindok dari Kampak, Trenggalek.

——————————

Negeri ini dua pertiganya adalah air dan sepertiganya adalah daratan yang penuh dengan kandungan mineral dan kekayaan alam. Bukan di tempat lain, tapi di bawah rumah kita, di lingkungan sekitar kita adalah kekayaan yang luar biasa. Itulah mengapa negeri ini selalu menjadi incaran bagi para manusia serakah. Bagi mereka, Trenggalek adalah komoditi bisnis yang selalu tentang seberapa besar peluang dan keuntungannya.

Kini, dengan adanya kebijakan-kebijakan baru yang justru semakin memuluskan pihak-pihak pengeksploitasi untuk bertindak serakah di Indonesia, khususnya di Trenggalek, mereka semakin menganggap Trenggalek hanyalah lahan kosong yang tak ada kehidupan di dalamnya dan lahan bisnis semata.

Persoalan ketika korporasi masuk adalah tak ada lagi interaksi sosial yang sudah membudaya, terganti dengan kehidupan yang terjadwal. Monoton seperti program robot.

Bukankah dengan adanya korporasi akan membuka banyak lapangan kerja?

Mohon maaf, yang dibutuhkan perusahaan adalah orang-orang dengan ilmu dan keahlian tertentu. Tak ada kebutuhan pekerja dengan spesifikasi berpengalaman macul dan ngarit bertahun-tahun. Ndak ada kebutuhan perusahaan untuk orang dengan keahlian ngenam reyeng. Ndak ada juga kebutuhan untuk orang dengan pengalaman bakulan durian, manggis, salak, kapulogo, cengkeh. Mentok di security dan atau buruh kasar.

Jika hal itu terjadi, kerusakan tak hanya pada alam, tapi juga pada manusianya. Kerusakan terjadi menyeluruh di berbagai aspek dan tingkatannya: flora, fauna, sosial, budaya, kesenian, dan lain sebagainya. Maka dari itulah dibutuhkan perjuangan untuk tidak menyetujui dan menolak tindakan merusak dan rakus.

Perjuangan bukan melulu tentang otot, hal penting lainnya adalah mengedukasi diri tentang apa yang sedang diperjuangkan agar cerdas dalam berjuang. Rakyat Trenggalek memiliki banyak cara dalam memperjuangkan hak ekologisnya karena mereka sadar bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah hak asasi manusia.

Salah satu bentuk edukasi diri adalah berdiskusi dengan banyak orang baik di skala local bahkan nasional. Mulai dari akademisi, aktivis, pejabat pemerintahan, orang hukum, komunitas, mahasiswa, pelajar dan pemilik negeri ini; rakyat yang semuanya berkepentingan menjaga dan merawat alam negeri ini.

Penolakan PT. SMN bukanlah tindakan separatis melainkan murni ekspresi kewarganegaraan. Dan dengan hadirnya perwakilan dari dua kelompok agama terbesar di negeri ini, NU dan Muhammadiyah, dalam perjuangan menolak tambang juga semakin mengukuhkan bahwa perjuangan yang dilandasi paham teologis spiritual adalah valid dalam memperjuangkan tanah air Trenggalek.

Mengutip salah satu lirik lagu milik Tipe-X; “kamu nggak sendirian” sudah mewujud dalam perjuangan rakyat Trenggalek mengusir tambang. Kolaborasi dengan berbagai elemen sudah terbentuk sejak awal perjuangan. Gerakan tolak tambang masyarakat Trenggalek tidak mengenal sentimen kelompok, semuanya bersatu padu. Dengan bergabungnya berbagai elemen masyarakat yang ada tentu menjadi modal dalam melanjutkan perjuangan tolak tambang.

Perjuangan rakyat Trenggalek yang timbul murni dari hati nurani akan terus melaju menghentikan sikap dan perbuatan rakus terhadap Trenggalek.

Dengan selalu adanya diskusi dan gerakan menolak tambang, rakyat Trenggalek mendemonstrasikan kepada kita semua dasar dari demokrasi, yaitu kebebasan sipil (berkumpul, berpendapat dan bersuara). Meskipun kita tahu bahwa kegiatan semacam ini selalu dicurigai. Sekarang, di negeri ini menuntut keterbukaan justru dianggap kriminal oleh –ironisnya– para pejabat. Sekali tersinggung mereka memperkarakan rakyatnya. Lha bagaimana dengan rakyat yang sudah berkali-kali disakiti hatinya oleh para pejabat? Bahkan kalau menentang keputusannya, rakyat akan dibuldozer.

Ya Tuhan…

Mereka lupa bahwa kita adalah juragan negeri ini.

Daripada mengambil emas dengan cara merusak, lebih baik mari memanfaatkan teknologi tepat guna untuk memaksimalkan “emas-emas” yang sudah ada di Trenggalek. Ada emas hijau, emas biru, emas putih yang sangat potensial juga bernilai ekonomi kerakyatan bagi warga Trenggalek.

Dan jika memang nanti perjuangan ini mendapat pengakuan di atas kertas, semoga perjuangannya terus berlanjut karena banyak terjadi di daerah lain usaha pertambangan dan konflik-konfliknya tak berhenti meski putusan hukum sudah diputuskan.

Kita sebagai rakyat harus meyakinkan kepada para orang kaya rakus bahwa logam tak menjamin masa depan indah tapi keindahan masa depan bisa diselamatkan dengan menjaga alam tetap lestari.

——————————

Jika pemerintah masih menggunakan peta kolonial dan sekarang menjadikannya acuan dalam membangun negeri, apa bedanya mereka dengan kolonial?

#salamlestari

Artikel Baru

Artikel Terkait